Jakarta (ANTARA) - Rancangan Undang-Undang tentang Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBT) harus mampu mengintegrasikan aspirasi dari berbagai seluruh pemangku kepentingan, bukan hanya pemerintah dan PLN, tetapi juga dunia usaha terkait pengembangan EBT.

"Kita melihat masih versi awal (RUU EBT) antara ESDM, PLN dan dunia usaha terkait pengembangan masih parsial-parsial, belum terintegrasi," kata Anggota Komisi VII DPR RI Mukhtarudin dalam siaran pers di Jakarta, Sabtu.

Untuk itu, ujar dia, DPR RI sebagai lembaga legislatif terus berupaya melakukan pembahasan-pembahasan pada Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBT).

Ia menyatakan, dari aspek regulasi, diperlukan dukungan dari pemerintah bersama DPR untuk memperkuat regulasi dan kebijakan terkait EBT termasuk pentingnya koordinasi antarkementerian terkait.

Selain itu, Mukhtarudin menilai persiapan Indonesia menuju EBT merupakan pekerjaan rumah bersama, baik pemerintah, DPR dan pemangku kepentingan lain.

"Karena energi baru dan terbarukan itu bukan sebuah kebutuhan tapi sebuah kewajiban dan keharusan. Kita akan berangsur-angsur untuk meninggalkan energi fosil, meskipun kita tidak akan meninggalkan 100 persen," uucapnya.

Hal tersebut, lanjutnya, karena Indonesia dinilai masih memiliki daya dukung berupa sumber daya alam dengan potensi yang besar yang menjadi salah satu kekuatan ekonomi di Indonesia.

Di sisi lain, masih menurut dia, ada kendala pemanfaatan EBT seperti misalnya mahalnya investasi penggunaan EBT sehingga hal tersebut memerlukan stimulan dari pemerintah.

Sebagaimana diwartakan, Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian ESDM, optimistis target bauran energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23 persen pada 2025 akan tercapai.

Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian ESDM Chrisnawan Anditya dalam Indonesia-German Renewable Energy Day 2021, Selasa (30/11), mengatakan target tersebut akan bisa dicapai dengan dukungan segenap pemangku kepentingan hingga pemasangan PLTS Atap oleh masyarakat.

"Kami optimis dengan RUPTL dan dukungan semua stakeholder dan animo industri dengan seluruh masyarakat yang memasang PLTS Atap, kami yakin kontribusi 23 persen EBT pada 2025 dapat tercapai," katanya.

Chrisnawan menjelaskan bauran EBT sebesar 23 persen pada 2025 merupakan target jangka pendek yang harus dicapai pemerintah.

Sementara untuk jangka menengah, pemerintah menargetkan pencapaian target Nationally Determined Contribution (NDC) di mana Indonesia penurunan emisi pada 2030 mencapai 29 persen dengan kemampuan sendiri dan 41 persen dengan dukungan internasional.

Baca juga: DPR: RUU EBT ditargetkan selesai akhir 2021
Baca juga: Pemberian insentif tarif di RUU EBT dinilai berpotensi bebani APBN
Baca juga: Anggota DPR: RUU Energi Baru Terbarukan beri kepastian investor