Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menilai Rancangan Undang Undang Intelijen versi pemerintah akan mengatur bagaimana menjadikan aparat intelijen yang profesional dan berkualitas.

"Dalam RUU Intelijen ini akan mengatur soal personel intelijen yang berkualitas. Mereka akan mengikuti sekolah tentang intelijen," kata Dirjen Perundang-undangan Kemenkumham, Wahidudin Adam saat diskusi publik RUU Intelijen "Kenapa UU Intelijen Diperlukan?" di Auditorium Adhyana, Wisma ANTARA, Jakarta, Rabu.

Menurut dia, UU intelijen akan memberi kepastian hukum mengenai personel intelijen, baik fungsi dan tugas intelijen maupun hak dan kewajibannya.

RUU intelijen juga membuat aparat intelijen yang melakukan pelanggaran HAM dan membocorkan rahasia akan mendapatkan sanksi berat, berupa pidana selama lima tahun penjara dan sanksi lainnya.

"Bagi aparat intelijen yang melakukan tugas dan fungsinya dalam menangkal dan mencegah ancaman gangguan keamanan, maka diharapkan tidak melanggar aturan. Rambu-rambu HAM harus tetap ada dan HAM harus dihormati," tuturnya.

Ia pun menegaskan, dalam rencana pengesahan RUU Intelijen itu bukan untuk kepentingan penguasa. Oleh karena itu, diperlukannya UU yang mengatur intelijen agar aparat intelijen itu tidak menjadi alat penguasa.

"Aturan soal intelijen harus diatur dalam UU. Bukan dibawah UU, seperti Peraturan Pemerintah maupun Keputusan Presiden karena akan menjadi alat kekuasaan," ujarnya.

Mengenai target penyelesaian RUU Intelijen itu, kata Wahidudin, hal tersebut merupakan kewenangan DPR, namun pemerintah telah menyerahkan Daftar Investarisasi Masalah (DIM) Rancangan Undang Undang (RUU) Intelijen Negara kepada DPR.

"DIM ini akan dibahas oleh DPR," paparnya.

Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Sidiq mengatakan, DPR RI melakukan pembahasan Rancangan Undang Undang tentang Intelijen secara komprehensif dan obyektif untuk menghasilkan produk undang-undang yang bisa mengakomodasi seluruh persoalan tersebut.

"Pembahasan RUU Intelijen tidak bisa ditargetkan harus selesai hingga Juli mendatang kalau hasilnya belum maksimal," kata Mahfudz Sidiq.

Menurut dia, kebutuhan intelijen negara tidak hanya sebatas pada persoalan gerakan radikalisme dan isu yang berkembang saat ini seperti teror bom dan yakni gerakan Negara Islam Indonesia (NII), tapi kebutuhan intelijen negara secara menyeluruh dan jangka panjang.

Anggota Komisi I DPR RI, Teguh Juwarno menambahkan, DPR RI mengharapkan RUU Intelijen yang sedang dalam pembahasan menjadi produk undang-undang untuk kebutuhan intelijen negara dalam persfektif jangka panjang.

DPR RI, kata dia, tidak ingin RUU Intelijen ini sekadar memenuhi kebutuhan jangka pendek seperti isu NII yang sedang ramai saat ini, tapi kemudian diajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi.

"Kami harapkan, pembahasan RUU Intelijen di DPR RI tidak di intervensi, sehingga bisa melahirkan UU yang komprehensif dan obyektif," ucapnya.

Pada kesempatan tersebut, Teguh mengatakan, ada beberapa daftar inventarisasi masalah (DIM) yang hingga saat ini masih menjadi persoalan untuk dicari solusi terbaik, seperti persoalan intersepsi atau penyadapan dan pemeriksaan intensif.(*)

S037/C004