Bengkulu (ANTARA News) - Maraknya perambahan dan pembukaan kawasan konservasi seperti hutan produksi terbatas (HPT), hutan lindung dan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) di wilayah Provinsi Bengkulu saat ini mengancam kepunahan populasi gajah liar dan satwa dilindungi lainnya.
Sebab itu pemerintah dan semua komponen di Bengkulu harus cepat mengantisipasi untuk menlindungi satwa langka dari ancaman kepunahan.
Ancaman terjadinya kawasan pulau konservasi semakin rusak akibat ulah para oknum perambah tersebut dikhawatirkan Kepala Pusat Pengendalian Pembangunan Kehutanan Regional I Sumatra Ir Banjar Laban.
Saat berkunjung ke beberapa lokasi perambahan di sekitar pusat latihan gajah (PLG) Seblat, Kecamatan Putri Hijau, Kabupaten Bengkulu Utara belum lama ini, ia menyaksikan langsung hamparan ladang perambah dalam kawasan HPT Lebong Kandis yang diusulkan untuk menjadi hutan koridor gajah liar menghubungkan PLG ke TNKS.
"Kalau ratusan perambah ini dibiarkan, maka kawasan HPT Lebong Kandis daerah itu akan habis menjadi areal perkebunan masyarakat, sehingga keberadaan gajah liar dan satwa lainnya terancam mati," tandasnya.
Uniknya, kata dia, dari sekitar 500 kepala keluarga (KK) perambah di kawasan HPT Lebong Kandis itu 200 di antaranya sudah memiliki sertifikat dan berkedok warga transmigrasi.
"Sebelumnya saya mendapat laporan bahwa kawasan diusulkan untuk koridor gajah liar menghubungkan hutan Pusat Latihan gajah (PLG) sudah dirambah sekitar 500 kelapa keluarga atau 1.000 hektare," katanya.
Setelah dicek di lapangan ternyata benar dan ada salah satu warga perambah mengaku ditransimigrasikan ke kawasan tersebut oleh Pemda Kabupaten Bengkulu Utara tahun 2000.
Biasanya lokasi transimigrasi itu bukan berada pada kawasan HPT tapi pada hutan peruntukan lain atau hutan produksi tetap itu pun sudah melalui prosedur.
"Saya akan mengusulkan perambah dalam kawasan HPT Lebong Kandis itu untuk ditertibkan melalui pendekatan lewat tata ruang dan kawasan itu harus dihijaukan kembali," tandasnya.
Kalau penggunaan HPT, hutan lindung, cagar alam dan lainnya harus memiliki izin pinjam pakai dari Kemenhut, tapi kalau kawasan hutan sudah dirobek-robek seperti ini tidak memikirkan masa depan anak cucu melainkan untuk kepentingan sesaat.
Bila ke depan daerah tidak mampu mengelola kawasan HPT dan hutan lindung tersebut akan diambil alih pusat dan dijadikan hutan konservasi, berarti daerah tidak mampu mempertahankan kawasan hutan tersebut.
Perambah dalam kawasan HPT Lebong Kandis, Kecamatan Putri Hijau, Bengkulu utara Provinsi Bengkulu itu merusak habitat gajah dan kawasan koridor.
"Kita targetkan ratusan perambah itu diturunkan untuk melindungi habitat gajah liar wilayah itu," kata Banjar Laban saat berkunjung ke lokasi atau sekitar 260 kilomter dari Kota Bengkulu belum lama ini.
HPT Lebong Kandis merupakan satu-satunya kawasan hutan lindung menghubungkan PLG ke TNKS yang perlu diamankan.
Bila kawasan HPT Lebong Kandis itu tidak cepat diamankan, maka proses pulau-pulau konservasi akan terjadi di daerah ini, dampaknya gajah dan satwa lainnya akan terjadi konflik dengan manusia.
Ia menilai, kawasan PLG salah satu hutan lengkap dengan ribuan jenis satwa liar, primata, hewan melata dan jenis hewan reptil lainnya yang perlu dilindungi.
Bila kawasan PLG sudah ditata menjadi wilayah marga satwa, maka akan laku dijual menjadi obyek wisata termahal dan bisa mendatangkan pendapatan besar bagi wilayah Bengkulu, katanya.
Untuk mewujudkan rencana tersebut hendaknya didukung masyarakat, pemerintah daerah dan instansi terakit lainnya, terutama merubah status kawasan PLG menjadi kawasan konservasi dan izin kawasan koredor menuju TNKS di wilayah itu.
Perubahan status PLG
Kepala Balai Konservasi Sumber daya alam (BKSDA) Bengkulu Amon Zamora mengatakan, pihaknya sudah mengusulkan perubahan status hutan PLG dan kawasan koredor HPt Lebong Kandis seluas 11.638 hektare.
Kawasan koridor itu sangat dibutuhkan untuk lalu lintas gajah liar dari PLG ke kawasan hutan TNKS, sehingga tidak mengganggu kebun masyarakat berada di sekitar itu.
Perluasan kawasan hutan PLG Seblat di Kecamatan Putri Hijau, Kabupaten Bengkulu Utara itu dari 6.800 hektare menjadi 18.503 Ha karena kawasan hutan koredor itu luasnya mencapai 11.638 hektare.
Ia mengatakan, kawasan PLG Seblat Bengkulu saat ini dihuni 90 persen jenis satwa liar yang ada di Sumatra, hal itu berdasarkan hasil survei tahun 2004.
Ribuan jenis satwa langka dan dilindungi itu antara lain jenis Ranggong, siamang, burung kuwau, primat dan jenis tapir yang perlu diamankan.
Kawasan PLG Bengkulu juga tercatat dari hasil survei Bank dunia tahun 2000 menyebutkan di wilayah Sumatra tegakan kayu alam berada pada lahan 650 ribu hektare termasuk di PLG Bengkulu, katanya.
"Kalau izin perluasan dan perubahan status itu lamban dikeluarkan, kita khawatir kawasan HPT Lebong Kandis dicadangkan itu habis dirambah masyarakat," katanya.
Usulan perubahan status hutan PLG dan hutan koredor itu terkhir awal tahun 2011 secara tertulis dengan No. S 85/BKSDA/BKL/2011, hal itu sudah berkali-kali diusulkan sejak tahun 2007, namun sampai saat ini belum juga ada realisasinya, sedangkan keberadaan satwa liar dilindungi itu sudah semakin terjepit.
Mudah-mudahan perubahan status dan peningkatan fungsi kawasan itu biasa terealisasi dalam tahun 2011, sehingga populasi gajah liar dan satwa lainnya bisa aman dari konflek dengan manusia, ujarnya.
Koordinator PLG Bengkulu Supartono mengatakan, dalam waktu dekat pihaknya akan membuat pemetaan wilayah jelajah bagi pengunjung ke kawasan tersebut, terutama titik hewan langka yang muda dijumpai saat pengunjung tiba.
Dalam kawasan hutan PLG luasnya sekitar 6.800 Hektare tersebut akan dibagi tiga zone yaitu zone A lokasi tumbuhanya bunga Rafflsia, padang alang-alang dan jelajah areal rawan dengan menggunakan gajah latih.
Zone B akan menampilkan satwa liar seperti rusa, kijang, ayam hutan, tapir dengan perjalanan jelajah menggunakan gajah selama dua jam dan terakhir zone C akan menampilkan hutan tua serta tanaman pengobatan tradisonal yang cukup banyak dalam kawasan tersebut.
Bila ketiga zone itu sudah tertata dengan wilayah jelajah terarah, maka akan dipromosikan melalu berbagai media dan internet, walau PLG Bengkulu secara rutin didatangi wisatawan mancara negara untuk meneliti dan beraul dengan gajah liar, ujarnya.
Kepala BKSDA Bengkulu Amon Zamora mengatakan, peningkatan status kawasan PLG itu sudah diusulkan beberapa tahun lalu, namun belum ada respon dari pusat, sedangkan jumlah perambah makin bertambah, terutama pada kawasan koridor menghubungkan PLG ke TNKS.
Kawasan itu, katanya, beberapa tahun lalu sudah diusulkan untuk menjadi hutan koridor, namun saat itu belum bisa disetujui karena didalamnya masih ada ratusan perambah.
Setelah perambah itu turun dengan kesadaran sendiri, maka kawasan akan dijadikan hutan koridor gajah liar dari PLG ke hutan TNKS, sehingga hewan besar itu tidak mengganggu tanaman masyarakat.
Belakangan pihaknya mendapat informasi perambah di kawasan itu jumlahnya sudah mencapai 500 KK dan uniknya sudah ada sekitar 200 persil sertifikat di lahan itu.
Untuk membutikan kebenaran laporan itu, pihaknya akan menurunkan tim ke lokasi usai lebaran ini sekaligus berharap penuh agar perambah yang ada di kawasan itu sudah bersiap-siap meninggalkan lokasi sebelum ada tindakan dari pihak penegak hukum.
Rusaknya kawasan HPT Lebong Kandis itu berdampak besar pada kepunahan hewan-hewan yang dilindungi, terutama gajah, badak, harimau Sumatera dan ratuan jenis reltil dan burung langka.
Akibatnya gajah liar yang berlindung dalam kawasan PLG Seblat sekarang jumlahnya sekitar 80 ekor dari sebelumnya sekitar 46 ekor, sedangkan gajah latih yang ada hanya 18 ekor merasa tidak aman.
(Z005/A025)
Perambah Ancam Kepunahan Populasi Gajah
22 April 2011 13:28 WIB
ilustrasi (ANTARA/FB Anggoro)
Pewarta: Zulkifli Lubis
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011
Tags: