Jakarta (ANTARA) - Ketua DPP Partai NasDem Bidang Hubungan Legislatif Atang Irawan mengatakan pemerintah harus melakukan evaluasi dan penyempurnaan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) usai putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan Undang-Undang Cipta Kerja tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat jika tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 (dua) tahun sejak putusan ini diucapkan.

"Artinya, pemerintah sebagai inisiator (pengusul) harus segera melakukan evaluasi dan penyempurnaan pascaputusan MK dan tidak harus menunggu hingga dua tahun," ujar Atang Irawan dalam siaran persnya, di Jakarta, Senin.

Tujuannya, lanjut dia, agar tidak terjadi stagnasi dalam rangka pemulihan perekonomian melalui percepatan investasi dan penyederhanaan (simplikasi) peraturan yang sudah sangat obesitas serta menciptakan pelayanan yang tidak birokratis (debirokratisasi).

Pemerintah harus menugaskan Kementerian Hukum dan HAM untuk membuat tim lintas kementerian dalam rangka melakukan perubahan UU Cipta Kerja.

Baca juga: Pemerintah akan masukkan revisi UU Cipta Kerja ke Prolegnas prioritas
Hal yang perlu diperhatikan pula agar segera melakukan perubahan terhadap UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU PPP) beserta lampirannya agar memasukkan metode omnibus serta format dan teknis perumusan.

"Meskipun lampiran sesungguhnya bukanlah peraturan perundang-undangan, akan tetapi hanya berisikan prosedur/tata cara dan format serta teknis pengkaidah yang merupakan beleidsregel (peraturan kebijakan), namun karena lampiran tersebut tidak terpisahkan dari UU, maka berlaku mengikat layaknya UU," ujar Atang.

Putusan MK ini tidak membatalkan substansi melainkan membatalkan aspek formal pembentukan UU.


Namun hal itu dapat berdampak pada kepastian dan keyakinan masyarakat khususnya iklim berusaha yang menjadi harapan besar membangkitkan ekonomi nasional.
Oleh karena itu, pemerintah harus segera membentuk pusat/badan regulasi nasional agar dalam segi formal peraturan perundang-undangan tidak berakibat disharmoni/bertentangan dan tertata dengan baik serta lebih efektif dan efisien sehingga tidak menimbulkan preseden buruk bagi kepastian hukum.

Bagi Atang, pembentukan Pusat Legislasi Nasional dibuka ruangnya oleh UU No. 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU PPP yang mengurusi pembentukan/penyusunan peraturan perundang-undangan di internal pemerintahan baik di pusat maupun di daerah.

Baca juga: Presiden Jokowi: Undang-udang Cipta Kerja tetap berlaku
"Namun sayangnya, hingga kini belum dibentuk," ujarnya.

Atang menegaskan bahwa peraturan pelaksana UU Cipta Kerja masih tetap berlaku karena putusan MK hanya menyatakan tidak dibenarkan menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan UU Cipta Kerja.

Namun ada pertanyaan yang sangat substantif, menurut Atang, apakah dasar MK melarang pemerintah menerbitkan peraturan pelaksana baru? Padahal peraturan pelaksana dari UU Ciptaker adalah PP, Perpres, dan Permen, termasuk peraturan daerah, seandainya pemerintah membuat peraturan pelaksana baru maka MK tidak dapat membatalkan peraturan pelaksana baru tersebut.

Karena yang berwenang melakukan pengujian peraturan pelaksana UU/peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang adalah Mahakamah Agung sebagaimana diatur dalam Pasal 24A ayat (1) UUD 1945.


Menurut Atang, peraturan pelaksana UU Cipta Kerja sekitar 45 Peraturan Pemerintah dan 5 Peraturan Presiden, belum lagi ditambah peraturan menteri sehingga peraturan tersebut tetap eksis sepanjang tidak dibatalkan oleh lembaga yang berwenang atau dicabut oleh lembaga pembentuknya.
Namun bila pemerintah tidak melakukan perbaikan dalam dua tahun, Atang memprediksi akan memicu polemik dalam orkestrasi politik legislasi peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang.

"Karena akan terjadi disharmoni dengan peraturan pelaksana dari UU yang dinyatakan berlaku kembali sebagaimana dalam putusan MK," demikian Atang.

Presiden Joko Widodo menegaskan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) tetap berlaku pascaputusan Mahkamah Konstitusi.

"Seluruh materi dan substansi dalam Undang-Undang Cipta kerja dan aturan sepenuhnya tetap berlaku, tanpa ada satu pasal pun yang dibatalkan atau dinyatakan tidak berlaku oleh MK," kata Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka Jakarta, Senin.

Presiden Jokowi menyampaikan hal tersebut didampingi para menteri koordinator kabinet Indonesia Maju, yaitu Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Korodinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto serta Menteri Sekretaris Negara Pratikno.

Baca juga: Presiden jamin keamanan dan kepastian investasi setelah putusan MK
"Saya telah memerintahkan kepada para menko dan para menteri terkait untuk segera menindaklanjuti putusan MK itu secepatnya," tambah Presiden.

Menurut Presiden Jokowi, pemerintah dan DPR sebagai pembentuk undang-undang diberikan waktu paling lambat 2 tahun untuk melakukan revisi atau perbaikan.

"Dengan demikian seluruh peraturan pelaksanaan Cipta Kerja yang ada saat ini masih tetap berlaku dengan dinyatakan masih berlakunya Undang-undang Cipta Kerja oleh MK," ucap Presiden.