Jakarta (ANTARA) - Pakar hukum pidana dari Universitas Al Azhar Indonesia, Suparji Ahmad, mengatakan, kewenangan Kejaksaan untuk melakukan penyadapan berdasarkan UU Kejaksaan yang baru perlu memiliki pedoman aturan pelaksanaan tentang teknis penyadapan.

“Persoalan penyadapan adalah persoalan yang sangat sensitif karena ada konflik antara kepentingan publik dan kepentingan privat,” kata dia, ketika menyampaikan paparan di dalam webinar bertajuk “Mengangkat Marwah Kejaksaan, Membangun Adhyaksa Modern” yang disiarkan secara langsung di media pertemuan daring, dipantau dari Jakarta, Rabu.

Baca juga: Jaksa Agung ingatkan jaksa hati-hati gunakan kewenangan menyadap

Ia berpandangan ada potensi pelanggaran hak asasi manusia melalui kewenangan penyadapan bila Kejaksaan melakukan tanpa pedoman aturan yang pasti.
“Saya pernah membaca ada buku tentang penyadapan dan hak asasi manusia. Saya kira itu juga bisa menjadi referensi tentang bagaimana melaksanakan penyadapan,” tutur dia.

Jaksa membawa kepentingan publik saat melakukan proses penegakan hukum. Akan tetapi, mereka dapat masuk ke ranah-ranah pribadi dan piranti-piranti komunikasi individu dengan kewenangan penyadapan. Penyalahgunaan kewenangan terkait hal ini yang dapat melanggar hak asasi manusia.

Baca juga: PSHK: Kewenangan penyadapan Kejaksaan rentan pelanggaran HAM

“Harus ada komitmen. Hasil penyadapan itu memang yang seharusnya memiliki relevansi pada konteks penegakan hukum, jangan sampai membawa persoalan-persoalan individu yang tidak ada kaitannya dengan perkara. Misalnya, soal kehidupan rumah tangganya atau anaknya. Itu tidak memiliki korelasi dengan pembuktian perkara,” ucap dia.

Oleh karena itu, yang terpenting menurut dia adalah pedoman utama proses penyadapan yang dapat benar-benar menjamin bahwa penyadapan dilakukan dalam rangka kepentingan penegakan hukum.

Baca juga: Eks pejabat Kemensos sebut ada penyadapan saat pengadaan bansos

Jaminan bahwa penyadapan tidak memiliki tendensi lain, selain untuk menegakkan hukum, dapat meminimalisir distorsi, penyimpangan, atau pelanggaran hak asasi manusia.

Selain itu, ia juga menekankan pentingnya tiga unsur yang harus diperhatikan oleh Kejaksaan ketika melakukan proses penegakan hukum, yakni substansi, prosedur, dan kewenangan. Bagi dia, jika Jaksa memiliki niat baik, substansi baik, tetapi prosedurnya tidak baik, maka penegakan hukum akan menjadi tidak baik.

Baca juga: Anggota DPR: KPK harus pastikan penyadapan-geledah tidak langgar HAM

“Menjaga dengan konsisten tentang baik dan benarnya antara aspek prosedur, substansi, dan kewenangan itu penting,” kata dia.