Jurnalis ASEAN Membagi Kisah Meliput KTT
6 Mei 2011 22:06 WIB
Sejumlah wartawan media nasional dan asing menggunakan komputer di Media Centre KTT ASEAN ke-18 di Balai Sidang, Jakarta. (ANTARA/Widodo S. Jusuf)
Jakarta (ANTARA News) - Ada yang baru pertama kali meliput KTT ASEAN di luar negaranya. Ada yang sudah bolak balik dari satu negara ASEAN satu ke satu negara ASEAN lainnya.
"Yang menarik adalah KTT yang berlangsung di Thailand, karena pada saat itu para pemimpinnya sampai diterbangkan pakai helikopter karena kondisi yang rusuh," kata seorang wartawan senior asal Singapura yang setengah mati memohon untuk tak dituliskan namanya.
Ia mengaku, kali itulah dia pertama kali menyaksikan ada "badai" disebabkan gejolak politik domestik dalam penyelengaraan KTT ASEAN.
Ia mengambarkan kejadian itu begitu mencekam karena Royal Cliff Hotel, tempat KTT itu diadakan, diserang dan kaca-kaca gedungnya hancur.
Berkali-kali meliput KTT ASEAN, tapi insiden di Thailand itu adalah pengalaman tak terlupakan bagi pria paruh baya itu.
Ketika dibawa loncat ke KTT ASEAN kali ini, roman mukanya berubah.
Meski Menteri Komunikasi dan Informasi Tifatul Sembiring telah menyampaikan permohonan maafnya atas ketidaknyaman yang dirasakan media kemarin, si jurnalis asal Singapura ini masih menyimpan kecewa pada penyelengaraan KTT di Jakarta ini.
"Waktu KTT di Laos, Vietnam dan Malaysia, media center-nya jauh lebih baik, makanannya juga sangat baik," ungkapnya kesal.
Dia tak habis pikir, banyak ruang di balai sidang yang masih kosong, tetapi media center malah berada di tenda yang menurutnya sangat tidak nyaman.
Jurnalis veteran ini sangat terganggu oleh desain ruangan media center. Ketika dia sedang bekerja dan saat bersamaa ada orang melewati meja tempatnya bekerja, segera kursi dan meja tempatnya bekerja ikut bergetar agak keras. Itu menganggu sekali, katanya.
"Masa di meja makan media center banyak lalat beterbangan," ujarnya.
Tapi dia memuji media center tambahan di dalam gedung yang disebutnya jauh lebih baik ketimbang yang berada ditenda.
Lain hal dengan wartawan Filipina. Seorang wartawati asal Filipina malah menilai perhelatan di Jakarta lebih baik dibandingkan KTT ASEAN sebelumnya yang pernah diikutinya.
"Waktu KTT di Hanoi itu tak tersedia kursi dan para jurnalis berdiri sepanjang hari," kata Maria Johnetta Vilavkay Glolagan (30).
Dia asli Filipina, tetapi dia bekerja untuk surat kabar Asahi Shimbun, Jepang.
Jonna, begitu ia akrab disapa, mengisahkan pengalaman uniknya di Hanoi itu. Saat itu dia sedang mengandung anak pertamanya, tapi dia harus berebut mengabadikan foto bersama jurnalis dari negara lain, sedangkan tempat duduk tidak tersedia untuknya.
Jonna juga mengaku terkesan pada KTT di Thailand dua tahun lalu. Di situ, dia merasa dimanjakan oleh objek-objek wisata menarik yang sebagian diantaranya menginspirasinya untuk dituliskan.
Tapi, dalam soal media center, seperti si jurnalis Singapura itu, Maria juga kecewa, cuma tidak sebesar si Singapura itu. Jonna ingin kondisi media center ditinjau ulang, demi kenyamanan bersama. (*)
Yudha
"Yang menarik adalah KTT yang berlangsung di Thailand, karena pada saat itu para pemimpinnya sampai diterbangkan pakai helikopter karena kondisi yang rusuh," kata seorang wartawan senior asal Singapura yang setengah mati memohon untuk tak dituliskan namanya.
Ia mengaku, kali itulah dia pertama kali menyaksikan ada "badai" disebabkan gejolak politik domestik dalam penyelengaraan KTT ASEAN.
Ia mengambarkan kejadian itu begitu mencekam karena Royal Cliff Hotel, tempat KTT itu diadakan, diserang dan kaca-kaca gedungnya hancur.
Berkali-kali meliput KTT ASEAN, tapi insiden di Thailand itu adalah pengalaman tak terlupakan bagi pria paruh baya itu.
Ketika dibawa loncat ke KTT ASEAN kali ini, roman mukanya berubah.
Meski Menteri Komunikasi dan Informasi Tifatul Sembiring telah menyampaikan permohonan maafnya atas ketidaknyaman yang dirasakan media kemarin, si jurnalis asal Singapura ini masih menyimpan kecewa pada penyelengaraan KTT di Jakarta ini.
"Waktu KTT di Laos, Vietnam dan Malaysia, media center-nya jauh lebih baik, makanannya juga sangat baik," ungkapnya kesal.
Dia tak habis pikir, banyak ruang di balai sidang yang masih kosong, tetapi media center malah berada di tenda yang menurutnya sangat tidak nyaman.
Jurnalis veteran ini sangat terganggu oleh desain ruangan media center. Ketika dia sedang bekerja dan saat bersamaa ada orang melewati meja tempatnya bekerja, segera kursi dan meja tempatnya bekerja ikut bergetar agak keras. Itu menganggu sekali, katanya.
"Masa di meja makan media center banyak lalat beterbangan," ujarnya.
Tapi dia memuji media center tambahan di dalam gedung yang disebutnya jauh lebih baik ketimbang yang berada ditenda.
Lain hal dengan wartawan Filipina. Seorang wartawati asal Filipina malah menilai perhelatan di Jakarta lebih baik dibandingkan KTT ASEAN sebelumnya yang pernah diikutinya.
"Waktu KTT di Hanoi itu tak tersedia kursi dan para jurnalis berdiri sepanjang hari," kata Maria Johnetta Vilavkay Glolagan (30).
Dia asli Filipina, tetapi dia bekerja untuk surat kabar Asahi Shimbun, Jepang.
Jonna, begitu ia akrab disapa, mengisahkan pengalaman uniknya di Hanoi itu. Saat itu dia sedang mengandung anak pertamanya, tapi dia harus berebut mengabadikan foto bersama jurnalis dari negara lain, sedangkan tempat duduk tidak tersedia untuknya.
Jonna juga mengaku terkesan pada KTT di Thailand dua tahun lalu. Di situ, dia merasa dimanjakan oleh objek-objek wisata menarik yang sebagian diantaranya menginspirasinya untuk dituliskan.
Tapi, dalam soal media center, seperti si jurnalis Singapura itu, Maria juga kecewa, cuma tidak sebesar si Singapura itu. Jonna ingin kondisi media center ditinjau ulang, demi kenyamanan bersama. (*)
Yudha
Pewarta: Yudha Pratama Jaya
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2011
Tags: