"Respon Muhammadiyah akan difokuskan di Pulau Kalaotoa yaitu di Desa Garaupa dan Desa Garaupa Raya, Kecamatan Pasilambena," kata Abdullah di sela rapat koordinasi penanggulangan bencana di Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulsel, Sabtu.
Dia mengatakan, bersama Angkatan Muda Muhammadiyah dan dua personil asistensi dari Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulsel akan fokus di Pulau Kalotoa selama respon tanggap darurat yang dikoordinir dari Kantor PDM Kabupaten Kepulauan Selayar.
Kedua desa sasaran tersebut merupakan desa terjauh dari Pulau Selayar dengan jarak tempuh kurang lebih 12 jam.
Dengan posisi desa terjauh tersebut, kemungkinan keduanya tidak tersentuh oleh lembaga kemanusiaan lain.
Selain itu, jumlah rumah warga yang rusak berat di kedua desa tersebut paling banyak di bandingkan desa-desa lain di Pasilambena yaitu Desa Garaupa 20, Garaupa Raya 34 rumah.
Baca juga: 16.593 warga Kepulauan Selayar masih mengungsi pascagempa Larantuka
Sementara kendala yang akan dihadapi dalam respon gempa ini adalah jarak tempuh yang jauh dari ibu kota Kabupaten Selayar.
“Ada 3 alternatif transportasi laut dari Pelabuhan Benteng, Pulau Selayar ke Pelabuhan Kalaotoa yaitu dengan kapal feri dan kapal Pelni, keduanya berlayar sekali sepekan, dengan waktu tempuh selama 24 jam.
Kemudian menggunakan kapal kayu milik warga Kalaotoa dengan waktu tempuh 10-12 jam, namun jadwal keberangkatan tergantung pada pemilik kapal.
Sementara gempa magnitudo 7,4 tersebut telah menimbulkan kepanikan warga di Kepulauan Selayar dan beberapa daerah di Nusa Tenggara Timur (NTT).
Baca juga: Dua KAL Lantamal VI angkut bantuan logistik ke Selayar
Sesaat setelah gempa, Sekretaris MDMC Sulawesi Selatan Haerudin Makkasau melansir bahwa warga pulau-pulau di sekitar pusat gempa sempat mengungsi ke tempat lebih tinggi, karena peringatan dini tsunami yang dikeluarkan BMKG.
“Di Bonerate, warga mengamankan diri di ketinggian satu jam setelah gempa itu terjadi. Sedangkan di Kalaotoa, masih dianggap aman dari sisi ketinggian karena rata-rata gunung,” katanya.
Sebelumnya, Ketua MDMC Kabupaten Sikka, NTT, Darman Eldin menceritakan sempat mengungsi ke perbukitan untuk mengamankan diri.
“Bersama warga Nangahure Lembah dan rombongan Lanal Maumere menuju di titik aman bukit jauh dari bibir pantai karena kami trauma dengan tsunami tahun 1992,” jelas Darman.
Baca juga: Lebih dari 4.000 warga Selayar mengungsi pascagempa Laut Flores
Baca juga: Dampak gempa di Selayar 504 rumah rusak tujuh korban luka