Waka MPR: Perlu evaluasi struktur kelembagaan penanganan kasus HAM
6 Desember 2021 17:56 WIB
Tangkapan layar - Wakil Ketua MPR, Arsul Sani, menyampaikan paparan dalam diskusi publik menyambut Hari HAM 2021 yang bertajuk “Refleksi 21 Tahun UU Pengadilan HAM”, yang disiarkan secara langsung di kanal YouTube Humas Komnas HAM, dan dipantau dari Jakarta, Senin (6/12/2021). ANTARA/Putu Indah Savitri.
Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua MPR, Arsul Sani, mengatakan, perlu ada evaluasi struktur kelembagaan penanganan kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat saat melakukan revisi UU Pengadilan HAM.
“Ada masalah sistem hukum acara yang menimbulkan perbedaan persepsi di kalangan penyidik, yaitu Kejaksaan, dan penyelidik, yaitu Komnas HAM, dalam Undang-Undang Pengadilan HAM,” kata dia, ketika menyampaikan paparan dalam diskusi publik menyambut Hari HAM 2021 yang bertajuk “Refleksi 21 Tahun UU Pengadilan HAM”, yang disiarkan secara langsung di kanal YouTube Humas Komnas HAM, dan dipantau dari Jakarta, Senin.
Baca juga: Wakil Ketua Komnas HAM: UU Pengadilan HAM perlu direvisi
Sebelumnya, Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edward Hiariej, juga sempat menyebutkan, sering terjadi ketegangan antara Komnas HAM dengan Kejaksaan Agung terkait dengan penegakan hukum kasus pelanggaran HAM berat.
Sani berpandangan bahwa permasalahan tersebut dapat ditangani dengan melakukan evaluasi struktur kelembagaan penanganan pelanggaran HAM berat dengan cara menata ulang kewenangan penyidikan dan penuntutan, serta memastikan independensi dan imparsialitas aparat penegak hukum.
Baca juga: Komnas HAM: Kematian laskar FPI harus diproses di pengadilan pidana
Selain memberikan catatan terkait perbedaan persepsi antara penyidik dengan penyelidik, Sani juga mengungkapkan catatan lain mengenai belum adanya kesatuan frame atau kesatuan integral visi dan misi kelembagaan dalam penegakan hukum atas dugaan kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi di antara instansi.
“Sehingga, dibutuhkan formula penyelesaian secara multidimensi,” ucapnya.
Baca juga: Sidang di pengadilan tetap digelar terkait HAM pihak berperkara
Terkait dengan permasalahan tersebut, maka Sani mengatakan pemerintah perlu menegakkan pelanggaran HAM berat secara integral dan terpadu, sehingga visi dari penegakan dan pelanggaran HAM berat dapat tercapai.
Lalu, dia menambahkan, catatan lainnya adalah terdapat kecenderungan penelantaran terhadap perkara pelanggaran HAM berat yang menimbulkan tersendatnya korban untuk memperoleh keadilan dalam kasus pelanggaran HAM berat.
Baca juga: Publik ragu Jokowi mampu selesaikan kasus HAM berat
“Idealnya, kalau fokus kita masih pada penyelesaian secara yudisial, maka ya UU Pengadilan HAM itu perlu direvisi,” kata dia.
“Ada masalah sistem hukum acara yang menimbulkan perbedaan persepsi di kalangan penyidik, yaitu Kejaksaan, dan penyelidik, yaitu Komnas HAM, dalam Undang-Undang Pengadilan HAM,” kata dia, ketika menyampaikan paparan dalam diskusi publik menyambut Hari HAM 2021 yang bertajuk “Refleksi 21 Tahun UU Pengadilan HAM”, yang disiarkan secara langsung di kanal YouTube Humas Komnas HAM, dan dipantau dari Jakarta, Senin.
Baca juga: Wakil Ketua Komnas HAM: UU Pengadilan HAM perlu direvisi
Sebelumnya, Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edward Hiariej, juga sempat menyebutkan, sering terjadi ketegangan antara Komnas HAM dengan Kejaksaan Agung terkait dengan penegakan hukum kasus pelanggaran HAM berat.
Sani berpandangan bahwa permasalahan tersebut dapat ditangani dengan melakukan evaluasi struktur kelembagaan penanganan pelanggaran HAM berat dengan cara menata ulang kewenangan penyidikan dan penuntutan, serta memastikan independensi dan imparsialitas aparat penegak hukum.
Baca juga: Komnas HAM: Kematian laskar FPI harus diproses di pengadilan pidana
Selain memberikan catatan terkait perbedaan persepsi antara penyidik dengan penyelidik, Sani juga mengungkapkan catatan lain mengenai belum adanya kesatuan frame atau kesatuan integral visi dan misi kelembagaan dalam penegakan hukum atas dugaan kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi di antara instansi.
“Sehingga, dibutuhkan formula penyelesaian secara multidimensi,” ucapnya.
Baca juga: Sidang di pengadilan tetap digelar terkait HAM pihak berperkara
Terkait dengan permasalahan tersebut, maka Sani mengatakan pemerintah perlu menegakkan pelanggaran HAM berat secara integral dan terpadu, sehingga visi dari penegakan dan pelanggaran HAM berat dapat tercapai.
Lalu, dia menambahkan, catatan lainnya adalah terdapat kecenderungan penelantaran terhadap perkara pelanggaran HAM berat yang menimbulkan tersendatnya korban untuk memperoleh keadilan dalam kasus pelanggaran HAM berat.
Baca juga: Publik ragu Jokowi mampu selesaikan kasus HAM berat
“Idealnya, kalau fokus kita masih pada penyelesaian secara yudisial, maka ya UU Pengadilan HAM itu perlu direvisi,” kata dia.
Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2021
Tags: