Jambi (ANTARA News) - Para pelaku seni pencak tradisional khas Kerinci yang merupaka menu penting setiap ada acara penyambutan tamu, mengaku risau karena kini hanya tersisa satu perguruan pencak di daerah setempat.
"Hanya tersisa satu perguruan pencak di desa Mukai Pintu, kecamatan Siulak. Itu pun sifatnya hanya perguruan informal atau hanya ajang pertemua bagi para pecinta seni pencak tradisional Kerinci di Siulak," kata Mansi (46) salah seorang pemencak tradisional yang masih tersisa di Kerinci, Sabtu.
Dikatakannya, saat ini minat generasi muda terhadap seni pencak tradisional tersebut kian berkurang, berbeda dengan silat yang multi fungsi selain diperuntukkan bagi media beladiri, juga sebagai wahana olahraga dan seni.
Pencak tradisional justeru lebih berupa seni tari atau seni menarikan atau memperagakan pedang perang tradisional Kerinci yang mereka sebut pedang "Selangkeh".
"Pencak tradisional lebih bersifat pada seni tari, bukan sebatas kamhiran jurus beladiri seperti di silat. Pencak lebih sering sebagai bentuk seni pertunjukan untuk diperagakan menghibur masyarakat dalam sebuah prosesi kegiatan keramaian seperti ketika menyabut presiden, menteri, Gubernur, bupati dan tokoh lainnya," katanya.
Selain itu peragaan pencak tradisional ini juga sering diperagakan saat adanya acara pernikahan, Kenduri Sko, dan Andel (bekerja beramai-ramai di swah atau di ladang). Pada acara-acara itulah para pemencak tradisional Kerinci ini bisa berekspresi memperagakan kamahirannya dalam menarikan permaianan pedang.
Guna kembali memasyarakatkan keberadaan pencak tradisional Kerinci tersebut dia bersama beberapa rekannya mulai melibatkan para generasi muda dalam pelatihan yang dilakukannya, sekali seminggu atau setiap malam minggu.
"Saat ini alhamdulillah sudah banyak anak muda yang mau belajar, sekarang perkumpulan kita sedikitnya sudah bernaggotakan 15 orang, dan sebagiannya adalah para anak muda," katanya.
(T.KR-BS/M019)
Tersisa Satu Perkumpulan Pencak Tradisional di Kerinci
14 Mei 2011 10:23 WIB
Ilustrasi pencak silat. (ANTARA/Yudhi Mahatma)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2011
Tags: