Bojonegoro (ANTARA News) - Kekeringan di hilir Bengawan Solo di Jatim, mulai Bojonegoro, Tuban, Lamongan hingga Gresik, termasuk di Kabupaten Blora, Jateng, masih terus terjadi dan belum teratasi.
Pengelolaan potensi air sungai terpanjang di Pulau Jawa yang panjangnya mencapai 600 kilometer tersebut, masih terus diusahakan, sebagai upaya mengatasi kekeringan. Termasuk di daerah hilir Jatim yang panjangnya mencapai 300 kilometer, baik untuk kebutuhan air domestik, industri, pertanian maupun kebutuhan lainnya.
Staf Ahli Pembangunan Pemkab Bojonegoro, Tedjo Sukmono mengatakan, untuk mengatasi kebutuhan air baku di wilayah Bojonegoro dan sekitarnya, menyusul rampungnya pembangunan Bendung Gerak Bojonegoro, dilanjutkan pembangunan Bendung Gerak Karanongko di perbatasan Jatim dan Jateng.
Pembangunan Bendung Gerak Karangnongko yang diprogramkan Balai Besar Bengawan Solo di Solo, Jateng tersebut, sebagai ganti pembangunan Waduk Jipang di perbatasan Jatim dan Jateng yang sulit direalisasikan.
"Biayanya diperkirakan mencapai Rp600 miliar, dan daya tampung airnya juga lebih besar dibandingkan Bendung Gerak Padang di Bojonegoro," ucapnya, menegaskan.
Rencana pembangunan Bendung Gerak Karangnongko itu, dibenarkan Asisten III Menteri PU, Graita Sutadi, yang juga mantan Kepala Balai Besar Bengawan Solo di Solo, Jateng. Namun, ia masih belum bisa menjelaskan, kapan pembangunan Bendung Gerak Karangnongko direalisasikan,
"Satu dua tahun ke depan bisa jadi pembangunannya belum akan dilakukan, karena membutuhkan persiapan dan perencanaan yang matang," ujarnya.
Dari keterangan yang diperoleh, pada awal tahun 2009 tahapan sosialisasi AMDAL pembangunan bendung gerak Karangnongko dilakukan. Lokasi bendung gerak Karangnongko di Desa Ngrawoh, Kecamatan Kradenan, Blora, Jateng dan Desa Ngelo, Kecamatan Margomulyo, Bojonegoro, Jawa Timur.
Direncanakan daerah tangkapan air bendung gerak Karangnongko seluas 10.035 kilometer persegi dengan daya tampung 90 juta meter kubik.
Menurut Graita, selama ini pihaknya kesulitan merealisasikan Waduk Jipang, karena terbentur masalah sosial yang cukup berat.
Berdasarkan studi kelayakan yang dikerjakan Nippon Koei Ltd, perealisasian Waduk Jipang harus memindahkan warga sekitar 120.000 jiwa di 49 desa di Kabupaten Blora, Jateng dan Kabupaten Bojonegoro, Jatim.
Perkiraan biaya mencapai Rp10 triliun, dengan rincian Rp6,5 triliun untuk memindahkan warga dan Rp3,5 triliun untuk merealisasikan bangunan fisik. Selain itu, pembangunan waduk juga akan menenggelamkan sebagian jalan raya Padangan-Ngawi, rel kereta api (KA) dan sebuah lapangan terbang di Ngloram, Cepu.
"Permasalahan berat pembangunan Waduk Jipang terletak masalah sosial memindahkan warga," ucapnya.
Padahal, Waduk Jipang yang memiliki luas genangan sekitar 13.000 hektare dan mampu menampung air mencapai 930 juta meter kubik, dua kali lipat lebih dibandingkan dengan daya tampung Waduk Gajah Mungkur di Wonogiri, Jateng.
Berdasarkan data di Balai Besar Bengawan Solo, sungai yang panjangnya 600 kilometer mengairi 17 kabupaten dan tiga kota di Jawa Tengah dan Jawa Timur, itu potensi airnya sampai saat ini baru dimanfaatkan 15 persen untuk kepentingan irigasi, industri, PDAM dan lain-lain.
Potensi air mencapai 18,4 miliar m3 per tahun, baru dimanfaatkan sekitar 2,8 miliar m3 per tahun atau 15 persen, dengan perincian 14 persen untuk irigasi, 0,5 persen industri, 0,1 persen PDAM dan non-PDAM 0,4 persen. Sementara ini, manfaat Waduk Gajah Mungkur Wonogiri, selain sebagai pengendalian banjir 4.000 m3 per detik, juga untuk irigasi teknis 30.000 hektare dan 10.000 hektare irigasi pompa.
Atasi Kekeringan
"Di Bojonegoro dari Bengawan Solo yang bisa diharapkan untuk mengatasi kekeringan selain Bendung Gerak Padang, juga Bendung Gerak Karangnongko," kata Tedjo, mengungkapkan.
Menurut Tedjo, manfaat awal Bendung Padang di perairan Bengawan Solo di Desa Padang Kecamatan Trucuk dan Desa Ngringinrejo, Kecamatan Kalitidu, akan dimanfaatkan untuk mencukupi kebutuhan air industri migas Blok Cepu.
"Operator migas Blok Cepu sudah membangun dua sungai (sudetan) untuk mengalirkan air Bendung Gerak, untuk ditampung di lokasi proyek Blok Cepu di Desa Mojodelik, Kecamatan Ngasem," katanya, menjelaskan.
Data teknis bendung gerak di Bojonegoro yang dijadwalkan rampung pembangunannya tahun 2012 yakni memiliki luas bentang 504 meter, tujuh buah pintu, masing-masing pintu lebarnya 17,5 meter dengan tipe "radial gate".
Selain itu, waduk ini juga dilengkapi dengan dua pintu pengatur debit, yang masing-masing pintu memiliki lebar 17,5 meter. Bendung gerak yang memiliki panjang 1.841,752 meter itu, mampu menampung air sebanyak 13 juta meter kubik dari daerah tangkapan air seluas 12.467 km2.
Manfaat bendung gerak tersebut, antara lain mampu mencukupi kebutuhan air irigasi pertanian lewat pompanisasi dengan debit 5.850 liter/detik di Kabupaten Blora seluas 665 hektare dan 4.949 hektare di Kabupaten Bojonegoro.
Kepala Dinas Pengairan Bojonegoro, Bambang Budi Susanto menyatakan, pihaknya masih menunggu rampungnya pembangunan Bendung Gerak di Padang itu. "Kalau memang rampung, kami akan mengantisipasi untuk membangun jaringan irigasi pertanian," ujar Bambang, dibenarkan Kepala Dinas Pertanian Bojonegoro, Subekti.
Permasalahan kekeringan yang selalu terjadi, katanya, pada musim terkering di Bengawan Solo yang debit airnya menyusut drastis, para petani kesulitan memperoleh air pertanian dengan sistem pompanisasi.
Itu terjadi tidak hanya di Bojonegoro, namun juga untuk kebutuhan air pertanian di Tuban dan Lamongan yang mengandalkan air irigasi pompanisasi Bengawan Solo.
(KR-SAS*C004/H-KWR)
Kekeringan Bengawan Solo Di Hilir Belum Teratasi
25 April 2011 14:28 WIB
Bengawan Solo saat meluap (ANTARA/Andika Betha)
Pewarta: Slamet A Sudarmojo
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011
Tags: