Jakarta (ANTARA) - Vaksinator dari Yanmed Satkes Denma Markas Besar TNI Jakarta dr. Fitriana Hapsari mengatakan hoaks mengenai Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) masih menjadi alasan utama masyarakat takut untuk mengikuti vaksinasi COVID-19.

“KIPI itu yang terberat adalah kasus kematian. Ini tanggung jawab saya menjelaskan bahwa untuk angka kematian setelah dia menerima KIPI, bukan karena vaksinnya tapi karena penyakit penyertanya,” kata Fitria saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Senin.

Fitria menuturkan hingga saat ini khususnya di ibu kota, masih terdapat masyarakat yang enggan melakukan vaksinasi dengan alasan KIPI membuat efek samping berbahaya hingga kematian. Sehingga banyak masyarakat yang ragu, meski telah datang ke tenda vaksinasi.

Ketakutan itu masih terjadi akibat hoaks yang beredar dalam masyarakat, edukasi yang salah sekaligus adanya rasa ingin mendapatkan vaksin yang terbaik dalam mengikuti program vaksinasi.

Hoaks yang dibaca oleh masyarakat tersebut merupakan informasi yang terkait dengan jenis vaksin COVID-19. Di mana informasi tersebut menggiring opini bila vaksin dengan jenis tertentu lebih baik dari vaksin lainnya yang memiliki efek samping lebih ringan.

Menurut Fitria, efek samping dari vaksin ditentukan dari seberapa efisien efikasi vaksin bekerja pada tubuh seseorang. Sehingga gejala ikutan pasca vaksinasi itu tak selalu sama.

“Mereka memilih vaksin karena melihat efisien efektivitas. Sebenarnya vaksin itu tergantung tubuh masing-masing. Misal ada Sinovac yang tubuhnya bagus dan efeknya tidak bagus,” ujar dia.

Dalam kesempatan itu dia menegaskan, adapun kematian yang terjadi pada seseorang setelah vaksinasi disebabkan oleh penyakit bawaan seperti penyakit jantung, bukan karena kandungan dalam sebuah vaksin.

Sedangkan bila dijumpai warga yang mengalami sakit kepala pada saat menjalani vaksinasi, kata dia, biasanya disebabkan oleh adanya kondisi tubuh yang tidak siap dan telah tersugesti akibat kecemasan yang berlebihan.

Fitria menekankan bahwa semua vaksin yang diedarkan oleh pemerintah merupakan vaksin yang aman dan terjamin mutu serta khasiatnya.

Oleh sebab itu, supaya kekebalan tubuh dapat cepat terbentuk sekaligus mengantisipasi diri dari varian baru Omicron, dia mengimbau supaya masyarakat untuk tidak takut dan segera mendaftarkan diri untuk divaksinasi.

“Pandemi tidak akan berhenti karena sifatnya virus. Jadi tergantung imunitas tubuh kita, kemudian kita sudah memiliki sistem antibodi itu dengan vaksinasi kemudian yang ketiga proteksi diri. Memang itu yang harus dijalankan,” tegas Fitria.

Secara terpisah, Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi menegaskan semua pihak perlu sesegera mungkin mengikuti vaksinasi COVID-19 untuk menutup celah mutasi virus SARS-CoV-2 semakin berkembang di Indonesia.

"Karena masih menyisakan kelompok sasaran yang belum mendapatkan vaksin, itulah yang menjadi celah virus tadi untuk menularkan dan berkembang di dalam masyarakat," kata Nadia

Ia menuturkan celah tersebut menyebabkan virus menjadi berkembang, serta mempercepat virus untuk menyebarkan infeksi kepada lebih banyak orang dan akan menghasilkan mutasi-mutasi baru untuk melakukan adaptasi diri dengan lingkungan sekitarnya.

Ia juga mengatakan bahwa saat ini pemerintah sedang memfokuskan diri untuk memberikan vaksinasi pada kelompok rentan, seperti penduduk lanjut usia (lansia) dan penyandang disabilitas.

Oleh sebab itu, masyarakat diimbau untuk tidak memilih-milih jenis vaksin yang disediakan. Sehingga, diharapkan dapat secepat mungkin membentuk kekebalan kelompok melalui vaksin dosis lengkap tersebut.

"Karena ketersediaan vaksin ini terbatas, yang paling baik ketersediaan vaksin yang terbatas ini adalah kita mencapai vaksinasi dosis lengkap tadi," tegas Nadia.
Baca juga: IDAI: Teknis vaksinasi COVID-19 usia 6-11 tahun sama seperti remaja
Baca juga: Tanggung jawab besar vaksinator dalam ragam sosial masyarakat
Baca juga: Kemenkes: Vaksinasi COVID-19 anak 6-11 tahun mulai Selasa besok