Semarang (ANTARA News) - Psikolog Universitas Diponegoro Semarang Hastaning Sakti menilai masyarakat miskin takut bersekolah di Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) meski sudah diberi kuota.

"Imej RSBI sebagai sekolah anak orang kaya susah dihilangkan, mungkin karena embel-embel internasionalnya itu," katanya di Semarang, Sabtu, menyikapi minimnya pendaftar kalangan miskin di SMP-SMA RSBI Semarang.

Meski dalam Penerimaan Peserta Didik Kota Semarang 2011 seluruh RSBI diharuskan menyediakan kuota 20 persen bagi masyarakat miskin, masyarakat miskin tak memercayai sepenuhnya kebijakan itu.

"Saya sendiri tidak bisa membayangkan bagaimana sekolah dengan cost (biaya) semahal itu lantas menggratiskan biaya sekolah bagi siswa miskin, meski kuotanya hanya dipatok 20 persen dari keseluruhan daya tampung sekolah itu," kata Hastaning.

Menurut dia, secara psikologis wajar jika masyarakat miskin takut pada RSBI yang dicitrakan sekolah anak kaya dan akibatnya mereka memilih menyekolahkan anaknya di sekolah biasa.

Ia menilai persoalan siswa miskin bersekolah di RSBI tak hanya soal penggratisan biaya pendidikan, namun juga soal pergaulan di sekolah.

"Contohnya seperti ini, okelah siswa miskin digratiskan biaya pendidikannya, namun apakah mereka siap dengan pergaulan anak kalangan atas di sekolah? Melihat teman-temannya begitu mudah berganti telepon seluler dan sepatu," katanya.

Dia melajutkan, "Anak yang secara psikologis tidak kuat pasti akan tertekan dan menimbulkan gap (kesenjangan) dalam pergaulan di lingkungan sekolah. Ini yang sering tidak disadari, karena itu perlu dipikirkan secara menyeluruh," kata Hastaning.

Seperti diwartakan sebelumnya, kuota 20 persen bagi siswa miskin SMP dan SMA RSBI di Kota Semarang tahun ini tidak terpenuhi, karena tidak banyak pendaftar dari kalangan keluarga miskin.

Misalnya di SMA Negeri 1 Semarang, dari total 726 orang, pendaftar dari masyarakat miskin hanya sembilan orang, sementara di SMA Negeri 2 Semarang, pendaftar miskin hanya 23 orang dari total 692 pendaftar.(*)
ANT