Peneliti CSIS sebut daya tahan demokrasi di Indonesia relatif kuat
8 Desember 2021 18:29 WIB
Peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes saat menjadi panelis dalam diskusi publik yang diselenggarakan What's Viral bertajuk "Demokrasi Timur Berjaya (?)", Jakarta, Rabu (8/12/2021). ANTARA/Tri Meilani Ameliya.
Jakarta (ANTARA) - Peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes menyebut daya tahan demokrasi di Indonesia relatif kuat meskipun terjadi penurunan indeks demokrasi.
"Di tengah situasi penurunan indeks demokrasi, saya kira kita masih punya optimisme (untuk kembali membaik) karena kita punya daya tahan demokrasi yang kuat," ujar Arya Fernandes.
Hal tersebut disampaikannya saat menjadi panelis dalam diskusi publik yang diselenggarakan What's Viral bertajuk Demokrasi Timur Berjaya (?) di Jakarta, Rabu.
Daya tahan itu, lanjut Arya, bersumber dari modal sosial Indonesia yang kuat.
Modal tersebut, kata dia, dapat dilihat melalui keberadaan rasa saling percaya di antara masyarakat, harmonisasi kehidupan, dan sikap Indonesia sebagai negara yang cenderung menghindari konflik.
Selain modal sosial, kata Arya, Indonesia juga memiliki daya tahan demokrasi yang kuat karena adanya kepercayaan publik kepada pemerintah.
"Trust (kepercayaan) publik kepada lembaga eksekutif cukup tinggi. Yang menjadi soal, trust kepada lembaga noneksekutif," ucap Arya.
Menurut dia, kepercayaan publik pada lembaga pemerintah noneksekutif itu perlu diperbaiki sehingga daya tahan demokrasi di Indonesia pun dapat makin kuat.
Di samping itu, kata Arya, di tengah penurunan indeks demokrasinya, Indonesia masih memiliki daya tahan demokrasi yang relatif kuat karena kepuasan publik terhadap pemerintahan masih tinggi, yaitu di atas 60 persen.
"Kepuasan publik terhadap demokrasi sebagai satu-satunya sistem politik yang cocok untuk Indonesia itu cukup tinggi. Kalau kita lihat agregat dari survei Indikator senilai 67,4 persen dan survei terakhirnya 71,9 persen," kata Arya Fernandes.
Terkait dengan penurunan indeks demokrasi di Indonesia, Arya menilai kondisi tersebut terjadi karena tiga faktor.
Pertama, kata dia, penurunan itu disebabkan sistem kepartaian di Indonesia yang memburuk sebagaimana hasil pengamatan dari Analis Australian National University Marcus Mietzner.
Marcus Mietzner berpendapat memburuknya sistem kepartaian di Indonesia disebabkan tiga aspek, yaitu lemahnya representasi, menguatnya personalisasi politik, dan tidak adanya demokrasi internal partai.
Kedua, ada pula polarisasi politik yang menguat dalam dua pemilu terakhir dan yang ketiga adalah korupsi politik. Hal-hal itu, menurut Arya, menurunkan indeks demokrasi di Indonesia.
Baca juga: Anggota DPR: Demokrasi, hukum, dan etika tingkatkan kualitas demokrasi
Baca juga: Akademikus: Media massa berperan penting dalam mencapai demokrasi
"Di tengah situasi penurunan indeks demokrasi, saya kira kita masih punya optimisme (untuk kembali membaik) karena kita punya daya tahan demokrasi yang kuat," ujar Arya Fernandes.
Hal tersebut disampaikannya saat menjadi panelis dalam diskusi publik yang diselenggarakan What's Viral bertajuk Demokrasi Timur Berjaya (?) di Jakarta, Rabu.
Daya tahan itu, lanjut Arya, bersumber dari modal sosial Indonesia yang kuat.
Modal tersebut, kata dia, dapat dilihat melalui keberadaan rasa saling percaya di antara masyarakat, harmonisasi kehidupan, dan sikap Indonesia sebagai negara yang cenderung menghindari konflik.
Selain modal sosial, kata Arya, Indonesia juga memiliki daya tahan demokrasi yang kuat karena adanya kepercayaan publik kepada pemerintah.
"Trust (kepercayaan) publik kepada lembaga eksekutif cukup tinggi. Yang menjadi soal, trust kepada lembaga noneksekutif," ucap Arya.
Menurut dia, kepercayaan publik pada lembaga pemerintah noneksekutif itu perlu diperbaiki sehingga daya tahan demokrasi di Indonesia pun dapat makin kuat.
Di samping itu, kata Arya, di tengah penurunan indeks demokrasinya, Indonesia masih memiliki daya tahan demokrasi yang relatif kuat karena kepuasan publik terhadap pemerintahan masih tinggi, yaitu di atas 60 persen.
"Kepuasan publik terhadap demokrasi sebagai satu-satunya sistem politik yang cocok untuk Indonesia itu cukup tinggi. Kalau kita lihat agregat dari survei Indikator senilai 67,4 persen dan survei terakhirnya 71,9 persen," kata Arya Fernandes.
Terkait dengan penurunan indeks demokrasi di Indonesia, Arya menilai kondisi tersebut terjadi karena tiga faktor.
Pertama, kata dia, penurunan itu disebabkan sistem kepartaian di Indonesia yang memburuk sebagaimana hasil pengamatan dari Analis Australian National University Marcus Mietzner.
Marcus Mietzner berpendapat memburuknya sistem kepartaian di Indonesia disebabkan tiga aspek, yaitu lemahnya representasi, menguatnya personalisasi politik, dan tidak adanya demokrasi internal partai.
Kedua, ada pula polarisasi politik yang menguat dalam dua pemilu terakhir dan yang ketiga adalah korupsi politik. Hal-hal itu, menurut Arya, menurunkan indeks demokrasi di Indonesia.
Baca juga: Anggota DPR: Demokrasi, hukum, dan etika tingkatkan kualitas demokrasi
Baca juga: Akademikus: Media massa berperan penting dalam mencapai demokrasi
Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2021
Tags: