Jakarta (ANTARA) - Hakim Pengawas Pengadilan Niaga Jakarta Pusat meminta Presiden Direktur (Presdir) PT Bukit Uluwatu Villa Tbk (BUVA) Franky Tjahyadikarta untuk menyebutkan sumber dana pembayaran utang kepada para kreditur dalam proposal perdamaian.
"Sumber dananya dari mana tolong dimasukkan, sebab di proposal yang sekarang tidak ada," kata Hakim Pengawas Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Yusuf Pranowo dalam rapat pembahasan proposal perdamaian dan pengambil keputusan di Jakarta, Senin.
Hal itu ia sampaikan karena dalam proposal perdamaian yang diajukan pada sidang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) tidak menyatakan sumber dana tersebut.
Padahal, lanjut hakim, sumber pembayaran utang tersebut paling dicari oleh kreditur. Majelis melihat proposal yang disampaikan Franky Tjahyadikarta dalam melakukan restrukturisasi utang, baru disebutkan bahwa penyelesaian akan dilakukan dari penjualan beberapa aset dan saham.
"Tapi di situ nilai aset dan sahamnya berapa belum disebutkan, apakah cukup atau tidak. Untuk itu perlu disebutkan," tegas Hakim Yusuf.
Baca juga: Kreditur minta bos BUVA percepat proses PKPU
Selain mengenai sumber dana, para kreditur dari kalangan perbankan selaku kreditur separatis meminta Franky agar tidak terlalu lama menyelesaikan pembayaran utang-utangnya. Sebab, dalam proposal yang diajukan PT BUVA proses pembayaran utang dilakukan selama 130 bulan atau hampir 11 tahun.
Selain itu, dalam proposalnya, Franky juga meminta "grace" periode sampai 36 bulan atau tiga tahun.
Perwakilan dari PT Bank KEB Hana Indonesia dalam rapat tersebut mengatakan para kreditur separatif, mengaku terkejut dengan permohonan yang diajukan PT BUVA.
"Kami jelas keberatan dan menolak. Kami ingin mengacu pada perjanjian pemberian kredit yaitu tahun 2025 selesai," ujar perwakilan PT Bank KEB Hana.
Senada dengan itu, perwakilan dari Bank QNB meminta agar Franky juga memasukkan nilai tagihan dari masing-masing kreditur sehingga lebih rinci. Sebab, setiap kreditur memiliki karakter masing-masing dalam penyelesaian utang.
Baca juga: MPIS dan MPIP realisasikan pengembalian dana investor
Selain PT Bank KEB Hana dan Bank QNB terdapat juga kreditur separatis lainnya yakni Bank Artha Graha, Bank Oke Indonesia dan Bank Victoria. Sementara, kreditur lainnya dominan berasal dari perusahaan properti.
Seperti diketahui, Franky Tjahyadikarta mengajukan permohonan PKPU secara sukarela pada 11 Oktober 2021. Permohonan PKPU tersebut terdaftar dengan nomor perkara 411/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN Niaga Jkt.Pst.
Pada 18 Oktober majelis hakim telah memberikan putusan sela. Dalam putusannya, majelis mengabulkan permohonan PKPU sementara yang diajukan oleh Franky.
Franky merupakan pengusaha di bidang properti yang proyeknya tersebar di berbagai kota khususnya di Bali, Banyuwangi dan Nusa Tenggara Timur (NTT).
Pada 2021 tepatnya pada 21 Mei, Franky masih terlibat dalam peletakan batu pertama pembangunan proyek Mawatu Labuan Baji di Batu Cermin, Labuan Bajo melalui Vasanta Group.
Baca juga: PT Sritex sambut baik putusan PN Semarang kabulkan perpanjangan PKPU
Hakim minta Presdir BUVA sebutkan sumber pembayaran utang ke kreditur
29 November 2021 20:00 WIB
Ilustrasi- bayar utang (Ist) (Ist/)
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021
Tags: