Banjarmasin (ANTARA News) - Seorang petani karet di Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kosim, punya cita-cita ingin menghijaukan Kalimantan Selatan melalui budidaya Meranti.
Salah satu cara mewujudkan cita-citanya tersebut adalah dengan mencoba menanam meranti di kebun karet, melalui pola tanam silang yaitu meranti ditanam di sela-selat tanaman karet.
Keinginan warga Hinas Kiri yang tergabung dalam kelompok tani Nelayan Andalan Batang Alai Timur tersebut untuk menanam meranti bermula perasaan keprihatinannya terhadap kelangkaan kayu khas Kalsel tersebut.
Menurut Kosim di Banjarmasin, Selasa, pada Zaman dahulu Pulau Kalimantan merupakan daerah penghasil meranti terbesar di Indonesia, namun kini untuk mendapatkan kayu dengan nilai ekonomis tinggi tersebut sudah sangat sulit.
Hal itu terjadi, kata dia, karena kebutuhan akan kayu tersebut dari tahun ke tahun semakin meningkat sementara upaya menanam hampir tidak ada.
"Untuk itu saya membangun sentra pembibitan meranti ini dengan tujuan mengembalikan kejayaan Kalsel sebagai daerah penghasil terbesar kayu meranti," katanya.
Budidaya pembibitan meranti tersebut telah dilakukan Kosim beserta kelompok tani Andalan sejak 2003 hingga sekarang.
Bibit meranti tersebut, tambah dia, selanjutnya ditanam di sela-sela pohon karet melalui pola tanam silang.
Dengan pola tanam tersebut, Kosim berharap akan mampu merangsang masyarakat petani untuk kembali menanam meranti karena keuntungan yang didapat cukup besar.
"Saya yakin dengan pola tanam tumpang sari tersebut akan mampu menghijaukan 50 persen wilayah Kalsel dengan meranti," katanya.
Keyakinan tersebut berdasarkan pada perhitungan keuntungan menanam meranti di kebun karet akan jauh lebih efektif dan efisien, baik untuk perawatan maupun untuk penyediaan lahan.
Selain itu, dengan menanam meranti di kebun karet juga menguntungkan bagi alam antara lain perakaran tanaman karet lebih banyak mengarah ke akar tunjang sementara tanaman Meranti lebih banyak ke akar serabut.
Dengan kombinasi tersebut, kedua tanaman itu sangat cocok sebagai tanaman reboisasi.
Keuntungan kedua, bagi petani dalam jangka pendek yaitu pada kurun waktu umur karet 8 sampai 10 tahun sudah bisa disadap getahnya dan setelah karet berumur 40 sampai 50 tahun kayu karet dapat dijual.
Sementara itu, keuntungan jangka panjangnya, pohon meranti sekaligus sebagai tabungan di hari tua dan warisan alam dan budaya untuk anak cucu.
Dicontohkannya, untuk lahan seluas satu hektare diperlukan tanaman sebanyak 676 pohon karet dan 625 pohon meranti.
Menyeimbangkan antara tanaman karet dan meranti, tambah dia, selayaknya meranti ditanam pada umur 3-5 tahun.
"Dari 676 tanaman karet tersebut dapat menghasilkan 15 kg persatu kali sadap dijual dengan harga sekarang Rp.12.000 per kg, maka tiap hari petani mendapatkan penghasilan Rp180.000," katanya.
Bila dalam satu bulan dapat menyadap 10 kali saja dapat penghasilan Rp.1.800.000 atau Rp. 21.600.000/tahun.
Kayu karet dalam jangka menengah apabila sudah tidak menghasilkan getah, kayunya dapat dijual untuk kayu bakar dengan harga Rp. 300 per potong dan dalam 1 pohon karet rata-rata dapat menghasilkan kurang lebih 300 potong atau Rp90.000/pohon.
Adapun pohon Meranti dalam pertumbuhan tingginya 75 sentimeter per tahun, dalam kurun waktu 30 tahun Meranti dapat mencapai ukuran diameter 51 sentimeter dan tingginya 22,5 meter.
Bila dijadikan papan, kata dia, dapat menghasilkan 40 keping papan. Dengan asumsi harga per keping sekarang Rp20.000/keping berarti keuntungan Rp800.000 per batang pohon serta Rp.500.000.000 untuk harga 625 pohon seluruhnya.
Tidak Tebang Hutan
Dengan sistem tersebut, kata bapak empat anak itu, memenuhi kebutuhan kayu meranti baik untuk industri maupun keperluan lain, pemerintah tidak perlu lagi menebangi hutan, karena seluruh kebutuhan kayu bisa dipenuhi dari hutan tanaman rakyat.
"Jika mengharapkan pemenuhan kayu meranti terus menerus dari hutan maka hutan akan gundul dan Meranti pun akan punah, terlebih lagi sebelumnya pernah marak penebangan liar di kawasan hutan Meratus," kata lelaki yang telah banyak mendapatkan penghargaan tersebut.
Ditambahkannya, dengan pendirian Sentra Pembibitan bertujuan untuk menjaga kelestarian hutan dan sekaligus menambah penghasilan petani, dengan pola tanam yang diterapkan yaitu menanam Meranti di Kebun Karet.
Dari usahanya melestarikan alam tersebut, kini Kosim telah memiliki beragam penghargaan antara lain Penghargaan terbaik I Kader Pembangunan Desa se Kalsel 2002, terbaik II Kalsel untuk Unit Pembibitan Rakyat (UPR) 2003, terbaik I pemuda bidang Wirausaha Kalsel 2004 dan terakhir terbaik I tetani teladan bidang perikanan Kalsel 2009.
Kepala Dinas Kehutanan Kalsel Suhardi Atmoredjo mengatakan, Kosim salah seorang petani andalan Kalsel yang bisa menjadi contoh bagi petani lainnya.
"Kosim orangnya cukup visioner, dan apa yanga telah dilakukakannya bisa dicontoh oleh petani lain," katanya.
Menanggapi tentang program penanaman tumpang sari antara pohono karet dengan meranti, tambah dia, memang akan mengurangi sedikit produksi getah karet, namun itu tidak masalah karena untuk jangka panjang masyarakat juga akan mendapatkan keuntungan berlipat dari meranti.
Menurut dia, meranti merupakan salah satu jenis pohon yang memerlukan perlindungan saat pertama kali ditanam, sehingga cukup cocok bila ditanam secara tumpang sari dengan karet.
"Kendati ditanam di lahan yang sama, kedua pohon tidak akan saling merusak, walaupun akan sedikit mengurangi produksi getah, karena karet merupakan pohon yang seharusnya di lokasi tersebut," katanya.
Anggota DPRD HST Komisi III Athaillah Hasbi mengungkapkan apresiasinya dengan berdirinya sentra pembibitan tanaman hutan di Hinas kiri, menurutnya ini adalah bentuk partisipasi warga banua dalam memelihara dan menghijaukan kembali lingkungan alam meratus.
"Mengajarkan menanam pohon sedini mungkin adalah kewajiban kita semua, menanam pohon dan menghijaukan meratus untuk ke depannya akan juga menjadi benteng alam dari bahaya banjir dan erosi, apalagi daerah HST adalah kawasan hutan lindung yang selama ini menjadi paru-parunya dunia," katanya.
(U004/Z002)
Kosim Ingin Hijaukan Kalsel dengan Meranti
28 April 2011 06:06 WIB
(Ilustrasi Hutan rusak (FOTO ANTARA/Iggoy el Fitra )
Pewarta: Ulul Maskurian dan Fathurrahma
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011
Tags: