Jakarta (ANTARA) - Sebagaimana yang telah berulang kali ditekankan oleh jajaran pemerintah, Indonesia tidak dapat terbebas dari pandemi COVID-19 tanpa dukungan masyarakat.

Pemerintah tidak dapat berjuang sendiri dalam melawan pandemi, apalagi memulihkan bangsa jika masyarakatnya tidak mengulurkan tangan untuk mendukung satu sama lainnya.

Sayangnya, masyarakat cenderung memandang penanganan pandemi dan isu kesehatan publik secara umum bersifat state-centered atau berpusat kepada negara, sebagaimana yang dinyatakan oleh Peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Alif Satria.

Contohnya adalah kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) bertingkat yang acapkali menuai protes. Akan tetapi, setelah masyarakat mau bekerja sama dan mematuhi seluruh ketentuan PPKM bertingkat, Indonesia berhasil mengendalikan persebaran COVID-19 dan merupakan salah satu negara yang terbaik.

Berdasarkan keadaan tersebut, sesungguhnya telah terlihat bahwa kerja sama masyarakat sangatlah penting dalam realisasi kebijakan pemerintah, khususnya terkait dengan penanganan pandemi COVID-19.

Yang jarang menjadi perhatian adalah tingginya peran organisasi masyarakat sipil (OMS) dalam membantu pemerintah untuk merangkul masyarakat dalam menjalankan berbagai kebijakannya.

Alif mengatakan bahwa organisasi masyarakat sipil memiliki peran yang sangat krusial dalam penanganan pandemi COVID-19, khususnya organisasi masyarakat sipil yang bersifat lokal.

Terdapat banyak inisiatif yang datang dari OMS lokal yang lebih terlokalisir dan berperan penting dalam memberikan jasa publik selama pandemi, seperti membagikan informasi kepada masyarakat pada tingkat akar rumput, hingga memberi jasa berupa fasilitas kesehatan.

Selain itu, Alif juga mengatakan bahwa OMS cenderung lebih cepat dan efisien dalam merespons krisis karena dilandasi semangat volunteerism atau kesukarelaan, orientasi nirlaba atau tidak berorientasi pada keuntungan, serta model koordinasi yang ramping.

Oleh karena itu, Alif meyakini bahwa peran OMS dalam pandemi dapat berkontribusi pada pembuatan kebijakan penanganan COVID-19 yang lebih baik dari sisi pemerintah. Lantas, apa saja kegiatan OMS dan apa saja model kolaborasi OMS dengan pemerintah?

Baca juga: Mendagri: Rapatkan solidaritas untuk kendalikan pandemi COVID-19

Jenis kegiatan OMS
Peneliti CSIS ini membagi kegiatan OMS dalam penanganan pandemi menjadi tiga kategori, yakni kegiatan di bidang edukasi, kegiatan di bidang penyediaan layanan, dan kegiatan di bidang advokasi.

Terkait dengan kegiatan OMS di bidang edukasi, tutur Alif, biasanya direalisasikan dengan pembuatan konten di media sosial dan brosur terkait promosi kesehatan ketika beribadah, sebagaimana yang telah dilakukan oleh Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC).

Selain itu, OMS juga dapat membuat data portal publik, seperti kawalcovid19.id, untuk menyebarkan informasi kepada masyarakat. Alif mengatakan bahwa pembuatan portal data oleh OMS lebih cepat apabila dibandingkan dengan pembuatan portal data oleh pemerintah, yakni situs Satgas COVID-19.

Tidak hanya terbatas pada pemberian informasi satu arah, berbagai OMS juga acapkali menyelenggarakan webinar yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan mengenai COVID-19, dan memungkinkan interaksi dua arah antara pemberi materi dengan penerima materi. Dengan demikian, masyarakat dapat bertanya mengenai informasi apa yang masih kurang jelas bagi mereka, dan memperoleh informasi yang benar-benar mereka butuhkan terkait dengan COVID-19.

Kategori lainnya adalah penyediaan layanan. Dalam pemaparannya, Alif menerangkan bahwa OMS acapkali membantu pemerintah dalam memberi perlengkapan layanan kesehatan, seperti disinfektan dan alat perlindungan diri (APD), terutama masker. Selain itu, beberapa OMS juga terlibat dalam pembuatan infrastruktur dasar yang menjadi vital di masa pandemi COVID-19, yakni tempat cuci tangan, pengolahan limbah, hingga tempat untuk melakukan isolasi mandiri.

Tidak hanya itu, beberapa OMS bahkan menyediakan layanan terkait micro-financing keluarga atau pendanaan usaha mikro keluarga mengingat banyaknya rumah tangga yang mengalami kesulitan ekonomi akibat pandemi COVID-19. Berbagai perusahaan yang melakukan efisiensi anggaran, bahkan yang mengalami gulung tikar, mengakibatkan meningkatnya jumlah pengangguran di Indonesia.

Terkait kegiatan advokasi, Alif memaparkan bahwa terdapat tiga jenis kegiatan advokasi yang sering dilakukan oleh OMS, yakni membangun kerja sama dengan pemerintah daerah, partisipasi dalam forum diskusi dengan lembaga pemerintah, serta melakukan riset dan memberikan rekomendasi kebijakan.

“Kegiatan organisasi masyarakat sipil seringkali menjadi cikal bakal dari kebijakan pemerintah,” kata Alif.

Baca juga: Ormas Islam berharap pemerintah aktif bangun dialog dalam hadapi COVID

Relasi antara OMS-Pemerintah
Menilai peran strategis OMS dalam penanggulangan pandemi COVID-19, tentu akan menguntungkan apabila pemerintah membangun kerja sama dengan berbagai OMS untuk melancarkan program-program yang telah mereka canangkan.

Akan tetapi, relasi antara OMS dengan pemerintah tidak hanya terbatas pada relasi kooperatif. Beberapa OMS memutuskan untuk bergerak secara independen yang dapat diakibatkan oleh berbagai faktor, seperti tidak ingin terlibat dengan rumitnya birokrasi negara dalam menjalankan program, hingga tidak ingin memiliki ketergantungan dengan pemerintah. Relasi tersebut merupakan relasi independen.

Selain itu, masih ada jenis relasi lainnya, yakni relasi kompetitif. Relasi ini dapat terjadi di antara OMS dengan Pemerintah ketika kedua pihak tersebut berebut legitimasi dari masyarakat dan memiliki perbedaan desain program.

Keuntungan dari relasi kompetitif ini adalah masing-masing pihak akan berlomba-lomba untuk menghasilkan program yang lebih baik dari pihak lainnya, hingga menguntungkan masyarakat yang menerima.

Masing-masing relasi, berdasarkan pemaparan Alif, memiliki aspek negatif masing-masing. Terkait relasi kooperatif, pihak OMS memiliki risiko ketergantungan terhadap pemerintah. Sedangkan, untuk relasi independen, masing-masing aktor yang bekerja secara terpisah dapat mengurangi efektivitas program. Terakhir, terkait aspek negatif dari relasi kompetitif adalah kemungkinan terjadinya tumpang tindih antara program pemerintah dengan program OMS.

Meski relasi yang paling ideal ialah relasi kooperatif, pemerintah sebaiknya dapat mengantisipasi agar OMS tidak terlalu bergantung dengan pemerintah. Kerja sama akan membuat penanganan pandemi COVID-19 di Indonesia berjalan dengan lebih baik dan juga lebih maksimal.

Oleh karena itu, keterlibatan organisasi masyarakat sipil akan menjadi salah satu angin segar bagi pemerintah untuk menarik lebih banyak dukungan dari masyarakat dalam menjalankan berbagai program penanggulangan pandemi COVID-19.

Baca juga: Menkopolhukam dengar saran kelompok agama terkait penanganan COVID-19