Jakarta (ANTARA) - Ombudsman Republik Indonesia menyatakan akses petani untuk mendapatkan pupuk bersubsidi sangat terbatas.

Hal ini disebabkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 15 tahun 2013 yang menyebutkan distributor memiliki jaringan distribusi yang dibuktikan dengan memiliki paling sedikit dua pengecer di setiap kecamatan di wilayah tanggung jawabnya masing-masing.

“Selain itu terdapat beberapa temuan dalam mekanisme dan penunjukan distributor pupuk bersubsidi sebagai suatu kesatuan kegiatan distribusi pupuk bersubsidi,” kata Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika, Jakarta, Selasa.

Beberapa pertemuan tersebut yaitu tidak semua distributor memenuhi rekomendasi dari Dinas Perdagangan, belum ada transparansi penunjukan distributor dan pengecer pupuk bersubsidi, dan keberadaan pengecer pupuk bersubsidi masih terbatas.

Dalam rangka perbaikan mekanisme distribusi pupuk bersubsidi, terwujudnya peningkatan akses pupuk bersubsidi, serta transparasi penunjukan distributor dan pengecer pupuk bersubsidi, Ombdusman memberikan saran perbaikan kepada Menteri Perdagangan dan PT Pupuk Indonesia.

Pertama, memperluas kewajiban distributor untuk memiliki pengecer di setiap desa melalui kerjasama dengan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dan/atau koperasi dengan tetap memperhatikan skala bisnis pengecer pupuk bersubsidi.

Kedua ialah mempublikasikan informasi prosedur, mekanisme, dan persyaratan rekrutmen distributor dan pengecer baru di kanal media Petani Hortikultura Cilacap (PHC).

Selanjutnya, penyempurnaan skema penunjukan pengecer terutama pada persyaratan yang berkaitan dengan penguasaan sarana pendukung dan pemilikan modal.

“Hal ini bertujuan guna memastikan pengecer mempunyai kekuatan finansial dan sarana pendukung yang memadai guna kelancaran penyaluran pupuk bersubsidi kepada poktan dan petani,” ujar dia.

Adapun yang terakhir yaitu memenuhi standar pelayanan sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2019 terkait pelayanan publik.

Yeka menerangkan, distribusi pupuk bersubsidi merupakan serangkaian kegiatan yang pelaksanaannya tidak dapat dilepaskan dari ketentuan UU No. 25 tahun 2019.

Dalam ketentuan itu, disebutkan pada pasal 4 bahwa penyelenggaraan pelayanan publik didasari kepastian hukum partisipatif serta kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan.

Baca juga: Ombudsman sebut perlu perbaikan kriteria petani penerima pupuk subsidi

Baca juga: Ombudsman catat potensi maladministrasi tata kelola pupuk bersubsidi