Yogyakarta (ANTARA) - Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan Muhammadiyah dan TNI memiliki kesamaan pandangan bahwa kehidupan kebangsaan harus berpijak pada tiga nilai, yaitu Pancasila, agama, dan kebudayaan luhur bangsa.

"Alhamdulillah Pak Kasad (Kepala Staf Angkatan Darat) memiliki pandangan yang sama tentang nilai-nilai luhur dalam kehidupan bangsa Indonesia tersebut," kata Haedar seusai menjamu Kasad Jenderal TNI Dudung Abdurachman di Gedung PP Muhammadiyah, Yogyakarta, Sabtu.

Jenderal Dudung bersilaturahim ke PP Muhammadiyah didampingi Panglima Komando Daerah Militer (Pangdam) IV/Diponegoro Mayor Jenderal TNI Rudianto beserta jajaran.

Baca juga: Ketum PP Muhammadiyah: Jangan abai prokes meski tren COVID-19 melandai

Menurut Haedar, silaturahim Jenderal Dudung dilakukan sebagaimana umumnya dengan para elemen bangsa untuk meningkatkan jaringan kerja sama dan komunikasi dalam satu bingkai keluarga besar bangsa Indonesia.

Ia mengatakan Muhammadiyah dengan TNI selalu menjalin hubungan yang baik sebagaimana dengan Polri dan institusi pemerintah karena memiliki keterkaitan sejarah yang panjang.

"Jenderal Sudirman sebagai kader dan tokoh Muhammadiyah menjadi bapak TNI pertama dan menjadi tokoh sentral dalam TNI," kata dia.

Baca juga: Muhammadiyah sampaikan duka mendalam musibah erupsi Gunung Semeru

Menurut dia, nilai-nilai keprajuritan, perjuangan, dan kepahlawanan melekat dalam Muhammadiyah.

"Begitu juga dalam TNI ada jiwa, nilai-nilai agama, dan perjuangan sebagaimana tokoh-tokoh Muhammadiyah melakukannya dan pergerakan Muhammadiyah selalu bersama bangsa dan negara,” ungkap Haedar.

Bersama Jenderal Dudung, Haedar membahas pentingnya persatuan nasional dengan cara merawat kebinekaan yang ada sekaligus menjunjung tinggi prinsip musyawarah, kolektivitas, dan gotong royong.

"Persatuan menjadi hal yang mutlak bagi masa depan Indonesia. Jangan sampai bangsa Indonesia pecah karena perbedaan-perbedaan yang tidak bisa kita dialogkan, tidak bisa kita cari titik temunya dan tentu karena perbedaan-perbedaan yang membuat kita makin menjauh satu sama lain," kata dia.

Baca juga: Muhammadiyah ajak warga tingkatkan kewaspadaan terhadap Omicron

Seluruh agama di Indonesia, menurut Haedar, telah melewati berbagai proses panjang hingga menyatu dalam identitas keindonesiaan.

Sementara itu, unsur kebudayaan luhur bangsa telah membentuk identitas nasional seperti sifat kebersamaan, gotong royong, dan keramahan bangsa Indonesia yang menjadi patokan bagi bangsa Indonesia dalam bersentuhan dengan kebudayaan asing.

"Dengan demikian kita bisa belajar dari kebudayaan lain baik di Timur Tengah, di Asia, di Barat, tetapi semuanya harus tetap kita seleksi mana yang baik dan mana yang tidak pas dengan kebudayaan luhur bangsa," ujar dia.

Ia meminta nilai-nilai yang tidak sejalan dengan kebudayaan luhur bangsa jangan sampai menjadi pola hidup bangsa Indonesia.