Jakarta (ANTARA News) - Persidangan terdakwa dugaan tindak pidana teroris, Abu Bakar Baa`syir, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin menghadirkan dua saksi ahli, yakni Nasrudin Baidan dosen IAIN Surakarta dan KH Muzakir dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Surakarta.

Dalam keterangannya, Nasrudin menyatakan, pengertian "idad" atau latihan kemiliteran wajib dilakukan oleh umat muslim namun sifat latihan itu sendiri "fardhu kifayah".

Dikatakannya, mereka yang melakukan pelatihan militer di Aceh itu seharusnya dirangkul dan dibina. Mereka yang berlatih militer itu siap membantu negara, katanya.

Baa`syir didakwa dengan tujuh pasal, yakni dakwaan primer dikenai Pasal 14 jo Pasal 9 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme.

Ancaman hukuman dalam Pasal 14 jo Pasal 9 UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme adalah hukuman mati atau penjara seumur hidup.

Untuk dakwaan subsider, Ba`asyir dijerat Pasal 14 jo Pasal 7, lebih subsider Pasal 14 jo Pasal 11, lebih subsider Pasal 15 jo Pasal 9, ke bawahnya lagi Pasal 15 jo Pasal 7, ke bawahnya lagi Pasal 15 juncto Pasal 11.

Pasal 13 huruf a dengan ancaman hukuman tiga tahun sampai 15 tahun penjara.

Sebelumnya, sidang kasus terorisme dengan terdakwa Abu Bakar Baa`syir, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pekan lalu menghadirkan ahli pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta, Chaerul Huda.

Ia menyatakan tindak pidana terorisme ditujukan untuk mengacaukan situasi politik di suatu negara.

"Tindak pidana terorisme itu mengganggu negara bukan individu hingga mereka tidak memilih sasaran," katanya.

Pada Senin (25/4 ) mandatang, akan dihadirkan saksi yang meringankan bagi Baa`syir, namun sejak jauh-jauh hari, dia menyatakan bahwa tidak akan menghadirkan saksi meringankan.
(T.R021/K005)