Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah memastikan akan mengambil alih PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) melalui Pusat Investasi Pemerintah (PIP) Kementerian Keuangan saat kontrak dengan Jepang berakhir pada 2013 mendatang.

"Pemerintah akan ambil Inalum untuk kembali dan Inalum itu kalau kita tidak jaga, itu bisa nantinya menjadi satu kehilangan bagi Indonesia," ujar Menteri Keuangan Agus Martowardojo di Jakarta, Rabu.

Menurut dia, pada saat Inalum kembali dikelola oleh Indonesia, aset perusahaan tersebut akan berkisar 1,2 miliar dolar AS dan berpotensi meningkatkan penerimaan negara.

"Inalum itu memberikan nilai tambah yang baik dan paling tidak itu di tahun 2013 kalau kita tidak hati-hati itu nilainya ada 1,2 billion dolar. Ini kalau kita tidak hati-hati bisa hilang dari Indonesia," ujarnya.

Pemerintah nantinya akan melakukan tender untuk mencari pengelola baru Inalum dengan tetap menjaga kontrak-kontrak kerja untuk kepentingan nasional.

"Misalnya nanti tahun 2013, Inalum bisa kembali ke Indonesia maka nanti akan kita tenderkan lagi untuk mengundang siapa yang berminat, tapi kita penting untuk menjaga kontrak-kontrak yang jatuh tempo untuk kembali ke Indonesia," ujar Menkeu.

Pemerintah merasa kecewa dengan kinerja perusahaan yang selama tiga dasawarsa dikelola konsorsium perusahaan asal Jepang tersebut.

Menkeu mengatakan, sebagian masyarakat tidak merasakan manfaat dari keberadaan Inalum padahal industri tersebut tengah sehat dan seharusnya bisa mencatat kinerja keuangan yang baik.

"Seperti Inalum itu, Kami sudah tegaskan untuk kembali ke tanah Air Indonesia," ujarnya.

Ia mengatakan, Inalum seharusnya bisa memberikan nilai tambah bagi industri domestik namun kondisi keuangan Inalum dirasakan jauh dari harapan.

"Jadi bagaimana bisa industri yang begitu sehat, ternyata laporan keuangannya menunjukkan kondisi yang begitu buruk," ujarnya.

Saat ini, Pemerintah Indonesia menguasai kepemilikan sebesar 41,13 persen saham di perusahaan yang bergerak pada sektor produksi alumunium ini, sementara sisanya sebesar 58,87 persen dikuasai konsorsium Jepang.(*)

(T.S034/B012)