Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan menegaskan tidak memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) bukan halangan bagi penderita Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam mengakses dan mendapatkan vaksin COVID-19.

“(Tidak memiliki) Nomor Induk Kependudukan bukan suatu halangan. Jadi soal orang dengan HIV, kalau mereka tidak memiliki KTP, mereka bisa datang ke Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil untuk meminta nomor induk kependudukan,” kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi dalam Press Briefing World AIDS Day 2021 yang diikuti secara daring di Jakarta, Selasa.

Nadia menegaskan pemberian NIK di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) itu merupakan bentuk keseriusan pemerintah untuk mendorong kelompok marjinal seperti transpuan dan pekerja seks agar dapat segera mendapatkan vaksin COVID-19.

Nantinya hanya dengan menggunakan NIK yang diberikan itu, penderita HIV yang termasuk ke dalam kelompok rentan dapat memiliki bukti tanda sudah divaksinasi.

Ia juga mengatakan bahwa vaksin COVID-19 aman bagi penderita HIV sehingga penyuntikan harus segera dilakukan. Karena berdasarkan Kementerian Kesehatan miliki ada 395.000 orang sudah terdeteksi dengan status sebagai penderita virus tersebut.

Kecuali bagi penderita yang memiliki penyakit infeksi oportunistik atau masih merasa ragu, ia menyarankan untuk menghubungi fasilitas pelayanan kesehatan atau dokter yang merawat sehingga bisa memastikan bisa segera mengikuti vaksinasi atau tidak.

“Jadi kalau dari data yang ada, 395.000 yang sudah terdeteksi dengan status HIV ini kita dorong untuk segera mendapatkan vaksinasi,” ujar dia.

Ketua Sekretariat Nasional Jaringan Indonesia Positif Meirinda Sebayang mengatakan masih banyak orang dengan HIV yang kesulitan mengakses layanan vaksin COVID-19 karena tidak memiliki KTP.

Menurut dia, lebih kurang 1.137 orang dengan HIV belum mendapatkan dan tidak memiliki jadwal vaksin COVID-19. Hal tersebut dikarenakan beberapa orang dalam kelompok tersebut tergabung dalam kaum marjinal.

“Beberapa kelompok orang dengan HIV tidak memiliki KTP khususnya mereka yang marjinal transpuan atau pekerja seks, mereka tidak bisa mengakses vaksin karena tidak memiliki KTP,” katanya.

Selain KTP, ketidaksetaraan dan diskriminasi dalam mendapatkan akses layanan kesehatan juga menjadi penyebab sulitnya penderita HIV melakukan pengobatan terutama di masa pandemi yang menyebabkan banyak fasilitas dialihkan untuk pasien COVID-19.

Oleh sebab itu, ia meminta kepada pemerintah untuk membantu penderita HIV mendapatkan pengobatan sebagaimana semestinya guna membebaskan negara dari pandemi HIV/AIDS di tahun 2030.