Jakarta (ANTARA) - Kementerian Perindustrian memacu produktivitas susu segar dalam negeri (SSDN) guna memenuhi kebutuhan bahan baku industri pengolahan susu, yang sekaligus dapat mengurangi impor susu segar.

“Saat ini, pasokan susu segar dari dalam negeri mencukupi kebutuhan industri sekitar 22 persen. Jadi, kami berupaya mengakselerasi kebijakan substitusi impor sebesar 35 persen tahun 2022,” kata Plt Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin Putu Juli Ardika di Jakarta, Senin.

Putu menyebutkan salah satu tantangan saat ini dalam pengembangan produksi SSDN, yaitu produktivitas susu segar dari sapi perah rakyat hanya 8-12 liter per ekor per hari. Sementara itu, secara best practice-nya, yang ideal bisa mencapai 30 liter per ekor per hari.

“Kalau kita bisa meningkatkan produksi susu segar ini, tentunya akan meningkatkan juga pendapatan para peternak sapi lokal,” tuturnya.

Guna mengatasi tantangan untuk memacu produksi SSDN, menurut Putu, salah satu kuncinya adalah penyediaan pakan hijauan yang berkualitas, di samping pemeliharaan sapi perah yang baik..

“Setelah kami belajar dari para praktisi dan akademisi, pakan hijauan menjadi salah satu faktor penting dalam menggenjot produksi susu segar dari sapi perah,” imbuhnya.

Oleh sebab itu, Kemenperin mendorong industri pengolahan susu dapat ikut berkontribusi membudidayakan pakan hijauan, dan Kemenperin juga memacu investasi industri pengolahan pakan hijauan guna menumbuhkan sektor tersebut.

“Artinya, ada upaya penciptaan wirausaha dan peluang bisnis baru. Kalau kita bisa menghasilkan pakan hijauan yang berkualitas dan kompetitif, akan mendongkrak produktivitas industri pengolahan susu di tanah air. Apalagi, investasi di sektor industri pengolahan susu terus tumbuh,” papar Putu.

Oleh karenanya, Kemenperin akan mengembangkan pengolahan pakan hijauan, khususnya industri yang terintegrasi dengan bahan baku pakannya. Upaya ini diyakini dapat memberikan efek ekonomi yang luas, dari peternak sapi perah lokal, koperasi, hingga industri.

“Untuk mencapai sasaran tersebut, perlu dukungan dari seluruh pemangku kepentingan terkait. Dalam hal ini, Kemenperin sudah punya MoU dengan Kementerian Pertanian, yang bisa ditindaklanjuti kerja samanya,” tegas Putu.

Dosen Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Marjuki menyampaikan bahwa kendala utama dalam peternakan sapi perah adalah bibit sapi perah dan pakannya.

“Untuk ketersediaan bibit unggul saat ini sudah mulai baik, mulai dari sapi potong hingga sapi perah,” ujarnya.

Marjuki sependapat, ketersediaan pakan hijauan menjadi salah satu faktor penting dalam meningkatkan produksi SSDN.

“Pakan itu terdiri dari dua, yaitu konsentrat dan hijauan. Untuk konsentrat, menurut kami, saat ini lebih mudah didapatkan karena sumber bahan bakunya bisa dari mana saja,” terangnya.

Oleh sebab itu, solusi pakan menjadi hal yang mendesak, khususnya untuk jenis ruminansia.

“Karena di dalam negeri belum banyak yang membudidayakan pakan hijauan. Walaupun dari petani kita sudah ada yang mengembangkan, tetapi dari kuantitas dan kualitasnya masih belum memenuhi,” tandasnya.

Menurut Marjuki, pengembangan industri pakan hijauan menjadi program strategis bagi Kemenperin karena dinilai dapat mendukung produktivitas industri pengolahan susu.

“Jadi, sangat penting untuk menumbuhkan industri pengolahan pakan hijauan ini. Apalagi, kita punya sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pakannya,” ungkapnya.

Baca juga: Kemenperin dorong peningkatan produksi susu sapi perah
Baca juga: Kemenperin: Industri pengolahan susu potensial dikembangkan di RI

Baca juga: Perusahaan susu bagikan 30 ribu gelas susu segar pada tenaga medis