Jember (ANTARA News) - Menteri Kehutanan MS Ka`ban menyatakan, hutan di Jawa saat ini hanya tinggal 18 persen, jauh dari kondisi ideal untuk menopang lingkungan yang baik yakni 30 persen dari luas wilayah Pulau Jawa. "Sekitar dua per tiga penduduk Indonesia tinggal di Jawa. Jadi, hutan kini mulai terdesak oleh pertumbuhan penduduk yang cepat," katanya disela-sela menyerahkan bantuan kepada korban banjir bandang dan tanah longsor di Jember, Kamis. Kepadatan penduduk yang tinggi dibarengi desakan kebutuhan ekonomi serta tingkat kemiskinan yang masih besar, membuat luas hutan semakin hari semakin berkurang dari yang diharapkan. "Ada lagi penyebab hutan menjadi semakin berkurang, yakni tidak adanya pola pikir masyarakat yang selama ini banyak mengembangkan budidaya pertanian dengan pola pikir membudidayakan pula tanaman kayu," ujarnya. Karena itu, untuk menambah luasan hutan yang tinggal 18 persen tersebut, semua pihak harus bahu membahu agar luas hutan kembali meningkat. "Gerakan penghijauan (GRLHN) yang dijalankan pemerintah saja tidak cukup, tapi juga harus diikuti semua pihak," ujar MS Ka`ban. Ditanya tentang adanya oknum-oknum Departemen Kehutanan atau Perum Perhutani yang berperan dalam pencurian kayu (illegal loogging) sehingga hutan semakin mengecil, Menhut mengemukakan bahwa pihaknya telah bertindak tegas orang-otang yang menjadi oknum pencurian kayu. "Kita sudah memecati banyak karyawan, lebih dari 10 orang. Tapi, memang cukong-cukongnya belum," akunya. Menyeluruh Sementara itu, ditanya sekitar musibah banjir dan tanah longsor di Jember dan Banjarnegara, Menhut lebih lanjut mengemukakan bahwa untuk melihat kejadian itu harus dilihat secara menyeluruh, tidak bisa hanya melihat dari satu sisi kondisi hutannya saja. Untuk melihat kejadian di Jember dan Banjarnegara perlu dilihat aspek kehutanannya, aspek geologinya, tekanan penduduknya serta pengaruh alamnya, khususnya curah hujan. Kejadian di Jember, menurut dia, banyak disebabkan kondisi geografi atau geologi Kecamatan Panti dan sekitarnya di lereng bukit Hyang Argopura dengan kemiringan tajam, cekungan-cekungan berair di bukit serta alur air dari atas yang mengarah dalam satu kawasan. Apalagi, hujan di Jember sebelum kejadian cukup deras--diperkirakan mencapai 115 mm-- dan dalam durasi cukup lama, sekitar tiga hari, sehingga tanah menjadi jenuh, tanaman tidak mampu mengikat tanah sehingga timbul banjir bandang dan tanah longsor. Sedangkan di Banjarnegara diperkirakan juga masalah alam, utamanya karena curah tinggi dibarengi dengan desakan penduduk. Karena itu, ia mengingatkan agar peringatan-peringatan dan deteksi-deteksi dini tentang kemungkinan akan terjadinya banjir maupun tanah longsor agar tidak dianggap sepele. "Ini tugas semuanya, khususnya pemerintah daerah," ucapnya. Mengenai peta-peta rawan bencana di Jawa, Menhut mengemukakan bahwa seluruh daerah dengan kemiringan tinggi dan pegunungan merupakan daerah rawan bencana. Karena itu, ia kembali mengingatkan agar masyarakat hati-hati kalau membuka lahan, harus memperhatikan aspek konservasi.(*)