Jakarta (ANTARA) - Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) sebagai asosiasi yang menaungi perusahaan- perusahaan pinjaman daring dengan izin Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan perubahan logo dengan tujuan agar semakin inklusif dan semakin dekat serta dikenal baik oleh masyarakat Indonesia.

Hal itu dilakukan agar masyarakat bisa mengenal citra industri pinjaman online legal dengan baik dan benar serta tidak terjerat dengan pinjaman online ilegal yang dalam beberapa bulan terakhir marak di Indonesia.

“AFPI ini terdiri dari berbagai perusahaan berbasis digital. Tentunya fintech yang berawal dari startup tidak boleh bosan berinovasi dan beradaptasi. Ini jadi poin penting dalam peluncuran logo baru ini, karena kita menyesuaikan dengan perkembangan industri. Logo ini ingin menunjukan AFPI sebagai asosiasi yang lebih inklusif,” kata Ketua Umum AFPI Adrian Gunadi dalam acara hibrid Peluncuran Logo Baru AFPI, Jumat.

AFPI mengubah logonya mejadi lebih sederhana dan mengambil warna baru yaitu hijau sehingga dapat lebih mudah dikenal oleh masyarakat.

Baca juga: AFPI berencana turunkan bunga pinjaman per hari

Baca juga: Cermati hal ini sebelum bertransaksi dan ajukan pinjol


Selain ingin menghadirkan citra asosiasi yang lebih inklusif, AFPI berkomitmen untuk meningkatkan pemberian informasi dan mengedukasi masyarakat agar bisa mengenal industri pinjaman online atau fintech lending yang beroperasi sesuai regulasi.

Pemberian informasi dan edukasi itu akan dilakukan secara masif di seluruh kanal media sosial AFPI mengingat saat ini layanan fintech di Indonesia didominasi oleh pengguna dari generasi digital dari milenial maupun generasi Z.

“Tentunya kami akan memberikan edukasi terkait industri fintech lending secara lebih komprehensif bahkan bisa menghadirkan simulasi sehingga memahami adanya perbedaan antara layanan- layanan yang ada di fintech,” ujar Adrian.

Tangkapan layar Logo Baru AFPI, Jumat (10/12/2021). (ANTARA/Livia Kristianti)

Tak hanya mengedukasi, untuk mempermudah komunikasi masyarakat tersampaikan pada AFPI lewat aduan maka situs website dan layanan pengaduan dari masyarakat akan diperbaharui.

Sebagai asosiasi yang ditunjuk OJK, AFPI bertugas untuk menaungi para pelaku industri fintech peer-to-peer lending maupun para konsumen yang mendapatkan layanan dari para anggota AFPI.

Dengan tanggung jawab itu, AFPI berkomitmen untuk memberikan perlindungan konsumen dan juga pelaku industri fintech dengan lebih maksimal.

“Layanan pengaduan itu merupakan jendela ya untuk masyarakat kepada AFPI, tentunya kami harap kami bisa lebih responsif ya,” ujar Adrian.

Hingga November 2021, AFPI telah memiliki 104 anggota yang terdiri dari para pelaku industri fintech peer-to-peer lending.

Asosiasi berusia tiga tahun itu berharap masyarakat bisa memilih layanan legal dari para anggotanya yang sudah memiliki izin dan terdaftar di OJK sehingga pendanaan yang dilakukan aman dan tidak berbahaya seperti pinjaman online ilegal.

Baca juga: OJK minta AFPI gencarkan edukasi bahaya pinjol ilegal

Baca juga: Tekfin diharapkan mampu perluas akses pendanaan usaha masyarakat

Baca juga: Literasi digital penting bagi perlindungan konsumen belanja daring