Kupang (ANTARA News) - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengatakan hukum tidak lagi terikat dengan undang-undang (UU), karena undang-undang itu sendiri tidak selalu adil.

"Undang-undang boleh jadi merupakan hasil kompromi politik ditataran pembentuknya dan akan merugikan sisi keadilan itu sendiri," katanya pada peluncuran buku "Hukum Kata Kerja, Sebuah Diskursus Filsafat tentang Hukum Progresif" di Kupang, Sabtu.

Buku tersebut merupakan karya Dr Nobertus Jegalus MA, dosen Fakultas Filsafat Universitas Katolik Widya Mandira Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Mahfud yang juga mantan Menteri Pertahanan semasa pemerintahan Presiden Abdurrahman "Gus Dur" Wahid ini mengatakan UU itu belum bisa mencerminkan keadilan, jika tidak ada keberanian para penegak hukum untuk menerapkan hukum progresif.

Dia mengatakan, para hakim saat ini masih takut untuk menerapkan keadilan dan masih terikat kepada undang-undang.

Secara filosofis, menurut Mahfud, penerapan hukum di Indonesia masih sebatas pada keadilan di permukaan dan lebih bersifat formalistis.

Sementara itu, Ketua Komisi III DPR-RI Benny Kabur Harman pada kesempatan yang sama mengatakan UU yang berlaku saat ini bukan untuk keadilan, tetapi hanya untuk kepentingan penguasa.

Karena itu, lanjut politisi dari Partai Demokrat asal Kabupaten Manggarai di ujung barat Pulau Flores, NTT itu undang-undang harus dikawal secara bermartartabat.

"Mengawal UU secara bermartabat bukan berarti harus turun ke jalan dengan melakukan tindakan anarkisme," katanya dan menambahkan atas dasar itu, pemerintah membentuk MK untuk mengawalnya secara bermartabat.

Peluncuran buku "Hukum Kata Kerja, Sebuah Diskursus Filsafat tentang Hukum Progresif" karya Dr Norbertus Jegalus MA ini dilakukan oleh Ketua MK Mahfud MD sebagai salah satu rangkaian peringatan Pesta Perak FH Universitas Katolik Widya Mandira Kupang yang jatuh pada 3 Mei lalu.(*)

(T. L003/S019)