Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak meluncurkan Publikasi Data Gender dan Anak 2021 untuk meningkatkan pemanfaatan data sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi program dan kegiatan yang responsif gender dan peduli anak.

"Data terkait perempuan dan anak itu sangat penting untuk diketahui. Selain dapat menjadi bahan evaluasi terhadap berbagai upaya yang telah dilakukan, ketersediaan data juga menjadi bahan perencanaan bagi para pemangku kepentingan untuk menyusun kebijakan, program maupun kegiatan," ujar Sekretaris Kementerian PPPA Pribudiarta Nur Sitepu melalui siaran pers, Jakarta, Senin.

Ia lebih lanjut mengatakan ketersediaan data untuk tagar benar-benar memberikan akses, partisipasi, kontrol dan manfaat yang sama antara laki-laki dan perempuan serta memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak-anak.

Kemen PPPA menerbitkan empat publikasi setiap tahunnya, yaitu Pembangunan Manusia Berbasis Gender, Profil Perempuan Indonesia, Profil Anak Indonesia dan Indeks Perlindungan Anak.

Menurut dia, kondisi perempuan dan anak yang tercantum dalam publikasi ini menjadi gambaran peningkatan kinerja pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan perempuan dan anak di Indonesia.

Baca juga: KPPPA:Politik perempuan meningkat dukung pembangunan perspektif gender

Baca juga: KPPPA: Ada kesenjangan gender dalam akses terhadap layanan keuangan


"Isu gender yang masih jadi perhatian diantaranya dalam bidang ekonomi dan ketenagakerjaan dimana Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) perempuan masih lebih rendah dibanding laki-laki, yaitu 53,13 persen dibandingkan 82,41 persen. Rata-rata upah perempuan menurut data BPS tahun 2020, masih terdapat selisih kurang lebih Rp625.958 dibandingkan laki-laki. Kemudian, isu yang tak kalah penting terkait kekerasan terhadap perempuan," kata Pribudiarta.

Berdasarkan data SIMFONI PPA pada 2020, ada sebanyak 8.686 kasus kekerasan terhadap perempuan dan 11.278 kasus kekerasan terhadap anak.

Kemudian berdasarkan data UNICEF tahun 2020, Indonesia menempati urutan ke-7 dalam sepuluh besar dunia dengan jumlah absolut tertinggi dari perkawinan anak.

Sedangkan terkait data stunting, hasil Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) terintegasi Susenas tahun 2019 menunjukkan sebesar 27,67 persen anak balita Indonesia mengalami stunting.

"Capaian pembangunan perlindungan anak dapat diukur dengan Indeks Perlindungan Anak (IPA), Indeks Pemenuhan Hak Anak (IPHA) dan Indeks Perlindungan Khusus Anak (IPKA)," tutur dia.

Sejak 2019, Kemen PPPA bekerja sama dengan BPS telah mengembangkan IPA, IPHA dan IPKA yang terdiri dari indikator yang menggambarkan capaian pemenuhan hak anak dan perlindungan khusus anak sesuai amanat Konvensi Hak Anak (KHA).

Baca juga: KPPPA tekankan pentingnya perempuan dan anak untuk menabung

Baca juga: KPPPA sebut perempuan pelaku usaha harus melek teknologi