Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice (IGJ) Rachmi Hertanti mengatakan penundaan Konferensi Tingkat Menteri (KTM) WTO ke-12 harus menjadi momentum untuk memprioritaskan pembahasan Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPS) Waiver.

“Agenda yang hari ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat di dunia adalah untuk mengakhiri ketidakadilan atas akses vaksin dan obat pada saat pandemi,” ujarnya dalam media briefing yang diadakan IGJ bersama jaringan internasional Our World is Not For Sale (OWINFS), Jakarta, Jumat (4/12).

TRIPS Waiver merupakan proposal yang didorong Afrika Selatan dan India untuk memperbolehkan semua negara untuk memilih tak memberikan dan/atau tak menegakkan aturan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) terkait dengan obat, tes diagnostik, vaksin, dan teknologi lain mengenai COVID-19 selama pandemi berlangsung, hingga imunitas global tercapai.

Pembahasan TRIPS Waiver disebut masih diblok oleh beberapa negara seperti Uni Eropa, Swiss, dan Inggris. Adapun posisi Amerika Serikat disebut masih belum jelas, hanya menolak vaksin atau terhadap seluruh produk yang berhubungan dengan kesehatan.

Menurut dia, seharusnya negara-negara maju memiliki kepentingan untuk mendorong pembahasan tersebut dibandingkan menyelesaikan beberapa isu yang tak menjawab problem dari ketimpangan akses vaksin dan obat-obatan.

“Kemarin pada saat Indonesia menjadi mengikuti G20 di Roma, kami mendesak untuk mendorong TRIPS Waiver,” kata Rachmi.
Baca juga: Menlu tekankan pentingnya peningkatan produksi vaksin global

Sebagai tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di tahun 2022, Indonesia diharapkan mampu mendesak negara-negara anggota G20 khususnya Uni Eropa dan Inggris untuk menyepakati TRIPS Waiver.

Dalam KTT G20 Roma, lanjutnya, telah dihasilkan sebuah deklarasi yang menegaskan tentang pentingnya imunisasi COVID-19 sebagai barang publik global.

Serta memastikan adanya akses tepat waktu, adil, dan universal ke vaksin yang aman, terjangkau, berkualitas, dan efektif, terapi maupun diagnostik, dengan perhatian khuus pada negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.

"Kalau kita ingin menjadikan vaksinasi COVID1-9 itu sebagai barang publik global, tentu jawabannya hanya satu itu, yaitu segera menyepakati TRIPS Waiver, bukan solusi-solusi lain yang masih mengedepankan praktek bisnis daripada solidaritas global,” ungkap dia.

Baca juga: WHO: Ada 'skandal' dalam kesenjangan vaksin COVID-19 global
Baca juga: RI sebagai pusat vaksin global bisa bantu kemandirian industri farmasi