Akademisi sebut debu vulkanik bisa sebabkan infeksi pernafasan
6 Desember 2021 12:04 WIB
Pakaian tertutup abu vulkanik Gunung Semeru di salah satu rumah warga di Desa Sumber Wuluh, Lumajang, Jawa Timur, Minggu (5/12/2021). ANTARA FOTO/Zabur Karuru/pras.
Jakarta (ANTARA) - Akademisi yang juga praktisi klinis dari Universitas Indonesia Prof Ari F Syam mengatakan bahwa debu vulkanik Gunung Semeru di Jawa Timur dapat menyebabkan infeksi pernafasan.
“Efek dari terhirup debu juga bisa muncul dua minggu setelah debu tersebut bertahan dalam sistem pernafasan kita, sehingga menyebabkan infeksi pada saluran pernafasan bawah,” ujar Ari di Jakarta, Senin.
Dia menambahkan jika kandungan silika terus bertahan di paru-paru dalam jangka panjang, akan menyebabkan silikosis yakni suatu kondisi yang pada akhirnya membuat fungsi paru akan menurun.
Baca juga: Puan: Kebutuhan warga terdampak erupsi Semeru harus jadi prioritas
Debu tersebut bisa secara langsung menyebabkan gangguan kesehatan pada mata, kulit maupun saluran pernafasan.
“Fakta yang ada saat ini, memang bahwa debu vulkanik akan menyebabkan perih pada mata dan menimbulkan gangguan pernafasan berupa batuk dan sesak nafas. Pada kulitpun menyebabkan gatal-gatal jika kita terpapar debu vulkanik ini. Debu vulkanik telah menyebabkan jalan-jalan raya di beberapa kota seputar Semeru menjadi licin dan berlumpur setelah hujan tiba dan menyebabkan beberapa kecelakaan,” jelas dia.
Dia menambahkan pertanyaan seputar dampak akan debu itu harus dijawab, serta dilakukan survei kesehatan dan observasi yang terus menerus di rumah sakit dan tempat-tempat pengungsi mengenai kasus-kasus penyakit yang ditemukan.
Baca juga: BSI kirimkan relawan medis ke lokasi terdampak erupsi Semeru
Sampai sejauh ini jumlah korban meninggal 13 orang dan korban luka umumnya karena luka bakar, akibat semburan debu panas dari erupsi Gunung Semeru.
“Permasalahan kesehatan para pengungsi harus diidentifikasi sehingga langkah-langkah yang tepat harus dilakukan. Permasalahan kesehatan yang muncul seputar pengungsi adalah gangguan fisik maupun psikis. Kondisi pengungsian yang terbatas seperti keterbatasan tempat tidur yang layak, sarana air bersih khususnya untuk mandi, cuci dan kakus yang terbatas jelas akan berdampak bagi kesehatan para pengungsi,” terang dia.
Selain itu kejiwaan para pengungsi juga akan terganggu, karena terdapat faktor-faktor yang dapat mencetuskan stres bagi para pengungsi. Karena itu perlu upaya lebih lanjut untuk mengatasi persoalan yang timbul akibat dampak erupsi gunung tersebut.
“Efek dari terhirup debu juga bisa muncul dua minggu setelah debu tersebut bertahan dalam sistem pernafasan kita, sehingga menyebabkan infeksi pada saluran pernafasan bawah,” ujar Ari di Jakarta, Senin.
Dia menambahkan jika kandungan silika terus bertahan di paru-paru dalam jangka panjang, akan menyebabkan silikosis yakni suatu kondisi yang pada akhirnya membuat fungsi paru akan menurun.
Baca juga: Puan: Kebutuhan warga terdampak erupsi Semeru harus jadi prioritas
Debu tersebut bisa secara langsung menyebabkan gangguan kesehatan pada mata, kulit maupun saluran pernafasan.
“Fakta yang ada saat ini, memang bahwa debu vulkanik akan menyebabkan perih pada mata dan menimbulkan gangguan pernafasan berupa batuk dan sesak nafas. Pada kulitpun menyebabkan gatal-gatal jika kita terpapar debu vulkanik ini. Debu vulkanik telah menyebabkan jalan-jalan raya di beberapa kota seputar Semeru menjadi licin dan berlumpur setelah hujan tiba dan menyebabkan beberapa kecelakaan,” jelas dia.
Dia menambahkan pertanyaan seputar dampak akan debu itu harus dijawab, serta dilakukan survei kesehatan dan observasi yang terus menerus di rumah sakit dan tempat-tempat pengungsi mengenai kasus-kasus penyakit yang ditemukan.
Baca juga: BSI kirimkan relawan medis ke lokasi terdampak erupsi Semeru
Sampai sejauh ini jumlah korban meninggal 13 orang dan korban luka umumnya karena luka bakar, akibat semburan debu panas dari erupsi Gunung Semeru.
“Permasalahan kesehatan para pengungsi harus diidentifikasi sehingga langkah-langkah yang tepat harus dilakukan. Permasalahan kesehatan yang muncul seputar pengungsi adalah gangguan fisik maupun psikis. Kondisi pengungsian yang terbatas seperti keterbatasan tempat tidur yang layak, sarana air bersih khususnya untuk mandi, cuci dan kakus yang terbatas jelas akan berdampak bagi kesehatan para pengungsi,” terang dia.
Selain itu kejiwaan para pengungsi juga akan terganggu, karena terdapat faktor-faktor yang dapat mencetuskan stres bagi para pengungsi. Karena itu perlu upaya lebih lanjut untuk mengatasi persoalan yang timbul akibat dampak erupsi gunung tersebut.
Pewarta: Indriani
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2021
Tags: