Jakarta (ANTARA) - Sejak awal tahun 2020 sampai dengan Oktober 2021, KPK mencatat telah menangani 162 kasus korupsi di mana setidaknya 59 pelaku usaha turut serta dalam tindak pidana tersebut.
Sementara jika ditarik data lebih jauh, sejak tahun 2004 sampai dengan saat ini, KPK telah menangani tindak pidana korupsi yang melibatkan pelaku usaha sejumlah 356 orang dari total 1.333 pelaku.
Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan KPK memandang penting untuk mendorong pelibatan pelaku usaha dalam upaya pemberantasan korupsi, mengingat dunia usaha punya peran penting dalam pertumbuhan ekonomi negara sekaligus punya risiko tinggi terjadinya tindak pidana korupsi.
Dalam melaksanakan tugas pencegahan korupsi pada dunia usaha tersebut, KPK juga telah membentuk unit baru, yaitu Direktorat Anti-Korupsi Badan Usaha (AKBU).
Berdasarkan Peraturan KPK Nomor 7 Tahun 2020, Direktorat AKBU bertugas melakukan pemantauan dan pengkajian regulasi, melakukan analisis deteksi dan pemetaan praktik korupsi pada sektor swasta, memberikan bimbingan teknis pembangunan sistem antikorupsi serta melakukan monitoring dan evaluasi program pencegahan korupsi di sektor swasta.
Unit tersebut berperan sebagai fasilitator bagi pelaku usaha dalam mengembangkan upaya-upaya antikorupsi terutama dalam mencegah terjadinya pemidanaan korporasi sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 13 Tahun 2016.
Untuk membangun dunia usaha tanpa suap, KPK bersama Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menandatangani nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) yang dilakukan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (25/11). Kesepakatan bersama itu merupakan pembaruan dari MoU sebelumnya yang dilaksanakan pada gelaran musyawarah nasional (munas) Kadin tahun 2017.
Dalam kegiatan itu, KPK juga mengundang Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) sebagai representasi aparat penegak hukum yang memiliki tugas dan wewenang dalam menangani tindak pidana korupsi.
Sinergi antar aparat penegak hukum dan pemangku kepentingan lainnya, baik pemerintah pusat maupun daerah serta pelaku usaha menjadi prasyarat mutlak keberhasilan upaya pencegahan korupsi, khususnya pada sektor bisnis.
Dalam kesempatan tersebut, Firli mengharapkan agar tidak ada lagi pengusaha yang memberi suap kepada penyelenggara negara. Ia menegaskan jika ingin mewujudkan kegiatan ekonomi yang lancar, efektif, dan efisien maka praktik suap maupun gratifikasi harus dihilangkan.
Namun, ia juga mengingatkan risiko praktik suap bisa saja terjadi antara penyelenggara negara dan pengusaha.
Sebagai contoh, kata dia, pengusaha bekerja dengan target dan bagaimana untuk mencapai tujuan atau "how to achieve the goals". Terkadang untuk mencapai tujuan tersebut, pengusaha melalaikan proses sebagaimana mestinya sehingga dimanfaatkan oleh oknum penyelenggara negara dan terjadi praktik suap.
Firli menjelaskan pemerintah telah mengeluarkan sejumlah kebijakan untuk mempermudah pelaku usaha menjalankan kegiatannya sehingga KPK penting untuk hadir memastikan terlaksananya kebijakan tersebut secara efektif dan bebas dari tindak pidana korupsi.
Senada, Ketua Umum Kadin Indonesia Arsjad Rasjid juga menyampaikan komitmen untuk menciptakan ekosistem berusaha yang lebih baik, membentuk agen perubahan, dan menerapkan standar ISO antikorupsi.
Baca juga: Firli Bahuri ingatkan pengusaha tak beri suap ke penyelenggara negara
Harapan
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengharapkan MoU antara KPK dan Kadin Indonesia dapat mewujudkan para pengusaha yang berintegritas diantaranya berbisnis dengan baik, mendapatkan keuntungan dengan cara-cara yang benar, dan membayar pajak sesuai dengan keuntungan.
Alex juga mewanti-wanti soal tindak pidana korupsi yang persekongkolannya dapat terjadi secara vertikal dan horizontal berkaitan dengan penyelenggara negara dan pengusaha.
Persekongkolan secara vertikal, misalnya terkait dengan pengadaan barang dan jasa di suatu daerah di mana melibatkan mulai dari panitia lelang, pejabat pembuat komitmen (PPK), kepala dinas hingga kepala daerahnya.
Sedangkan persekongkolan secara horizontal terjadi antar pengusaha sendiri, misalnya dengan bagi-bagi proyek.
"Misalnya, mereka bagi-bagi wilayah atau bagi-bagi proyek, nanti proyek A mereka bersekongkol, saya mengerjakan nanti kamu kalau ada proyek B kamu yang kerjakan, harga itu diatur oleh teman-teman pengusaha. Ini kan juga tidak baik," ungkap Alex.
Sementara, Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum dan Pertanahan Keamanan Kadin Bambang Soesatyo atau Bamsoet mengatakan pengusaha sebenarnya menjadi korban dari "susu tante" atau sumbangan sukarela tanpa tekanan. Namun, kata Bamsoet, yang terjadi segungguhnya adalah penuh ancaman.
Baca juga: Wamenkumham ingatkan pejabat publik harus waspada gratifikasi
Bamsoet yang juga Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI itu mengungkapkan para pengusaha berada dalam posisi yang sulit dengan adanya pungutan dari oknum penyelenggara negara.
"Kadang kita dalam posisi yang sulit terutama teman-teman yang memiliki bisnis di daerah. Dikasih ke "garuk", tidak dikasih tidak dapat bisnis kita. Terjadi lah suap baik yang terang-terangan maupun diam-diam. Kadang-kadang pengusaha ini lebih senang kepala daerah yang terus terang, yang kita bingung kalau kepala daerah atau pejabatnya itu ingin sesuatu tetapi tidak diutarakan tetapi izin tidak keluar-keluar. Ini yang bikin pusing," tuturnya.
Oleh karena itu, Bamsoet mengatakan dengan adanya MoU dengan KPK, para pengusaha mempunyai "beking" agar terhindar dari praktik suap.
"Beking" dalam hal ini yang ditakuti jika penyelenggara negara seperti bupati, wali kota maupun gubernur itu ingin meminta sesuatu agar perizinan itu diberikan maka dia harus berpikir ulang.
Selain itu, kata dia, MoU tersebut juga dapat dimaknai jika ada pengusaha yang diperlakukan tidak adil dalam perizinan maupun pengadaan maka ada aparat penegak hukum yang akan menanganinya.
Terakhir, Bamsoet meminta kepada para pengusaha untuk tegas menghindari praktik suap. Sebagus apapun sistem, kata dia, jika tidak dimulai dari diri sendiri maka akan terus terjadi yang namanya suap.
Diharapkan penyelenggara negara dan pengusaha sama-sama menanamkan integritas sehingga tercipta iklim usaha yang baik tanpa praktik suap.
Baca juga: Wujudkan tata kelola korporasi bersih, PPI terapkan sistem anti suap
Artikel
Menciptakan iklim usaha yang baik tanpa suap
Oleh Benardy Ferdiansyah
26 November 2021 20:42 WIB
Ilustrasi gratifikasi atau suap. (foto:Antara/HO-Humas Diskominfotik Riau).
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021
Tags: