Jakarta (ANTARA) - Pihak Rumah Sakit (RS) Pelabuhan Jakarta berkolaborasi dengan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) guna memperkuat perlindungan bagi Pekerja Miigran Indonesia (PMI).

Kepala Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta Dr Dwi Aryani mengatakan kerja sama tersebut untuk membentuk Pekerja Migran Indonesia yang berkualitas dan semakin terlindungi secara hukum.

Baca juga: BP2MI gandeng BPJS untuk jamin perlindungan pekerja migran

"Mudah-mudahan dengan perlindungan hukum mereka akan mendapatkan sesuai dengan harapannya. Kami, RS Pelabuhan menyampaikan bahwa putra-putri terbaik yang kita kirim itu adalah kualitas terbaik. Bahwa RS Pelabuhan Jakarta siap membantu," katanya di Pancoran, Jakarta Selatan, Rabu.

Adapun penandatangan kerja sama tersebut dilangsungkan bersamaan dengan penandatanganan Nota Kesepakatan dan Perjanjian Kerja Sama dengan 16 Pemerintah Daerah, satu yayasan, empat lembaga pendidikan, dan lima lembaga kesehatan bersama Kepala BP2MI Benny Rhamdani.

Dwi Aryani mengatakan RS Pelabuhan sebagai tempat yang ditunjuk untuk mengecek kesehatan siap memberikan pelayanan kesehatan secara optimal kepada para Pekerja Migran Indonesia yang hendak dikirim ke Korea.

Dia pun berharap melalui kerja sama ini akan semakin memperkuat perlindungan kesehatan para Pekerja Migran Indonesia yang dikirim ke luar negeri hingga kembali ke Tanah Air.

"Jadi mereka harus memenuhi syarat karena program itu juga ngelink dengan Korea, jadi di sini sehat dan disana sehat dan Alhamdulillah selama ini berlangsung dengan baik," tutur dia.

Kepala BP2MI, Benny Rhamdani menyampaikan kerja sama itu merupakan salah satu perwujudan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI).

Baca juga: Kemarin, PSBB terakhir hingga penggerebekan penampungan ABK

Hal itu secara khusus termaktub dalam Pasal 40,41 dan 42 yang memberikan tanggung jawab dan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk memberdayakan dan melindungi Pekerja Migran Indonesia.

“Kerja sama ini mencakup optimalisasi peran dari masing-masing pihak, baik BP2MI, Pemerintah Daerah, lembaga pendidikan, maupun lembaga kesehatan untuk mendukung pelaksanaan pelindungan PMI,” ujar Benny.

Berdasarkan data dari World Bank, ada 9 juta Pekerja Migran Indonesia yang saat ini tersebar di 150 negara dunia. Namun, kata Benny, hanya 4,4 juta PMI yang tercatat di dalam sistem milik BP2MI dan dapat dipastikan telah berangkat secara prosedural, sehingga data mereka tercatat dengan jelas dan berada dalam pelindungan negara.

“Di sisi lain, 4,6 juta PMI lainnya adalah PMI nonprosedural. Sebanyak 90 persen dari mereka adalah korban dari penempatan kerja yang tidak resmi.
Saya dapat katakan bahwa Indonesia saat ini sedang berada dalam masa darurat penempatan ilegal PMI, yang dikendalikan oleh para mafia dan sindikat,” ungkap Benny.

Padahal, lanjut Benny, kesempatan bekerja ke luar negeri terbuka sangat besar, contohnya Jepang yang membuka kesempatan untuk 70 ribu tenaga kesehatan dari Indonesia, namun saat ini Indonesia baru dapat memenuhi sekitar 4 ribu.

“Misalnya di Jepang, penghasilan rata-rata berkisar Rp22 juta-Rp30 juta. Jika tidak menjadi Kepala BP2MI, saya sangat tertarik untuk bekerja di luar negeri dengan gaji sebesar itu,” kata dia.

Baca juga: BP2MI ingin perkuat sinergi perlindungan TKI