Jakarta (ANTARA News) - Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Sidik mengatakan, DPR RI melakukan pembahasan Rancangan Undang Undang tentang Intelijen secara komprehensif dan obyektif untuk menghasilkan produk undang-undang yang bisa mengakomodir seluruh persoalan tersebut.

"Pembahasan RUU Intelijen tidak bisa ditargetkan harus selesai hingga Juli mendatang kalau hasilnya belum maksimal," kata Mahfudz Sidik pada diskusi publik "Kenapa UU Intelijen Diperlukan" di Auditorium Adhayana, Wisma ANTARA, Jakarta, Rabu.

Pembicara lainnya pada diskusi tersebut adalah, Pakar Hukum Pidana Prof Yenti Garnasih, Dirjen Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan HAM Wahidudin Adam, serta mantan Kepala Staf Umum TNI Letjen TNI (Purn) Soeyono.

Menurut dia, kebutuhan intelijen negara tidak hanya sebatas pada persoalan gerakan radikalisme dan isu yang berkembang saat ini seperti teror bom dan yakni gerakan Negara Islam Indonesia (NII), tapi kebutuhan intelijen negara secara menyeluruh dan jangka panjang.

Anggota Komisi I DPR RI, Teguh Juwarno menambahkan, DPR RI mengharapkan RUU Intelijen yang sedang dalam pembahasan menjadi produk undang-undang untuk kebutuhan intelijen negara dalam persfektif jangka panjang.

DPR RI, kata dia, tidak ingin RUU Intelijen ini sekadar memenuhi kebutuhan jangka pendek seperti isu NII yang sedang ramai saat ini, tapi kemudian diajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi.

"Kami harapkan, pembahasan RUU Intelijen di DPR RI tidak di intervensi sehingga bisa melahirkan UU yang komprehensif dan obyektif," katanya.

Pada kesempatan tersebut, Teguh mengatakan, ada beberapa daftar inventarisasi masalah (DIM) yang hingga saat ini masih menjadi persoalan untuk dicari solusi terbaik, seperti persoalan intersepsi atau penyadapan dan pemeriksaan intensif.
(R024)