Denpasar (ANTARA News) - Beberapa grup tarian atau "joged" bumbung di Kota Denpasar kembali bangkit setelah 52 tahun tidak ada gaungnya, yang ditandai rencana munculnya grup tari tersebut dalam Pekan Kesenian Bali (PKB) ke-33.

"Kebangkitan kami itu diharapkan bisa mendorong para seniman dan kaum muda untuk terus mempertahankan tarian pergaulan tersebut," kata I Gusti Putu Anindya Putra, pembina grup "joged bumbung" Madu Suara di sela-sela penilaian dari pihak Provinsi Bali, di Denpasar, Selasa.

Dia mengatakan, sudah cukup lama tarian itu ditinggalkan oleh kamu muda di ibu kota Provinsi Bali itu.

Oleh karena itu, tambahnya, pihaknya harus merubah kondisi itu dengan mencoba membangkitkan tarian pergaualan di masyarakat tersebut dengan tampil dalam ajang PKB.

"Namun untuk menangkal anggapan buruk yang selama ini tertanam pada grup tarian itu, maka kami akan selektif saat pementasan," ujarnya.

Anindya mengatakan, untuk tampil di ajang tahunan yang bergengsi tersebut, pihaknya melakukan persiapan yang cukup lama supaya bisa tampil maksimal.

Grupnya latihan sejak Oktober 2010, yang dilakukan secara berkala. Latihan rutin dilaksanakan untuk menghindari terjadinya kesalahan saat pementasan.

"Setelah melakukan latihan yang maksimal kami rasa sudah siap untuk pentas di ajang tersebut. Rencananya, kami akan menyuguhkan empat tarian, salah satunya `tabuh tega melila`," katanya.

Sementara Wayan Ariyasa, dari tim pembina Pemprov Bali mengatakan, jenis tarian yang disuguhkan oleh grup tari bumbung itu sangatlah kreatif dan penuh dengan terobosan baru.

"Kami menilai tarian yang disuguhkan grup itu kreatif karena telah mampu memadukan beberapa instrumens gamelan, seperti angklung, tektek dan bumbung bambau," katanya.

Dia mengatakan, itu jauh dari yang biasanya, sehingga cukup menarik nantinya terutama bagi para penonton.

Meski kreatif, tambahnya, tetapi ada beberapa hal yang harus diperbaiki yakni intonasi vokal sang pengiring, sehingga penonton dapat menerima pesan yang disampaikan.

Joged bumbung merupakan tari pergaulan yang sangat populer di Pulau Dewata, memiliki pola gerak yang agak bebas, lincah dan dinamis, yang diambil dari "legong" maupun "kekebyaran" dan dibawakan secara improvisatif.

Biasanya dipentaskan sehabis panen, hari raya atau hari penting lainnya. Joged itu merupakan tarian berpasangan, laki-laki dan perempuan dengan mengundang partisipasi penonton.

Tarian tersebut juga membutuhkan kelincahan gerak tubuh dan mata dari penarinya, dengan sesekali penarinya bergoyang ala dangdut.

Diiringi dengan gamelan tingklik bambu berlaras slendro yang disebut "grantang" atau "gegrantangan".

Tarian itu muncul pada tahun 1946 di Bali utara. Kini "joged bumbung" dapat dijumpai hampir di semua desa dan merupakan jenis tari joged yang paling populer di Pulau Dewata.(*)
(T.KR-IGT/Z002)