Singapura (ANTARA) - Harga minyak naik tipis di perdagangan Asia pada Selasa pagi, setelah rebound hampir lima persen sehari sebelumnya karena kekhawatiran tentang dampak varian Omicron terhadap permintaan bahan bakar global mereda, sementara pembicaraan nuklir Iran menemui hambatan, menunda kembalinya minyak mentah Iran.

Harga minyak mentah berjangka Brent naik 34 sen atau 0,5 persen, menjadi diperdagangkan di 73,42 dolar AS per barel pada pukul 01.24 GMT, setelah menetap 4,6 persen lebih tinggi pada Senin (6/12/2021).

Harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS bertambah 43 sen atau 0,6 persen, menjadi diperdagangkan di 69,92 dolar AS per barel, setelah melonjak 4,9 persen di sesi sebelumnya.

Harga minyak terpukul pekan lalu karena kekhawatiran bahwa vaksin mungkin kurang efektif terhadap varian baru virus corona Omicron, memicu kekhawatiran bahwa pemerintah-pemerintah dapat memberlakukan kembali pembatasan untuk mengekang penyebarannya serta memukul pertumbuhan global dan permintaan minyak.

Namun, seorang pejabat kesehatan Afrika Selatan melaporkan pada akhir pekan bahwa kasus Omicron di sana hanya menunjukkan gejala ringan. Juga, pejabat tinggi penyakit menular AS, Anthony Fauci, mengatakan kepada CNN "sepertinya tidak ada tingkat keparahan yang besar" sejauh ini.

Baca juga: Harga minyak melonjak hampir 5 persen, ditopang kebijakan Arab Saudi

"Ini menurunkan kemungkinan skenario terburuk yang telah diperkirakan oleh pasar minyak selama beberapa minggu terakhir," kata analis ANZ dalam sebuah catatan.

Dalam tanda kepercayaan lain dalam permintaan minyak, eksportir utama dunia Arab Saudi menaikkan harga minyak mentah bulanan pada Minggu (5/12/2021). Ini terjadi setelah Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya, sebuah kelompok yang dikenal sebagai OPEC+, setuju untuk terus meningkatkan produksi sebesar 400.000 barel per hari pada Januari meskipun cadangan minyak strategis AS telah dirilis.

Penundaan pengembalian minyak Iran juga mendukung harga. Pembicaraan tidak langsung nuklir AS-Iran telah menemui hambatan. Jerman mendesak Iran pada Senin (6/12/2021) untuk menyajikan proposal yang realistis dalam pembicaraan mengenai program nuklirnya.

"Sementara negosiasi masih bisa menemukan keberhasilan ketika mereka memulai kembali pembicaraan akhir pekan ini, pasar mungkin perlu mempertimbangkan penundaan yang lebih lama untuk ekspor minyak Iran," kata analis komoditas Commonwealth Bank of Australia Vivek Dhar dalam sebuah catatan.

"Itu positif untuk harga minyak dan mendukung rencana OPEC+ untuk meningkatkan produksi minyak hingga 2022."

Sementara itu, Irak juga telah menyatakan optimisme atas permintaan dan harga yang lebih tinggi sementara eksekutif minyak dan gas global memperingatkan kurangnya investasi dan kebutuhan bahan bakar fosil meskipun ada dorongan untuk energi yang lebih bersih.

"Tampaknya aksi jual harga minyak utama telah berakhir karena pertengahan 60-an dolar AS telah memberikan dukungan yang kuat dan telah disertai dengan pengingat bahwa pasar minyak akan tetap rentan terhadap beberapa kekurangan selama beberapa tahun ke depan," Analis OANDA Edward Moya mengatakan dalam sebuah catatan.

Baca juga: Dolar menguat tipis, ditopang minimnya perkembangan negatif Omicron