Sorong (ANTARA) - Masyarakat Jurnalis Lingkungan Indonesia atau Society Environmental Indonesia Journalist (SIEJ) memfasilitasi diskusi publik informasi dan data tentang deforestasi hutan di Indonesia.

Ketua Umum SIEJ Rochimawati dalam rilis yang diterima di Sorong, Sabtu, mengatakan pihaknya memfasilitasi diskusi terkait perbedaan data dan informasi antara pemerintah dengan lembaga dunia yang melakukan penelitian terkait deforestasi di Indonesia agar menemukan titik terang perbedaan persepsi itu.

Tujuan utama SIEJ adalah membangun jaringan jurnalis dan media untuk mendorong peliputan lingkungan yang kritis dan berpihak kepada kebenaran.

Krisis perubahan iklim di Indonesia membutuhkan dukungan besar khususnya dari Pemerintah untuk menyelamatkan rakyat Indonesia, salah satunya adalah transparansi data untuk menekan laju deforestasi hutan melalui berbagai kebijakan.

Baca juga: MAKI dukung rencana audit LSM oleh pemerintah

Baca juga: Ketua DPD RI: Indonesia komitmen tekan deforestasi


Demikian benang merah yang tersampaikan dalam diskusi publik tentang informasi dan data deforestasi hutan di Indonesia.

Langkah selanjutnya mengevaluasi perizinan penggunaan lahan untuk perkebunan sawit, HTI dan pertambangan, penguatan fungsi hutan dan lahan gambut, serta mengevaluasi proyek nasional yang dapat mengancam keberadaan hutan.

Kepala Kampanye Hutan Global Greenpeace, Kiki Taufik yang hadiri dalam diskusi tersebut, mengungkapkan bahwa sejauh ini belum ada keseriusan dari Pemerintah Indonesia dalam hal menekan laju deforestasi.

Pemerintah selalu menganggap bahwa telah terjadi penurunan laju kerusakan hutan karena adanya kebijakan moratorium penggunaan hutan dan lahan gambut.

Namun, kenyataannya bahwa data deforestasi di Indonesia meningkat sebelumnya, 2.45 juta hektare (2003-2011) menjadi 4.96 juta hektare (2012-2020).

“Dari data bisa terlihat, bahwa sejak adanya kebijakan moratorium, justru kita kehilangan hutan. Hutan Kalimantan dan Sumatera yang cukup masif kerusakannya,” kata Kiki Taufik.

Pada kondisi kejadian kerusakan hutan yang cukup masif ini, pihaknya melihat, peta data Mapsevice milik KLHK, tidak semua data yang disajikan oleh pemerintah dapat diakses oleh publik,

Di Indonesia terdapat lima lembaga penelitian dunia yang mengukur laju deforestasi, diantaranya KLHK itu sendiri, University of Maryland, European Commision JRC, Atlas Nusantara (Tree Map) dan Map Biomass.

Penelitian ini dilakukan dalam periode 2001 – 2020. Kiki menyatakan terdapat perbedaan data dengan tingkat akurasi yang berbeda pula yang ditemukan dari ke lima institusi tersebut.

Angka deforestasi Indonesia 2001-2020, dari KLHK, total kerusakan dalam satuan hektare mencapai 14.126.900, sementara University of Maryland 9.872.207, kemudian European Commission-JRC 22.450.801, Altlas Nusantara 10.012754 dan Map Biomass 13.065.825.

”Pemerintah tetap teguh bahwa deforestasi berhasil ditekan dengan adanya kebijakan moratorium perizinan perkebunan sawit, pertambangan dan HTI,” ujar dia.*

Baca juga: KLHK: PIPPIB salah satu strategi Indonesia capai FoLU Net Sink 2030

Baca juga: Kemen LHK: FoLU Net Sink tidak sama dengan nol deforestasi