Jakarta (ANTARA News) - "Menjadi nomor satu adalah hasil," ujar penasihat senior Toyota Motor Corporation (TMC) Yoshi Ishizaka dengan tatapan mata yang tajam, namun tetap menampilkan wajah yang ramah.

Di sela-sela jadwalnya yang padat, mantan pimpinan Toyota di Amerika Serikat itu, menyempatkan diri bertemu dengan beberapa wartawan Indonesia, akhir pekan ini, sebelum menjadi pembicara kunci pada seminar sehari mengenai rahasia "Toyota Way in Sales and Markerting," di Jakarta.

"Kami tidak bertujuan menjadi nomor satu," ujar Ishizaka yang memiliki andil besar dalam pengembangan pasar Lexus, mobil khusus Toyota untuk Amerika Serikat.

Ia menjelaskan proses Toyota menjadi pemain besar di bidang otomotif tidak mudah. Bahkan pada awalnya, pendiri Toyota Motor Corporation (TMC), Kiichiro Toyoda, belajar dari produsen otomotif Amerika Serikat yaitu Ford, untuk mengetahui teknik produksi mobil secara massal.

Sistem produksi Ford tersebut kemudian diadaptasi oleh Kiichiro sesuai dengan kondisi negerinya yang miskin sumber daya alam dan bahan baku. Berbasis produksi massal Ford, Toyota mengembangkan sistem produksi yang ramping atau "lean production."

Berdasarkan sistem produksi yang ramping itu, Toyota mengembangkan konsep "just in time" yaitu memasok apa yang diperlukan, sesuai jumlah yang dibutuhkan, pada saat diperlukan.

Selain itu, sistem produksi yang dikembangkan Toyota juga bersandar pada konsep Jidoka. Jidoka berasal dari kata Jepang dan dikembangkan ayah sang pendiri TMC, yaitu Sakichi Toyoda.

Sakichi menemukan sistem atau alat sensor mekanik yang akan menghentikan mesin yang sedang beroperasi, bila ditemukan ada masalah. Sistem itu membantu peningkatkan efisiensi karena kesalahan bisa ditemukan lebih cepat, sehingga cacat produksi bisa ditekan.

"Itulah Toyota Way yang merupakan praktik bisnis kami, yang dilatarbelakangi oleh kondisi Jepang yang minim sumber daya alam," kata Ishizaka.

TWSM
Selain produksi, Toyota juga memiliki nilai-nilai dasar sistem pemasaran dan penjualan yang tertuang dalam Toyota Way in Sales and Markerting (TWSM) yang disusun oleh Yoshio Ishizaka pada 2001.

Konsep TWSM itu kemudian ditransfer ke 170 jaringan distributor dan 8.000 dealer di 200 negara, guna menjadi pegangan praktek pemasaran dan penjualan mobil Toyota di seluruh dunia.

Ishizaka mengatakan untuk menyebarkan nilai-nilai TWSM tersebut, pihaknya membangun Global Knowledge Center (GKC) yang berbasis di Amerika Serikat. "Karena bahasa Inggris menjadi bahasa utama, kami mendirikan GKC di Amerika," katanya.

Dari situlah pengembangan dan penyebaran nilai-nilai TWSM dilakukan. Kata kunci dari nilai itu adalah "Glocal" (global-local) atau berpikir global, bertindak lokal. Perusahaan otomotif Jepang itu memberi keleluasaan pada jaringan operasionalnya di suatu negara untuk membuat kebijakan sesuai pasar lokal dalam memenuhi kebutuhan konsumen.

"Kami misalnya diberi kebebasan membuat kebijakan pemasaran sendiri, seperti membuat iklan dan melakukan promosi sesuai dengan pasar kami," kata GM Pemasaran PT Toyota Astra Motor (TAM) Widyawati Soedigdo.

Namun semua itu harus berpegang pada target TWSM yaitu menjadikan konsumen sebagai pelanggan setia. TWSM melihat ada lima langkah yang dilakukan konsumen sebelum mengambil keputusan yaitu mencari, mengunjungi, membeli, mendapatkan barang yang sesuai, dan memiliki.

"Kuncinya adalah dengar suara pelanggan," kata Ishizaka. Ia mengatakan kunci kemenangan Toyota yang menyalip raja otomotif dunia General Motor (GM) adalah mendengarkan keluhan, keinginan dan kebutuhan konsumen.

Toyota memenangi persaingan, tidak hanya di Amerika Serikat -- negeri asal GM -- tapi juga di dunia, ketika Toyota membuat mobil dengan mesin bersilinder lebih kecil dari yang dibuat GM maupun Ford.

"Waktu itu kami mendengarkan suara konsumen yang menginginkan mobil kecil seiring dengan naiknya harga bahan bakar. Pesaing kami pada waktu itu masih membuat mobil yang besar dan sedang," kata Ishizaka yang bergabung dengan TMC sejak 1963.

Prinsip dengarkan suara konsumen itu juga, yang membuat Toyota melihat kasus "recall" (menarik mobil untuk perbaikan) sebagai upaya memuaskan konsumen.

Ishizaka menilai kasus "recall" yang cukup besar tahun lalu, karena ada komunikasi internal yang hilang serta merupakan sindrom perusahaan yang menjadi besar dan berada di zona nyaman. "Lupa perlu ada peningkatan berkelanjutan," katanya.

Namun, sejak Maret 2010 TMC telah membentuk komite khusus untuk kualitas global yang antara lain melakukan genchi genbutsu (deteksi dini dan resolusi dini berdasarkan suara konsumen) serta pengembangan produk berbasis keselamatan dan kepercayaan pelanggan.

Tantangan
Selain tantangan untuk meraih kepercayaan konsumen lagi -- khususnya di Amerika Serikat -- akibat "recall," Toyota juga menghadapi tudingan otomotif sebagai salah satu penyumbang polusi yang besar akibat emisi gas buang mobil yang diproduksinya.

"Tantangan terbesar kami dan juga perusahaan otomotif yang lain adalah isu lingkungan, terkait pemanasan global," ujar Ishizaka yang pensiun pada tahun 2005 dari TMC.

Ishizaka yang keliling menyebarkan nilai-nilai TWSM ke berbagai negara itu menilai produsen otomotif perlu mencari inovasi baru untuk mengatasi isu lingkungan tersebut. Apalagi pada 2050 diperkirakan tidak ada lagi bahan bakar fosil di dunia.

"Mungkin perlu dipikirkan membuat mobil berbahan bakar air, atau mobil yang justru menciptakan udara bersih ketika dikendarai," ujar Ishikaza.

Saat ini, kata dia, Toyota telah memulai pembuat mobil ramah lingkungan dengan mesin hibrid, yang telah diproduksi secara massal seperti Prius.

Terlepas dari isu lingkungan, Ishizaka juga melihat pelaku bisnis otomotif juga menghadapi tantangan membuat mobil yang lebih terjangkau.

"Saat ini masih ada sepertiga masyarakat dunia yang belum memiliki mobil di negara-negara miskin, seperti Afrika dan sub-Sahara. Mereka pergi ke kantor, pasar, dan pabrik dengan berjalan kaki," ujarnya.

Ishizaka berharap dari negara seperti Indonesia bisa muncul ide-ide yang brilian untuk mengatasi tantangan industri otomotif ke depan."Siapa tahu bisa mendapatkan hadiah nobel," ujarnya berseloroh.

Saat ini Toyota melalui PT Toyota Astra Motor (TAM) menjadi pemimpin pasar di Indonesia dan memiliki basis produksi Innova dan Fortuner melalui PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TAM).
(R016/Z002)