Washington (ANTARA News) - Dihadapkan pada meroketnya harga minyak ketika mereka berjuang bangkit kembali dari resesi yang menderanya, warga Amerika dilaporkan mengkambinghitamkan para sepekulan dan pemberontakan rakyat di Dunia Arab.

Hari Minggu (Senin WIB), harga rata rata nasional untuk bensin biasa melonjak menjadi 3.86 dolar AS per liter, sementara negara bagian yang kecil di negara-negara bagian besar seperti California dan New York, hanya minyak sudah melewati level psikologi 4 dolar AS, masing-masing pada 4,21 dan 4,07 dolar AS per liter, demikian klub motor AAA seperti dikutip AFP.

Secara keseluruhan, harga minyak di AS naik 1 dolar AS per dolar dibandingkan setahun lalu.

Catatan terakhir pada Juli 2008 menunjukkan harga minyak sempat mencetak rekor tertinggi nasional 4,11 dolar AS per liter.

Di beberapa bagian sudut ibukota AS, Washington DC, banderol harga sudah melesak sampai sebesar 4,99 dolar AS per liter.

Angka ini masih jauh dari derita Eropa yang bertahun-tahun didera oleh membumbungnya harga gas dan pajak.

Warga Eropa membayar BBM setidaknya dua kali lebih banyak dibandingkan warga AS, sekitar 8,41 dolar AS per liter.

Tapi di negeri di mana kendaraan di mana-mana dan orang-orang menggantungkan diri padanya, warga Amerika tetap saja mencari kambing hitam untuk tingginya harga BBM ini.

Sebuah polling yang diadakan McClatchy dan dirilis Rabu pekan lalu mendapati fakta bahwa sekitar 36 persen orang AS menyalahkan pergolakan prodemokrasi di Timur Tengah dan Afrika Utara sebagai biang naiknya harga minyak, sementara 33 persen lainnya menuduh perusahaan minyak yang serakah sebagai kambing hitamnya.

11 persen responden lainnya menyebut kesalahan Presiden Barack Obama, sementara enam persen lainnya menuduh Kongres harus bertanggungjawab.

"Di benak warga Amerika, ada banyak kambing hitam yang dituduh sebagai biang kenaikan harga minyak ini," tukas Lee Miringoff, kepala Marist College's Institute for Public Opinion, yang mengadakan jajak pendapat tersebut.

Tetapi para pemilih juga menuding Obama yang tengah berkampanye untuk pencalonannya kembali, sebagai biang keladi dari semua itu.

Harga-harga merangsek nasik manakala poling yang diadakan CBS News/New York Times menemukan 70 persen warga Amerika percaya negaranya dalam jalur yang salah. Angka ini meningkat 20 persen sejak Obama menjadi presiden pada 2009, sementara lebih dari setengah warga AS kecewa dengan penanganan ekonomi bangsanya.

Mengkhawatirkan bahaya harapannya untuk mengamankan masa empat tahun jabatan keduanya, Obama lalu membahas keprihatinan rakyatnya ii dengan menggelar tur ke sejumlah negara bagian pekan ini, yaitu ke California, Nevada dan Virginia.

"Angka poling saya naik turun tergantung dari krisis terbaru, dan saat ini harga minyak sangat membebani rakyat," katanya kepada para donator partai Demokrat di Los Angeles seperti dikutip AFP.

Di palo Alto, ia mengakui bahwa "harga minyak tengah membunuh Anda sekarang."

Dan poling politik yang diadakan National Journal menemukan fakta bahwa kebanyakan pengamat senior, termasuk 75 persen dari Demokrat, sepakat bahwa Partai Demokrat akan lebih dirugikan oleh kenaikan harga minyak itu.

Tingginya harga minyak tentu akan berbelok kepada kemampuan politik Obama yang sedang giat berkampanye untuk energi terbarukan dan kendaraan berbahan bakar efisien.

"Alih-alih mensubsidi sumber energi kemarin, kami butuh investasi untuk hari esok," kata Obama dalam pidato mingguannya, Sabtu. "Kita butuh investasi yang bersih, energi terbarukan. Dalam jangka waktu yang lama, itulah jawabannya,"

Baru-baru ini di pekan ini, Obama mengeluarkan telunjuknya kepada apa yang disebutnya spekulan minyak, sebelum dia mengumumkan pendirina Kelompok Kerja Departemen Kehakiman yang akan membongkar penipuan harga minyak dan spekulasi.

Sekitar 44 persen warga Demokrat juga menyalahkan para spekulan atas kenaikan harga minyak, sementara Republik mengkambinghitmakan memanasnya konflik di Arab.

Badan Informasi Energi AS (EIA) memprediksi bahwa konsumsi minyak yang 75 persen diantaranya untuk menghidupi mesin kendaraan dan pesawat, akan menurun sekitar 1,1 persen tahun ini atau turun dari dua persen pada 2010. (*)