KPK konfirmasi saksi soal pembelian mobil oleh tersangka Abdul Wahid
1 Desember 2021 12:17 WIB
Tersangka Bupati Hulu Sungai Utara (HSU) Kalimantan Selatan (Kalsel) nonaktif Abdul Wahid (kiri) meninggalkan Gedung Merah Putih KPK usai pemeriksaan di Jakarta, Senin (29/11/2021). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/rwa.
Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengonfirmasi dua saksi mengenai pembelian beberapa unit mobil oleh tersangka Bupati Hulu Sungai Utara nonaktif Abdul Wahid (AW).
KPK memeriksa keduanya di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (30/11) untuk tersangka Abdul Wahid dalam penyidikan kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan Tahun 2021-2022.
"Kedua saksi hadir dan dikonfirmasi antara lain terkait dengan dugaan pembelian beberapa unit mobil oleh tersangka AW yang satu unit diantaranya telah disita oleh tim penyidik dari Ketua DPRD Hulu Sungai Utara," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Baca juga: KPK dalami persetujuan Bupati Hulu Sungai Utara tentukan kontraktor
Dua saksi yang diperiksa, yakni Bobby Koesmanjaya selaku pendiri dan pengasuh pondok pesantren (ponpes) dan Ferry Riandy Wijaya dari pihak swasta.
KPK telah menetapkan Abdul Wahid sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi.
Penetapan Abdul Wahid sebagai tersangka merupakan pengembangan dari kasus yang menjerat Maliki (MK) selaku Plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, dan Pertanahan (PUPRP) Hulu Sungai Utara, Marhaini (MRH) dari pihak swasta/Direktur CV Hanamas, dan Fachriadi (FH) dari pihak swasta/Direktur CV Kalpataru.
KPK menduga pemberian komitmen bagian yang diduga diterima Abdul Wahid melalui Maliki, yaitu dari Marhaini dan Fachriadi dengan jumlah sekitar Rp500 juta.
Selain melalui perantaraan Maliki, Abdul Wahid juga diduga menerima komitmen bagian dari beberapa proyek lainnya melalui perantaraan beberapa pihak di Dinas PUPRP Kabupaten Hulu Sungai Utara, yaitu pada 2019 sekitar Rp4,6 miliar, pada 2020 sekitar Rp12 miliar, dan pada 2021 sekitar Rp1,8 miliar.
Selain itu, selama proses penyidikan berlangsung, tim penyidik telah mengamankan sejumlah uang dalam bentuk tunai dengan pecahan mata uang rupiah dan juga mata uang asing yang hingga saat ini masih terus dilakukan penghitungan jumlahnya.
Atas perbuatannya, Abdul Wahid disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 KUHP jo Pasal 65 KUHP.
Baca juga: KPK panggil dua saksi kasus korupsi Bupati Hulu Sungai Utara
Baca juga: KPK sita tanah dan bangunan milik Bupati Hulu Sungai Utara
KPK memeriksa keduanya di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (30/11) untuk tersangka Abdul Wahid dalam penyidikan kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan Tahun 2021-2022.
"Kedua saksi hadir dan dikonfirmasi antara lain terkait dengan dugaan pembelian beberapa unit mobil oleh tersangka AW yang satu unit diantaranya telah disita oleh tim penyidik dari Ketua DPRD Hulu Sungai Utara," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Baca juga: KPK dalami persetujuan Bupati Hulu Sungai Utara tentukan kontraktor
Dua saksi yang diperiksa, yakni Bobby Koesmanjaya selaku pendiri dan pengasuh pondok pesantren (ponpes) dan Ferry Riandy Wijaya dari pihak swasta.
KPK telah menetapkan Abdul Wahid sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi.
Penetapan Abdul Wahid sebagai tersangka merupakan pengembangan dari kasus yang menjerat Maliki (MK) selaku Plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, dan Pertanahan (PUPRP) Hulu Sungai Utara, Marhaini (MRH) dari pihak swasta/Direktur CV Hanamas, dan Fachriadi (FH) dari pihak swasta/Direktur CV Kalpataru.
KPK menduga pemberian komitmen bagian yang diduga diterima Abdul Wahid melalui Maliki, yaitu dari Marhaini dan Fachriadi dengan jumlah sekitar Rp500 juta.
Selain melalui perantaraan Maliki, Abdul Wahid juga diduga menerima komitmen bagian dari beberapa proyek lainnya melalui perantaraan beberapa pihak di Dinas PUPRP Kabupaten Hulu Sungai Utara, yaitu pada 2019 sekitar Rp4,6 miliar, pada 2020 sekitar Rp12 miliar, dan pada 2021 sekitar Rp1,8 miliar.
Selain itu, selama proses penyidikan berlangsung, tim penyidik telah mengamankan sejumlah uang dalam bentuk tunai dengan pecahan mata uang rupiah dan juga mata uang asing yang hingga saat ini masih terus dilakukan penghitungan jumlahnya.
Atas perbuatannya, Abdul Wahid disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 KUHP jo Pasal 65 KUHP.
Baca juga: KPK panggil dua saksi kasus korupsi Bupati Hulu Sungai Utara
Baca juga: KPK sita tanah dan bangunan milik Bupati Hulu Sungai Utara
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2021
Tags: