KPK: Kerugian negara pengadaan mesin giling tebu PTPN XI Rp15 miliar
25 November 2021 18:34 WIB
Tangkapan layar-Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (25/11/2021) terkait pengumuman dua tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan dan pemasangan "six roll mill" atau mesin penggilingan tebu di Pabrik Gula (PG) Djatiroto PTPN XI Tahun 2015-2016. ANTARA/Benardy Ferdiansyah
Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga kerugian negara yang ditimbulkan dalam proyek pengadaan "six roll mill" atau mesin penggilingan tebu di Pabrik Gula (PG) Djatiroto PTPN XI Tahun 2015-2016 sekitar Rp15 miliar.
"Adapun dugaan kerugian negara yang ditimbulkan dalam proyek pengadaan ini sejumlah sekitar Rp15 miliar dari nilai kontrak Rp79 miliar," ucap Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis, yang disiarkan melalui kanal Youtube KPK.
KPK telah menetapkan Direktur Produksi PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XI 2015-2016 Budi Adi Prabowo (BAP) dan Arif Hendrawan (AH) selaku Direktur PT Wahyu Daya Mandiri (WDM) sebagai tersangka kasus tersebut.
Baca juga: KPK tetapkan eks Direktur PTPN XI tersangka korupsi mesin giling tebu
Dalam konstruksi perkara, Alex menjelaskan tersangka Budi selaku Direktur PTPN XI 2015-2016 yang telah mengenal baik tersangka Arif selaku Direktur PT Wahyu Daya Mandiri melakukan beberapa kali pertemuan pada 2015.
"Yang di antaranya menyepakati bahwa pelaksana pemasangan mesin giling di PG Djatiroto adalah tersangka AH walaupun proses lelang belum dimulai sama sekali," ujar Alex.
Sebelum proses lelang dimulai, lanjut dia, tersangka Budi dengan beberapa staf PTPN XI dan tersangka Arif melakukan studi banding ke salah satu pabrik gula di Thailand.
"Dalam kunjungan tersebut, diduga dibiayai oleh tersangka AH disertai dengan adanya pemberian sejumlah uang kepada rombongan yang ikut, termasuk salah satunya tersangka BAP," ungkap Alex.
Baca juga: Purnawirawan TNI AD kritisi usulan bintang empat bagi Firli Bahuri
Ia mengatakan setelah studi banding ke Thailand, tersangka Budi memerintahkan salah satu staf PTPN XI untuk menyiapkan dan memproses pelaksanaan pelelangan yang nantinya dimenangkan oleh PT Wahyu Daya Mandiri.
"Tersangka AH diduga menyiapkan perusahaan lain agar seolah-olah turut sebagai peserta lelang," kata dia.
Selain itu, kata dia, tersangka Arif aktif dalam proses penyusunan spesifikasi teknis harga barang yang dijadikan sebagai acuan awal dalam penentuan harga perkiraan sendiri (HPS) senilai Rp78 miliar, termasuk data-data kelengkapan untuk lelang pengadaan 1 lot "six roll mill" di PG Djatiroto.
Adapun nilai kontrak yang telah disusun atas dasar kesepakatan tersangka Budi dan tersangka Arif, yaitu senilai Rp79 miliar.
"Saat proses lelang dilakukan diduga terdapat beberapa persyaratan yang telah diatur untuk memenangkan PT WDM di antaranya terkait waktu penyerahan barang yang dimajukan tanggalnya pada saat "aanwijzing" karena PT WDM sudah terlebih dahulu menyiapkan komponen barangnya," tuturnnya.
Baca juga: KPK harap MoU dengan Kadin wujudkan pengusaha berintegritas
KPK menduga saat proses lelang masih berlangsung, ada pemberian satu unit mobil oleh tersangka Arif kepada tersangka Budi.
"Terkait proses pembayaran diduga ada kelebihan nilai pembayaran yang diterima oleh PT WDM yang disetujui oleh tersangka BAP," kata Alex.
Atas perbuatannya, tersangka Budi dan Arif disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Adapun dugaan kerugian negara yang ditimbulkan dalam proyek pengadaan ini sejumlah sekitar Rp15 miliar dari nilai kontrak Rp79 miliar," ucap Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis, yang disiarkan melalui kanal Youtube KPK.
KPK telah menetapkan Direktur Produksi PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XI 2015-2016 Budi Adi Prabowo (BAP) dan Arif Hendrawan (AH) selaku Direktur PT Wahyu Daya Mandiri (WDM) sebagai tersangka kasus tersebut.
Baca juga: KPK tetapkan eks Direktur PTPN XI tersangka korupsi mesin giling tebu
Dalam konstruksi perkara, Alex menjelaskan tersangka Budi selaku Direktur PTPN XI 2015-2016 yang telah mengenal baik tersangka Arif selaku Direktur PT Wahyu Daya Mandiri melakukan beberapa kali pertemuan pada 2015.
"Yang di antaranya menyepakati bahwa pelaksana pemasangan mesin giling di PG Djatiroto adalah tersangka AH walaupun proses lelang belum dimulai sama sekali," ujar Alex.
Sebelum proses lelang dimulai, lanjut dia, tersangka Budi dengan beberapa staf PTPN XI dan tersangka Arif melakukan studi banding ke salah satu pabrik gula di Thailand.
"Dalam kunjungan tersebut, diduga dibiayai oleh tersangka AH disertai dengan adanya pemberian sejumlah uang kepada rombongan yang ikut, termasuk salah satunya tersangka BAP," ungkap Alex.
Baca juga: Purnawirawan TNI AD kritisi usulan bintang empat bagi Firli Bahuri
Ia mengatakan setelah studi banding ke Thailand, tersangka Budi memerintahkan salah satu staf PTPN XI untuk menyiapkan dan memproses pelaksanaan pelelangan yang nantinya dimenangkan oleh PT Wahyu Daya Mandiri.
"Tersangka AH diduga menyiapkan perusahaan lain agar seolah-olah turut sebagai peserta lelang," kata dia.
Selain itu, kata dia, tersangka Arif aktif dalam proses penyusunan spesifikasi teknis harga barang yang dijadikan sebagai acuan awal dalam penentuan harga perkiraan sendiri (HPS) senilai Rp78 miliar, termasuk data-data kelengkapan untuk lelang pengadaan 1 lot "six roll mill" di PG Djatiroto.
Adapun nilai kontrak yang telah disusun atas dasar kesepakatan tersangka Budi dan tersangka Arif, yaitu senilai Rp79 miliar.
"Saat proses lelang dilakukan diduga terdapat beberapa persyaratan yang telah diatur untuk memenangkan PT WDM di antaranya terkait waktu penyerahan barang yang dimajukan tanggalnya pada saat "aanwijzing" karena PT WDM sudah terlebih dahulu menyiapkan komponen barangnya," tuturnnya.
Baca juga: KPK harap MoU dengan Kadin wujudkan pengusaha berintegritas
KPK menduga saat proses lelang masih berlangsung, ada pemberian satu unit mobil oleh tersangka Arif kepada tersangka Budi.
"Terkait proses pembayaran diduga ada kelebihan nilai pembayaran yang diterima oleh PT WDM yang disetujui oleh tersangka BAP," kata Alex.
Atas perbuatannya, tersangka Budi dan Arif disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2021
Tags: