Jadi hub internasional, Bandara Kualanamu siap saingi Changi dan KLIA
6 Desember 2021 11:24 WIB
Suasana Bandara Internasional Kualanamu di Deli Serdang, Sumatera Utara, Jumat (3/12/2021). PT Angkasa Pura II (Persero) menggandeng perusahaan asal India, GMR Airports Consortium bekerja sama mengembangkan Bandara Internasional Kualanamu sebagai upaya menyaingi Bandara Changi, Singapura dan KLIA, Malaysia sebagai hub regional dengan konsesi 25 tahun. ANTARA FOTO/Fransisco Carolio/wsj.
Jakarta (ANTARA) - Kemitraan strategis antara PT Angkasa Pura (AP) II dan GMR Airports Consortium dinilai dapat menjadikan Bandara Internasional Kualanamu sebagai bandara penghubung internasional (hub) terkemuka di kawasan regional dengan target 54 juta orang penumpang pada 2046.
"Dengan menjadi hub internasional, Bandara Kualanamu ini bisa setara dengan Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta bahkan menyaingi Singapore Changi Airport dan Kuala Lumpur International Airport (KLIA)," kata Guru Besar Ilmu Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Rhenald Kasali di Jakarta, Senin.
GMR Airports adalah sebuah operator yang sudah berpengalaman di dunia dan tentunya memiliki jaringan untuk mendatangkan trafik baru tersebut.
Rhenald menjelaskan sebelum pandemi, Bandara Kualanamu didominasi penerbangan domestik sebesar 90 persen dan 10 persen penerbangan internasional.
"Bandara Kualanamu memiliki posisi strategis di kawasan regional. Targetnya adalah mendatangkan trafik internasional baru sebanyak-banyaknya," ujarnya.
Selain mendapat keuntungan pengembangan aset dari kerja sama pengelolaan bandara dengan skema build, operate, and transfer (BOT), GMR Airports diharapkan bisa mendatangkan trafik penerbangan internasional dari Asia Selatan. Rhenald menyebut trafik yang dimaksud adalah trafik transit.
"(Kalau transit) jelas bisa menguntungkan negara, karena artinya mendatangkan trafik baru, menciptakan pasar dan mereka tahu bagaimana mempercepatnya," kata dia.
Asia Selatan merupakan kawasan paling padat kedua di Asia, setelah Asia Timur (Tiongkok), yang rata-rata merupakan pekerja migran aktif datang dan pergi bekerja ke seluruh penjuru dunia, termasuk ke Malaysia, Singapura, Australia, dan lain-lain.
Selama ini, mereka transit di Singapura dan Malaysia, sehingga menjadikan bandara di kedua negara tersebut sebagai hub internasional dan tersibuk. Khususnya pada waktu di luar jam-jam sibuk, yaitu tengah malam menjelang dini hari.
GMR Airports Consortium adalah milik GMR Group asal India dan Aéroports de Paris Group (ADP) dari Prancis, yang dikenal sebagai jaringan operator bandara yang melayani penumpang terbanyak di dunia.
Adapun mengenai kekhawatiran sejumlah pihak soal ada penjualan aset dalam kerja sama pengelolaan bandara dengan skema BOT ini pun langsung ditampik Rhenald.
Menurutnya, seluruh aset saat ini dan nantinya adalah tetap milik AP II. "Apa yang dimaksud dengan aset? Kalau pengertiannya adalah tanah, bangunan, dan mesin dalam arti tangible asset, maka tidak ada yang dijual," ujar Rhenald.
Rhenald berpendapat bahwa kemitraan strategis pengelolaan Bandara Kualanamu dengan GMR Airports malah akan menguntungkan AP II.
GMR Airports yang sudah berpengalaman akan investasi di Bandara Kualanamu dengan cara memperbesar fasilitas supaya bisa datangkan keuntungan dari trafik.
"Dan selama 25 tahun berbagi hasil, lalu semuanya akan diserahkan kembali ke Angkasa Pura II," katanya.
Baca juga: Pengamat: Tidak ada pengalihan aset dalam skema BOT Bandara Kualanamu
Baca juga: Stafsus Menteri BUMN sebut negara untung lepas saham Bandara Kualanamu
Baca juga: Angkasa Pura Aviasi komitmen wujudkan Kualanamu jadi regional hub
"Dengan menjadi hub internasional, Bandara Kualanamu ini bisa setara dengan Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta bahkan menyaingi Singapore Changi Airport dan Kuala Lumpur International Airport (KLIA)," kata Guru Besar Ilmu Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Rhenald Kasali di Jakarta, Senin.
GMR Airports adalah sebuah operator yang sudah berpengalaman di dunia dan tentunya memiliki jaringan untuk mendatangkan trafik baru tersebut.
Rhenald menjelaskan sebelum pandemi, Bandara Kualanamu didominasi penerbangan domestik sebesar 90 persen dan 10 persen penerbangan internasional.
"Bandara Kualanamu memiliki posisi strategis di kawasan regional. Targetnya adalah mendatangkan trafik internasional baru sebanyak-banyaknya," ujarnya.
Selain mendapat keuntungan pengembangan aset dari kerja sama pengelolaan bandara dengan skema build, operate, and transfer (BOT), GMR Airports diharapkan bisa mendatangkan trafik penerbangan internasional dari Asia Selatan. Rhenald menyebut trafik yang dimaksud adalah trafik transit.
"(Kalau transit) jelas bisa menguntungkan negara, karena artinya mendatangkan trafik baru, menciptakan pasar dan mereka tahu bagaimana mempercepatnya," kata dia.
Asia Selatan merupakan kawasan paling padat kedua di Asia, setelah Asia Timur (Tiongkok), yang rata-rata merupakan pekerja migran aktif datang dan pergi bekerja ke seluruh penjuru dunia, termasuk ke Malaysia, Singapura, Australia, dan lain-lain.
Selama ini, mereka transit di Singapura dan Malaysia, sehingga menjadikan bandara di kedua negara tersebut sebagai hub internasional dan tersibuk. Khususnya pada waktu di luar jam-jam sibuk, yaitu tengah malam menjelang dini hari.
GMR Airports Consortium adalah milik GMR Group asal India dan Aéroports de Paris Group (ADP) dari Prancis, yang dikenal sebagai jaringan operator bandara yang melayani penumpang terbanyak di dunia.
Adapun mengenai kekhawatiran sejumlah pihak soal ada penjualan aset dalam kerja sama pengelolaan bandara dengan skema BOT ini pun langsung ditampik Rhenald.
Menurutnya, seluruh aset saat ini dan nantinya adalah tetap milik AP II. "Apa yang dimaksud dengan aset? Kalau pengertiannya adalah tanah, bangunan, dan mesin dalam arti tangible asset, maka tidak ada yang dijual," ujar Rhenald.
Rhenald berpendapat bahwa kemitraan strategis pengelolaan Bandara Kualanamu dengan GMR Airports malah akan menguntungkan AP II.
GMR Airports yang sudah berpengalaman akan investasi di Bandara Kualanamu dengan cara memperbesar fasilitas supaya bisa datangkan keuntungan dari trafik.
"Dan selama 25 tahun berbagi hasil, lalu semuanya akan diserahkan kembali ke Angkasa Pura II," katanya.
Baca juga: Pengamat: Tidak ada pengalihan aset dalam skema BOT Bandara Kualanamu
Baca juga: Stafsus Menteri BUMN sebut negara untung lepas saham Bandara Kualanamu
Baca juga: Angkasa Pura Aviasi komitmen wujudkan Kualanamu jadi regional hub
Pewarta: Royke Sinaga
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2021
Tags: