Jakarta (ANTARA) - Panglima TNI Jenderal TNI Andika Perkasa mengunjungi Markas Prajurit Pengawal Samudera di Markas Komando Armada I di Jakarta, Senin, untuk mempelajari lebih dalam kekuatan TNI Angkatan Laut.

Kunjungan ke Markas Komando Armada I itu merupakan tindak lanjut Panglima TNI selepas mendengar paparan dari Kepala Staf TNI AL Laksamana TNI Yudo Margono bulan lalu.

“Kunjungan ini sebagai bentuk keseriusan Panglima TNI untuk mengetahui lebih dalam tentang Angkatan Laut,” kata Dinas Penerangan TNI AL sebagaimana dikutip dari siaran tertulisnya yang diterima di Jakarta, Senin.

Baca juga: Panglima TNI kunjungi Korps Marinir

Di Markas Koarmada I itu, Panglima TNI meninjau anjungan KRI Mako Koarmada I dan mendengar paparan Panglima Koarmada I Laksamana Muda TNI Arsyad Abdullah mengenai situasi keamanan terkini di Laut Natuna Utara.

Andika pada kunjungannya ke Markas Koarmada I menerima penjelasan Panglima Koarmada I mengenai kesiapan alutsista di wilayah kerja Koarmada I.

Koarmada I bertugas menjaga perairan Indonesia bagian barat yang wilayahnya mencakup 1,3 juta meter persegi perairan yang berbatasan langsung dengan 5 negara. Koarmada I juga bertanggung jawab atas Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I dan Selat Malaka.

Baca juga: Panglima TNI kerahkan personel membantu penanganan banjir rob Ternate

Usai mendengar penjelasan Pangkoarmada I, Panglima TNI menyimak paparan Asisten Operasi Kepala Staf Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) I Laksamana Pertama TNI Ariantyo Condrowibowo.

Ia menjelaskan kepada Panglima TNI peran dan fungsi Kogabwilhan I dalam mengamankan Laut Natuna Utara.

Perairan itu merupakan ujung selatan Laut China Selatan yang sempat diklaim oleh Pemerintah China pada bulan ini.

Baca juga: Panglima TNI minta masyarakat lapor jika ada TNI terlibat kasus tanah

Menurut China, Laut Natuna Utara merupakan bagian dari wilayah perairan tradisionalnya sebagaimana ditentukan dalam batas sembilan garis putus-putus (nine dash line). Oleh karena itu, China pada bulan ini meminta Indonesia menghentikan kegiatan pengeboran minyak lepas pantai di Laut Natuna Utara.

Namun, Pemerintah Indonesia tunduk pada Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1982 (UNCLOS 1982) yang menetapkan ujung selatan Laut China Selatan merupakan bagian dari Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. Pemerintah Indonesia menamakan perairan itu Laut Natuna Utara pada 2017.