Jakarta (ANTARA) - Indonesia Eximbank Institute menilai ekspor produk makanan olahan terutama ke negara-negara tujuan ekspor nontradisional kini makin terbuka seiring dengan pandemi yang menyebabkan pembatasan mobilitas sehingga aktivitas masyarakat lebih banyak dilakukan di rumah.

Kepala Divisi IEB Institute LPEI Rini Satriani mengatakan salah satu produk makanan olahan yang meningkat ekspornya adalah mi instan. Selama 2020-2021, sejumlah negara tujuan ekspor utama Indonesia yang mencatatkan adanya peningkatan permintaan mi instan antara lain ke Timor Leste (9,78 juta dolar AS), Kamboja (7,75 juta dolar AS), Taiwan (6,42 juta dolar AS), Vietnam (3,29 juta dolar AS) dan Madagaskar (1,98 juta dolar AS).

"Destinasi ini merupakan pasar nontradisional sehingga memberikan sinyal bahwa peluang pasar ke depan semakin terbuka tidak hanya untuk mi instan tetapi produk makanan olahan lainnya," ujar Rini dalam keterangan di Jakarta, Kamis.

Pandemi COVID-19 mendorong berbagai negara menerapkan kebijakan pembatasan kegiatan sosial yang ketat guna menekan mobilitas maupun aktivitas masyarakat di luar rumah. Hal itu semakin mendorong kecenderungan masyarakat untuk menyimpan makanan sebagai bentuk antisipasi diperpanjangnya pembatasan sosial, salah satunya adalah mi instan yang sangat populer pada masyarakat dunia.

Berdasarkan data World Instant Noodle Association, konsumsi mi instan global mencapai 116,56 miliar porsi, dan Indonesia berada di peringkat kedua dengan mengkonsumsi 12,6 miliar porsi atau setara dengan 10,84 persen konsumsi dunia pada 2020.

Meningkatnya konsumsi mi instan tersebut juga dikonfirmasi oleh hasil survei yang dilakukan Trailer Park Group Variety (TPG)/Variety Intelligence Platform Covid Impact Study yang mencatat bahwa masyarakat usia produktif di AS lebih banyak menonton TV, film dan media digital lainnya pada masa pandemi yang turut mendongkrak konsumsi mi instan sebagai salah satu jenis makanan yang mudah diolah dan dikonsumsi ketika meningkatnya waktu yang dihabiskan di rumah.

Rini mengatakan bahwa Indonesia tidak hanya mengkonsumsi untuk di dalam negeri saja, tetapi mi instan Indonesia sudah diekspor dengan tren yang meningkat termasuk ke pasar nontradisional. Pada 2020, total ekspor mie instan Indonesia mencapai 271,34 juta dolar AS, meningkat 22,96 persen (yoy) dari 2019 (220,7 juta dolar AS). Data terkini menunjukkan nilai ekspor kumulatif Januari - September 2021 tercatat sebesar 185,04 juta dolar AS.

Ekspor mie instan Indonesia pada 2020 sebagian besar ditujukan ke Malaysia (31,4 persen), diikuti Australia (9,84 persen), Singapura (4,7 persen), Amerika Serikat (4,51 persen) dan Timor Leste (4,25 persen). Ekspor Indonesia ke lima negara tujuan tersebut pada 2020 tumbuh positif dan pada tren meningkat selama lima tahun terakhir (2016-2020), yang tercermin dari tingkat pertumbuhan per tahun selama rentang periode waktu tertentu atau mencerminkan Compound Annual Growth Rate (CAGR) yang positif.

Berdasarkan data Trade Map, Indonesia juga merupakan negara peringkat empat eksportir produk pasta (HS-Code 190230) dunia pada 2020 setelah Tiongkok (17,55 persen), Korea Selatan (16,75 persen) dan Thailand (8,71 persen). Indonesia sendiri menguasai 7,48 persen pangsa ekspor produk pasta dunia. Ekspor produk pasta terbesar Indonesia (2020) adalah mi instan dengan porsi 88,49 persen, sisanya adalah pasta jenis lainnya (11,12 persen), soun (0,27 persen) dan bihun (0,11 persen).

"Jadi dapat dikatakan bahwa mi instan dan produk pasta lainnya asal Indonesia memiliki cita rasa tersendiri di kalangan penikmat mi maupun pasta di dunia," kata Rini.

Baca juga: UKM makanan ringan Lampung bukukan transaksi ekspor ke Mesir
Baca juga: ITPC Vancouver gelar pameran, bidik pasar makanan dan minuman Kanada
Baca juga: Wamendag ungkap 3 produk pangan RI yang paling diincar pasar ekspor