Jakarta (ANTARA) - Pusat Studi Migrasi Migrant Care mengajak dan mendorong masyarakat sipil untuk terus mengawal implementasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal Undang-Undang tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker).

"Setelah adanya putusan MK, selain transparan pemerintah, juga harus akuntabel dan sesuai dengan jalur," kata Kepala Pusat Studi Migrasi Migrant Care Anis Hidayah di Jakarta, Jumat.

Anis Hidayah mengemukakan hal itu dalam webinar bertajuk Temuan Awal Kajian Komnas Perempuan tentang Dampak UU Cipta Kerja terhadap Perempuan Pekerja Migran Indonesia.

Baca juga: RUU Cipta Kerja perlu dibahas secara transparan cegah demo

Oleh karena itu, peran dari masyarakat sipil dibutuhkan sekali dalam mengawal terkait dengan implementasi putusan MK yang menyatakan bahwa UU Ciptaker tidak sesuai dengan konstitusi.

Pengawalan tersebut, terutama sektor-sektor yang mencakup dalam undang-undang tersebut. Selain itu, penting juga adanya sebuah posko pengaduan terkait dengan implementasi putusan MK.

Hal tersebut, kata Anis, terutama mengawasi praktik di lapangan terhadap 126 perusahaan penempatan pekerja migran Indonesia (P3MI) dalam penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI).

Setelah adanya putusan MK terkait dengan UU Ciptaker yang dinyatakan tidak sesuai dengan konstitusi, Migrant Care menilai hal tersebut merupakan momentum untuk konsolidasi gerakan sosial.

Tidak hanya itu, Migrant Care juga meminta pemerintah untuk membekukan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 Tahun 2021 sebab PP tersebut dinilai kontradiktif.

Khusus bagi Kementerian Ketenagakerjaan, Migrant Care meminta agar meninjau dan mencabut kembali izin 126 P3MI yang diaktifkan kembali setelah PP Nomor 5 Tahun 2021 diterbitkan.

Menurut dia, secara umum putusan MK membuktikan bahwa UU Ciptaker tersebut bermasalah dan perlu perbaikan serta harus melibatkan banyak pihak terkait.

Baca juga: Perbaikan UU Cipta Kerja, pemerintah disarankan libatkan publik

Baca juga: Landasan hukum pencabutan Lampiran III Perpres Nomor 10/2021