Kemenkeu: Kenaikan rasio utang RI relatif kecil dibanding negara lain
6 Desember 2021 17:24 WIB
Tangkapan layar - Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu dalam Webinar KONTAN bertajuk Presidensi G20 – Manfaat bagi Indonesia dan Dunia di Jakarta, Senin (6/12/2021). ANTARA/Youtube KONTAN TV-Agatha Olivia/pri.
Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu mengatakan kenaikan rasio utang Indonesia relatif kecil dibanding negara lain saat pandemi melanda.
"Kenaikan rasio utang kita selama pandemi itu hanya sekitar 10 persen dari produk domestik bruto (PDB), yakni dari kisaran 30 persen terhadap PDB di 2019 menjadi sekitar 40 persen PDB pada 2021," kata Febrio dalam Webinar KONTAN bertajuk Presidensi G20 – Manfaat bagi Indonesia dan Dunia di Jakarta, Senin.
Ia menyebutkan, rasio utang di banyak negara selama pandemi melonjak lebih tinggi dari level Indonesia, misalnya rasio utang Argentina yang naik 50 persen PDB, China hingga 40 persen PDB, begitu pula dengan rasio utang Brazil dan Turki.
Maka dari itu, rasio utang Indonesia saat ini relatif aman dan tidak ada masalah selama pandemi, maupun selama bertahun-tahun lamanya sebelum pandemi melanda.
Febrio menjelaskan rasio utang Indonesia selalu aman lantaran selama ini, khususnya sejak 2016 defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) selalu di bawah tiga persen PDB dan cenderung lebih sering di bawah dua persen PDB.
"Jadi fiskal kita sangat disiplin, itulah yang membuat rasio utang kita terhadap PDB sangat rendah di kisaran 30 persen sebelum pandemi, tepatnya di tahun 2019," ucap dia.
Menurut dia, level tersebut merupakan salah satu rasio utang terendah di dunia, apalagi untuk negara dengan perekonomian terbesar ke-16 dunia, seperti Indonesia.
Adapun rata-rata utang negara-negara maju pada saat itu sudah berada di atas 80 persen PDB, bahkan terdapat beberapa negara yang memiliki rasio utang di atas level 100 persen dari PDB.
"Itu yang membuat kita sangat aman ketika kita menghadapi pandemi. Saat kita menghadapi tantangan pandemi, kami sadar negara harus hadir sehingga harus melebarkan defisit. Dalam konteks ini, fiskal harus hadir dengan sangat kuat makanya kami sebut APBN itu sebagai instrumen countercyclical," kata Febrio.
Dengan demikian, ia menuturkan ke depannya pemerintah akan secara disiplin mengembalikan defisit anggaran ke level tiga persen atau lebih rendah lagi agar rasio utang Indonesia akan kembali stabil.
Baca juga: Stafsus Menkeu sebut RI punya kemampuan bayar utang
Baca juga: BKF: Rasio utang pemerintah masih terkontrol
Baca juga: Pemerintah pastikan pengendalian risiko utang tidak ganggu APBN
Baca juga: Ekonom: Postur RI lebih baik dibandingkan negara lain hadapi COVID-19
"Kenaikan rasio utang kita selama pandemi itu hanya sekitar 10 persen dari produk domestik bruto (PDB), yakni dari kisaran 30 persen terhadap PDB di 2019 menjadi sekitar 40 persen PDB pada 2021," kata Febrio dalam Webinar KONTAN bertajuk Presidensi G20 – Manfaat bagi Indonesia dan Dunia di Jakarta, Senin.
Ia menyebutkan, rasio utang di banyak negara selama pandemi melonjak lebih tinggi dari level Indonesia, misalnya rasio utang Argentina yang naik 50 persen PDB, China hingga 40 persen PDB, begitu pula dengan rasio utang Brazil dan Turki.
Maka dari itu, rasio utang Indonesia saat ini relatif aman dan tidak ada masalah selama pandemi, maupun selama bertahun-tahun lamanya sebelum pandemi melanda.
Febrio menjelaskan rasio utang Indonesia selalu aman lantaran selama ini, khususnya sejak 2016 defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) selalu di bawah tiga persen PDB dan cenderung lebih sering di bawah dua persen PDB.
"Jadi fiskal kita sangat disiplin, itulah yang membuat rasio utang kita terhadap PDB sangat rendah di kisaran 30 persen sebelum pandemi, tepatnya di tahun 2019," ucap dia.
Menurut dia, level tersebut merupakan salah satu rasio utang terendah di dunia, apalagi untuk negara dengan perekonomian terbesar ke-16 dunia, seperti Indonesia.
Adapun rata-rata utang negara-negara maju pada saat itu sudah berada di atas 80 persen PDB, bahkan terdapat beberapa negara yang memiliki rasio utang di atas level 100 persen dari PDB.
"Itu yang membuat kita sangat aman ketika kita menghadapi pandemi. Saat kita menghadapi tantangan pandemi, kami sadar negara harus hadir sehingga harus melebarkan defisit. Dalam konteks ini, fiskal harus hadir dengan sangat kuat makanya kami sebut APBN itu sebagai instrumen countercyclical," kata Febrio.
Dengan demikian, ia menuturkan ke depannya pemerintah akan secara disiplin mengembalikan defisit anggaran ke level tiga persen atau lebih rendah lagi agar rasio utang Indonesia akan kembali stabil.
Baca juga: Stafsus Menkeu sebut RI punya kemampuan bayar utang
Baca juga: BKF: Rasio utang pemerintah masih terkontrol
Baca juga: Pemerintah pastikan pengendalian risiko utang tidak ganggu APBN
Baca juga: Ekonom: Postur RI lebih baik dibandingkan negara lain hadapi COVID-19
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2021
Tags: