Jakarta (ANTARA) - Presiden Joko Widodo menyoroti situasi kemanusiaan Afghanistan yang memburuk karena pemerintahan inklusif yang belum terwujud, saat menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asia-Europe Meeting (ASEM) ke-13 dari Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Jumat.

Hal tersebut diutarakan Presiden saat berbicara secara virtual pada Sesi Retreat KTT ASEM ke-13, sebagaimana siaran pers yang diterima dari Biro Pers Sekretariat Presiden, di Jakarta, Jumat malam.

"Saat ini, pemerintahan inklusif belum terwujud. Situasi kemanusiaan memburuk. Sekitar 23 juta rakyat Afghanistan terancam krisis pangan. Bantuan kemanusiaan menjadi prioritas. Kami berkomitmen memberikan bantuan, termasuk untuk bantuan kapasitas," ujar Presiden Jokowi.

Selain isu kemanusiaan, ada dua isu yang menjadi perhatian Indonesia. Pertama, isu pemberdayaan perempuan. Presiden Jokowi mengingatkan bahwa penghormatan hak-hak perempuan adalah salah satu janji Taliban.

Baca juga: Presiden tandatangani Keppres penetapan keanggotaan Indonesia di ACMM

Baca juga: Presiden teken Perpres tentang Pelaksanaan Paten Obat Favipirapir


Berkaitan dengan hal tersebut, Indonesia ingin berkontribusi agar janji tersebut dapat dipenuhi, antara lain melalui Indonesia-Afghanistan Women Solidarity Network yang akan dimanfaatkan untuk kerja sama pemberdayaan perempuan ke depan.

"Kami juga siap memberikan beasiswa pendidikan bagi perempuan Afghanistan. Kami akan terus lanjutkan upaya pemberdayaan perempuan Afghanistan melalui kerja sama dengan berbagai pihak," tuturnya.

Kedua, kerja sama antarulama. Presiden Jokowi memahami betul peran penting ulama di masyarakat. Pada tahun 2018, Indonesia menjadi tuan rumah pertemuan trilateral ulama Afghanistan-Pakistan-Indonesia untuk mendukung proses perdamaian.

"Meskipun situasi Afghanistan sudah berbeda, namun ulama tetap berperan penting. Kami siap memfasilitasi dialog antara ulama, termasuk ulama Afghanistan," jelasnya.

Turut mendampingi Presiden dalam acara tersebut yaitu Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, dan Direktur Jenderal Amerika dan Eropa Kementerian Luar Negeri I Gede Ngurah Swajaya.