Indonesia perlu inisiatif untuk kejar target produksi migas
26 November 2021 14:05 WIB
Sebuah pompa minyak beroperasi di ladang sumur Blok Rokan areal kerja Tanah Putih Tanjung Melawan Rokan Hilir, Riau, Sabtu (31/7/2021). ANTARA FOTO/Aswaddy Hamid/wsj.
Jakarta (ANTARA) - Indonesia diyakini masih memiliki potensi cadangan minyak dan gas bumi (migas) yang menjanjikan, namun butuh inisiatif untuk bisa menemukan cadangan tersebut karena berbagai instrumen untuk mendorong pencarian cadangan migas sudah disediakan oleh pemerintah.
Sekretaris Dewan Energi Nasional (DEN), Djoko Siswanto, menegaskan salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk menekan penurunan produksi migas atau bahkan meningkatkan produksi adalah dengan menerapkan Enhanced Oil Recovery (EOR). Dia menilai berbagai hal pendukung yang dibutuhkan para pelaku usaha untuk terapkan EOR sudah disediakan oleh pemerintah, sementara dari sisi teknologi juga sudah tersedia, sehingga tersisa hanyalah keinginan untuk mengimplementasikannya.
“Langsung diterapkan (EOR) teken kontrak dengan vendornya (mitra) apalagi ini konsepnya No Cure No Pay, dicontoh saja kontrak yang sudah ada, simpel kalau sudah ada contoh riil yang sudah berhasil,” kata Djoko dalam keterangannya yang dikutip di Jakarta, Jumat.
Sekretaris DEN menuturkan jika memang teknologi belum tersedia di tanah air, kontraktor bisa bekerja sama dengan mitra yang sudah menguasai teknologi tersebut.
Ia mengatakan, pemerintah telah memetakan 34 lapangan migas yang menjadi kandidat lokasi proyek EOR. Proyek EOR merupakan salah satu strategi pemerintah untuk mengejar target produksi minyak 1 juta barel per hari (bph) pada 2030.
Dalam data pemerintah tersebut, 34 kandidat lapangan tersebut adalah Rantau, Bangko, Bekasap, Kulim, Balam South, Petani, Pematang, Zamrud, Beruk, Pedada, Pusak, Sago, Limau Q51, Ramba, Belida, Melibur, Gemah, Makmur, Jirak, Kaji, Semoga, Iliran High, Rama, Krisna, Widuri, E-main, Zulu, MQ, Jatibarang, Mudi, Sukowati, Tanjung, Handil dan Gundih.
Baca juga: SKK Migas: 12 proyek migas rampung per September 2021
Inisiasi untuk terapkan EOR dengan menginjeksikan CO2 saat ini secara intensif sedang dikaji di lapangan Sukowati dan Gundih. Kemudian EOR memanfaatkan bahan kimia sebagai salah satu strategi utama untuk meningkatkan produksi minyak sebenarnya juga sudah dilakukan di lapangan Tanjung. Kini kelanjutan pilot project di sana adalah untuk temukan bahan kimia yang tepat dan sesuai dengan karakteristik reservoir sehingga bisa diterapkan secara penuh (full scale).
Sementara untuk chemical EOR lainnya juga sudah diterapkan di blok Rokan ketika masih dioperatori oleh Chevron Pacific Indonesia (CPI). Penerapan chemical EOR tersebut rencananya akan kembali dilakukan oleh Pertamina melalui afiliasinya sebagai operator di Rokan yakni Pertamina Hulu Rokan (PHR). Rencananya PHR akan sodorkan rencana pengembangan (Plan of Development/PoD) proyek EOR-nya pada Januari 2022.
Menurut Djoko, data yang ada menunjukkan potensi untuk meningkatkan produksi migas cukup besar, sehingga pelaku usaha tinggal putuskan dimana lokasi yang tepat untuk dilakukan penerapan EOR tersebut. “Inisiatif dari vendor dan KKKS tinggal tunjuk aja kan dan kasih info sumur minyak mana yang perlu dinaikkan produksinya,” tegas Djoko.
Kebutuhan akan penemuan cadangan migas baru ini cukup mendesak pasalnya realisasi produksi migas nasional terus mengalami penurunan. Alami memang mengingat umur sumur-sumur produksi migas tanah air terutama minyak sudah tidak lagi muda.
Baca juga: Transisi energi, pemerintah tingkatkan produksi dan infrastruktur gas
SKK Migas sendiri sudah mencanangkan target produksi minyak sebesar 1 juta Barel per hari (BOPD) dan gas sebesar 12 miliar standar kaki kubik per hari (BSCFD) di tahun 2030. Guna membahas target besar tersebut, lembaga ini akan menyelenggarakan The 2nd International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas (IOG 2021) yang akan diselenggarakan secara hybrid dari 29 November sampai 1 Desember 2021.
Acara ini rencananya akan dibuka oleh Presiden Joko Widodo dan menghadirkan lebih dari 120 narasumber, termasuk Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Arifin Tasrif, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Menteri Badan Usaha Milik Negara, Erick Thohir. Kegiatan ini terbuka untuk publik luas secara virtual melalui https://www.iogconvention.com
Sementara itu, Pri Agung Rakhmanto, pengamat migas dari Universitas Trisakti, menuturkan untuk produksi migas tahun 2030 seperti yang sudah dipatok oleh pemerintah diperlukan investasi yang dipastikan tidak akan sedikit. Kebutuhan investasi yang besar itu untuk memperoleh temuan cadangan migas yang baru.
Menurut Pri Agung, untuk bisa mencapai target tersebut paling tidak perlu tambahan 2 sampai 4 penemuan dan operasi lapangan migas baru yang sekelas Blok Cepu saat ini yang mampu memproduksi minyak rata-rata mencapai 200an ribu barel per hari.
Selain itu, Pri Agung juga menilai menemukan lapangan disini bisa juga bisa diartikan sebagai menemukan tambahan cadangan terbukti yang bisa diproduksikan melalui upaya penerapan teknologi terkini seperti halnya EOR.
Baca juga: Transisi energi, Pemerintah diminta tetap utamakan sektor hulu migas
Sekretaris Dewan Energi Nasional (DEN), Djoko Siswanto, menegaskan salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk menekan penurunan produksi migas atau bahkan meningkatkan produksi adalah dengan menerapkan Enhanced Oil Recovery (EOR). Dia menilai berbagai hal pendukung yang dibutuhkan para pelaku usaha untuk terapkan EOR sudah disediakan oleh pemerintah, sementara dari sisi teknologi juga sudah tersedia, sehingga tersisa hanyalah keinginan untuk mengimplementasikannya.
“Langsung diterapkan (EOR) teken kontrak dengan vendornya (mitra) apalagi ini konsepnya No Cure No Pay, dicontoh saja kontrak yang sudah ada, simpel kalau sudah ada contoh riil yang sudah berhasil,” kata Djoko dalam keterangannya yang dikutip di Jakarta, Jumat.
Sekretaris DEN menuturkan jika memang teknologi belum tersedia di tanah air, kontraktor bisa bekerja sama dengan mitra yang sudah menguasai teknologi tersebut.
Ia mengatakan, pemerintah telah memetakan 34 lapangan migas yang menjadi kandidat lokasi proyek EOR. Proyek EOR merupakan salah satu strategi pemerintah untuk mengejar target produksi minyak 1 juta barel per hari (bph) pada 2030.
Dalam data pemerintah tersebut, 34 kandidat lapangan tersebut adalah Rantau, Bangko, Bekasap, Kulim, Balam South, Petani, Pematang, Zamrud, Beruk, Pedada, Pusak, Sago, Limau Q51, Ramba, Belida, Melibur, Gemah, Makmur, Jirak, Kaji, Semoga, Iliran High, Rama, Krisna, Widuri, E-main, Zulu, MQ, Jatibarang, Mudi, Sukowati, Tanjung, Handil dan Gundih.
Baca juga: SKK Migas: 12 proyek migas rampung per September 2021
Inisiasi untuk terapkan EOR dengan menginjeksikan CO2 saat ini secara intensif sedang dikaji di lapangan Sukowati dan Gundih. Kemudian EOR memanfaatkan bahan kimia sebagai salah satu strategi utama untuk meningkatkan produksi minyak sebenarnya juga sudah dilakukan di lapangan Tanjung. Kini kelanjutan pilot project di sana adalah untuk temukan bahan kimia yang tepat dan sesuai dengan karakteristik reservoir sehingga bisa diterapkan secara penuh (full scale).
Sementara untuk chemical EOR lainnya juga sudah diterapkan di blok Rokan ketika masih dioperatori oleh Chevron Pacific Indonesia (CPI). Penerapan chemical EOR tersebut rencananya akan kembali dilakukan oleh Pertamina melalui afiliasinya sebagai operator di Rokan yakni Pertamina Hulu Rokan (PHR). Rencananya PHR akan sodorkan rencana pengembangan (Plan of Development/PoD) proyek EOR-nya pada Januari 2022.
Menurut Djoko, data yang ada menunjukkan potensi untuk meningkatkan produksi migas cukup besar, sehingga pelaku usaha tinggal putuskan dimana lokasi yang tepat untuk dilakukan penerapan EOR tersebut. “Inisiatif dari vendor dan KKKS tinggal tunjuk aja kan dan kasih info sumur minyak mana yang perlu dinaikkan produksinya,” tegas Djoko.
Kebutuhan akan penemuan cadangan migas baru ini cukup mendesak pasalnya realisasi produksi migas nasional terus mengalami penurunan. Alami memang mengingat umur sumur-sumur produksi migas tanah air terutama minyak sudah tidak lagi muda.
Baca juga: Transisi energi, pemerintah tingkatkan produksi dan infrastruktur gas
SKK Migas sendiri sudah mencanangkan target produksi minyak sebesar 1 juta Barel per hari (BOPD) dan gas sebesar 12 miliar standar kaki kubik per hari (BSCFD) di tahun 2030. Guna membahas target besar tersebut, lembaga ini akan menyelenggarakan The 2nd International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas (IOG 2021) yang akan diselenggarakan secara hybrid dari 29 November sampai 1 Desember 2021.
Acara ini rencananya akan dibuka oleh Presiden Joko Widodo dan menghadirkan lebih dari 120 narasumber, termasuk Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Arifin Tasrif, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Menteri Badan Usaha Milik Negara, Erick Thohir. Kegiatan ini terbuka untuk publik luas secara virtual melalui https://www.iogconvention.com
Sementara itu, Pri Agung Rakhmanto, pengamat migas dari Universitas Trisakti, menuturkan untuk produksi migas tahun 2030 seperti yang sudah dipatok oleh pemerintah diperlukan investasi yang dipastikan tidak akan sedikit. Kebutuhan investasi yang besar itu untuk memperoleh temuan cadangan migas yang baru.
Menurut Pri Agung, untuk bisa mencapai target tersebut paling tidak perlu tambahan 2 sampai 4 penemuan dan operasi lapangan migas baru yang sekelas Blok Cepu saat ini yang mampu memproduksi minyak rata-rata mencapai 200an ribu barel per hari.
Selain itu, Pri Agung juga menilai menemukan lapangan disini bisa juga bisa diartikan sebagai menemukan tambahan cadangan terbukti yang bisa diproduksikan melalui upaya penerapan teknologi terkini seperti halnya EOR.
Baca juga: Transisi energi, Pemerintah diminta tetap utamakan sektor hulu migas
Pewarta: Faisal Yunianto
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2021
Tags: