Padang (ANTARA News) - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mohammad Mahfud MD, menyatakan bahwa hukum Indonesia telah kehilangan nyawa sehingga dapat dengan mudah dimasuki kepentingan-kepentingan sesaat yang bertentangan dengan cita dan tujuan hukum itu sendiri.

Statemen ini disampaikan Ketua MK, saat memberikan kuliah umum dalam rangka memperingati 60 tahun Fakultas Hukum Universitas Andalas (Unand) Padang, Sumbar bertema "Peran Mahkamah Konstitusi Dalam Mewujudkan Cita Hukum Nasional", di Padang, Rabu.

Mahfud mengatakan, sebagai cita hukum, Pancasila ibarat nyawa yang tidak hanya memberikan panduan kemana hukum dan penegakannya akan di bawa, tapi sekaligus nilai axiologis dalam menentukan hukum apa yang akan dibentuk dan bagaimana menjalankannya.

Sayangnya, ia menilai, pembentukan dan penegakan hukum saat ini telah meminggirkan Pancasila. Bahkan, ia menyatakan, perdebatan akademis dan proses pendidikan tinggi hukum mungkin juga semakin jarang mendalami cita hukum dan studi-studi filsafat hukum.

Oleh karena itu, kata Mahfud, gagasan revitalisasi Pancasila sebagai cita hukum menjadi mendesak untuk tidak hanya diwacanakan, malainkan harus dijalankan.

Tujuan dari gagasan revitalisasi, katanya, untuk mengembalikan Pancasila sebagai cita hukum, mulai dari pembentukkan hukum hingga pelaksanaan dan penegakannya.

Menurut dia, revitalisasi sangat perlu dilakukan untuk menjadikan Pancasila sebagai paradigma dalam berhukum sehingga dapat memperkecil jarak antara das sollen dan das sein, sekaligus memastikan nilai-nilai Pancasila senantiasa bersemayam dalam praktik hukum.

Ia menilai, melakukan revitalisasi tentu bukan hal yang mudah, tapi bukan berarti sesuatu yang tak mungkin dilakukan.

Jadi, proses revitalisasi tidak dapat dilakukan dengan sekedar sistem pendidikan aparat penegak hukum yang menekankan pada aspek pengetahuan, seperti pola penataran Pedoman Pengahayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) zaman Orde Baru. Akan tetapi, ia menilai, harus terinternalisasi serta menyatu dengan sistem dan kultur hukum.

Makanya, menurut Mahfud, dalam proses ini, diperlukan peran semuan pihak, terutama pendidikan tinggi hukum sebagai kawag candradimuka pemikiran-pemikiran hukum serta institusi yang bertanggungjawab atas kualitas dan integritas para ahli dan praktisi hukum Indonesia. (*)