OECD usulkan aturan pajak berbasis gender dalam Presidensi G20 RI
Ilustrasi: (kiri ke kanan) Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Wakil Ketua BPK Agus Joko Pramono, Wakil Ketua DPR Lodewijk F Paulus, Menkominfo Johnny G Plate, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, Chair Business 20 Shinta Widjaja Kamdani dan Co Chair Youth 20 Michael Victor Sianipar menghadiri Opening Ceremony Presidensi G20 Indonesia 2022 di Jakarta, Rabu (1/12/2021). Presidensi G20 Indonesia dimulai pada 1 Desember 2021 hingga 30 November 2022 dengan mengusung tema "Recover Together, Recover Stronger". ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/wsj. (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A) (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/Hafidz Mubarak A)
“OECD mengusulkan itu dan kita ingin jadi satu capaian nyata dari Presidensi G20 Indonesia,” kata Staf Ahli Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan Internasional Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Wempi Saputra di Nusa Dua, Bali, Sabtu.
Wempi mengatakan perpajakan berbasis gender ini masuk dalam sesi pembahasan isu terkait perpajakan internasional dan disambut baik oleh para delegasi sehingga akan dirinci lebih lanjut pada event working group Presidensi G20 Indonesia berikutnya.
Ia menjelaskan perpajakan berbasis gender memang masih menjadi hal yang baru jika dilihat dalam pembahasan pajak internasional, sehingga belum ada kerangka aturan yang lebih detail.
Meski demikian Wempi menyakini gender tax ini akan menguntungkan bagi wanita yang akan terjun ke labour market serta pasar tenaga kerja yang juga berpotensi diberikan berbagai fasilitas perpajakan.
Baca juga: Presiden Jokowi: Indonesia fokus tiga hal sebagai Presidensi G20
Sebagai contoh, gender tax akan mampu lebih merinci mengenai maternity life para pekerja perempuan sehingga hal ini memberikan afirmasi tersendiri bagi pekerja wanita.
“Intinya secara umum berikan kebijakan afirmasi ke gender contoh teknis akan didetailkan lebih lanjut terkait maternity life. Ini salah satu contoh bagaimana memberikan kebijakan afirmasi perpajakan ke kaum wanita,” jelasnya.
Selain gender tax, dalam isu perpajakan internasional di FCBD Meeting turut melanjutkan pembahasan inclusiver framework pilar I yaitu mengenai taxing rate hak pemajakan terhadap keuntungan perusahaan multinasional.
Pilar I ini fokus pada pengenaan pajak terhadap perusahaan multinasional yang mendapatkan manfaat ekonomi dari yuridiksi atau negara terkait.
“Pilar I akan dibahas lebih lanjut dan mudah mudahan pertengahan 2022 akan dilakukan penandatanganan terkait konsesi,” katanya.
Perpajakan internasional juga membahas inclusiver framework pilar II mengenai Global Anti Base Erosion (Globe) dengan tujuan mengurangi kompetisi pajak serta melindungi basis pajak melalui penetapan tarif pajak minimum secara global.
Baca juga: Perry Warjiyo jelaskan lima agenda BI dalam Presidensi G-20
Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2021