Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa'adi mendorong kepada masyarakat khususnya santri hingga mahasiswa agar berani melapor jika menjadi korban kekerasan seksual.

"Berharap kasus serupa tidak terjadi lagi. Mendorong para korban untuk berani melaporkan setiap tindakan mencurigakan atau tidak benar dari para oknum, siapapun itu," ujar Zainut dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.

Pernyataan itu disampaikan Zainut agar kasus dugaan pemerkosaan yang dilakukan guru pesantren, HW (36), terhadap belasan santri di Kota Bandung, tidak terulang kembali.

Zainut mengatakan Kemenag sudah mencabut izin operasional pesantren Manarul Huda Antapani dan Madani Boarding School Cibiru yang dipimpin oleh HW.

Baca juga: Komnas Perempuan sebut kasus kekerasan seksual didominasi ranah privat
Baca juga: Kekerasan seksual rendahkan kemanusiaan

Kemenag juga memberikan afirmasi terhadap peserta didik dan korban. Mereka dipulangkan dari pesantren untuk dapat meneruskan pendidikannya, baik di madrasah, sekolah umum, atau Pendidikan Kesetaraan Pondok Pesantren Salafiyah sesuai pilihannya.

"Upaya ini difasilitasi oleh Kementerian Agama Kabupaten/Kota sesuai domisili mereka," ujarnya.

Menurutnya, Kemenag akan bersinergi dengan KPAI untuk melakukan pendampingan terhadap anak-anak yang menjadi korban pelecehan seksual. Pihaknya juga mendorong optimalisasi peran Dewan Masyayikh dalam mengawal penjaminan mutu pesantren, termasuk aspek perlindungan santri.

"Saya mendukung tindakan tegas kepolisian terhadap pelakunya dan diberikan sangsi sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku," kata dia.

Baca juga: Komnas Perempuan: Penanganan kasus kekerasan perempuan masih lemah
Baca juga: Perkuat payung hukum cegah kekerasan seksual pada anak ​​​​​Ia mengatakan masyarakat dapat berpartisipasi dalam mendorong terbentuknya wahana pendidikan karakter dan pembinaan moral di dalam masyarakat dan lingkungan pesantren. Partisipasi itu diperkuat melalui pasal 51 UU Pesantren.

"Kemenag mengajak organisasi pesantren, ormas Islam, dan masyarakat untuk meningkatkan pembinaan dalam rangka pencegahan terjadinya kembali kekerasan seksual di lingkungan pendidikan," ujar Wamenag.

Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat menyebut guru sekaligus pemilik pondok pesantren berinisial HW (36) terancam hukuman 20 tahun penjara akibat perbuatannya yang memerkosa 12 santriwati hingga hamil dan melahirkan.

Plt Asisten Pidana Umum Kejati Jawa Barat Riyono mengatakan HW kini berstatus sebagai terdakwa karena sudah menjalani persidangan. HW terjerat dengan Pasal 81 UU Perlindungan Anak.

"Ancamannya 15 tahun, tapi perlu digarisbawahi di situ ada pemberatan karena sebagai tenaga pendidik, jadi ancamannya menjadi 20 tahun," kata Riyono.

Dia menjelaskan aksi tak terpuji itu diduga sudah HW lakukan sejak tahun 2016. Dalam aksinya tersebut, ada sebanyak 12 orang santriwati yang menjadi korban yang pada saat itu masih di bawah umur.

Baca juga: Polisi ungkap kasus asusila guru pesantren di Bandung selama 4 tahun
Baca juga: Kemenag Bandung pindahkan para santri pesantren oknum guru asusila

Baca juga: P2TP2A Garut dampingi santriwati korban tiindak asusila oknum guru