Pemerintah diminta serius garap program nol emisi karbon
24 November 2021 21:17 WIB
Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema Ketahanan Energi Nasional Menuju Zero Emission yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12 bersama DPP Partai NasDem Bidang Energi dan Mineral, Rabu (24/11/2021). ANTARA/HO-MPR RI.
Solo (ANTARA) - Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat menyatakan pemerintah harus serius menggarap program energi dengan nol emisi karbon untuk menuju realisasi kesepakatan di sektor energi yang menargetkan zero emission pada 2050.
"Kita harus mulai memiliki roadmap kebutuhan energi nasional dengan target zero emission dan ini harus dipikirkan dengan serius," kata Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema Ketahanan Energi Nasional Menuju Zero Emission yang dipantau dari Solo, Jawa Tengah, Rabu.
Menurut dia, aturan dan undang-undang yang mengatur tentang sumber energi harus benar-benar menjadi dasar untuk pencapaian target pembangunan energi nasional.
Terkait hal itu, ia berharap para pemangku kepentingan memastikan energi berbasis fosil ditinggalkan menyusul upaya realisasi kesepakatan di sektor energi yang menargetkan zero emission pada 2050.
"Dalam hal ini negara harus mampu menyediakan energi bagi warga negaranya lewat regulasi atau kebijakan yang tepat dalam upaya mencapai target tersebut," katanya.
Narasumber lain, Pendiri Institute Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan (IBEKA) Tri Mumpuni mengatakan pemerintah harus memberi kesempatan masyarakat untuk mengelola operasional pembangkit-pembangkit listrik kecil dengan energi terbarukan, seperti tenaga surya, panas bumi, dan aliran air sungai.
Melalui optimalisasi energi terbarukan tersebut, dikatakannya, meski produk listrik yang dihasilkan kecil namun jika jika jumlahnya banyak maka volume produksinya juga akan lebih besar.
"Dengan begitu manfaatnya bisa dirasakan langsung oleh masyarakat," katanya.
Selain itu, dikatakannya, pembangkit listrik energi mikrohidro juga harus diakomodasi dan dibantu agar lebih presisi sehingga bermanfaat lebih baik.
Direktur Eksekutif Energy for Policy Kholid Syeirazi yang juga menjadi salah satu pembicara mengatakan ketersediaan energi bagi masyarakat merupakan tanggung jawab negara. Ia mengatakan jika dihitung secara korporasi maka penyediaan energi baru dan terbarukan diperkirakan tidak efisien sehingga perlu dorongan kebijakan politis dari pemerintah untuk melaksanakannya.
"Kami sepakat program zero emisi harus didukung, namun pemerintah harus mempertegas cara merealisasikannya," katanya.
Sedangkan Ketua Bidang Mineral dan Energi DPP Partai NasDem Kurtubi mengatakan transisi penggunaan energi fosil ke energi terbarukan harus dilakukan secara bertahap dengan strategi yang tepat.
"Harapannya pemerintah membuka kemungkinan pemanfaatan energi nuklir sebagai alternatif dari energi baru dan terbarukan yang memiliki keunggulan ketersediaan bahan bakunya yang memadai di tanah air," katanya.
Baca juga: Kadin serukan langkah nyata bagi kebijakan "net zero emission"
Baca juga: Kemenperin harapkan ada 3 juta kendaraan listrik pada 2030
Baca juga: Kementerian ESDM-IRENA tingkatkan kerja sama capai "net zero emission"
"Kita harus mulai memiliki roadmap kebutuhan energi nasional dengan target zero emission dan ini harus dipikirkan dengan serius," kata Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema Ketahanan Energi Nasional Menuju Zero Emission yang dipantau dari Solo, Jawa Tengah, Rabu.
Menurut dia, aturan dan undang-undang yang mengatur tentang sumber energi harus benar-benar menjadi dasar untuk pencapaian target pembangunan energi nasional.
Terkait hal itu, ia berharap para pemangku kepentingan memastikan energi berbasis fosil ditinggalkan menyusul upaya realisasi kesepakatan di sektor energi yang menargetkan zero emission pada 2050.
"Dalam hal ini negara harus mampu menyediakan energi bagi warga negaranya lewat regulasi atau kebijakan yang tepat dalam upaya mencapai target tersebut," katanya.
Narasumber lain, Pendiri Institute Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan (IBEKA) Tri Mumpuni mengatakan pemerintah harus memberi kesempatan masyarakat untuk mengelola operasional pembangkit-pembangkit listrik kecil dengan energi terbarukan, seperti tenaga surya, panas bumi, dan aliran air sungai.
Melalui optimalisasi energi terbarukan tersebut, dikatakannya, meski produk listrik yang dihasilkan kecil namun jika jika jumlahnya banyak maka volume produksinya juga akan lebih besar.
"Dengan begitu manfaatnya bisa dirasakan langsung oleh masyarakat," katanya.
Selain itu, dikatakannya, pembangkit listrik energi mikrohidro juga harus diakomodasi dan dibantu agar lebih presisi sehingga bermanfaat lebih baik.
Direktur Eksekutif Energy for Policy Kholid Syeirazi yang juga menjadi salah satu pembicara mengatakan ketersediaan energi bagi masyarakat merupakan tanggung jawab negara. Ia mengatakan jika dihitung secara korporasi maka penyediaan energi baru dan terbarukan diperkirakan tidak efisien sehingga perlu dorongan kebijakan politis dari pemerintah untuk melaksanakannya.
"Kami sepakat program zero emisi harus didukung, namun pemerintah harus mempertegas cara merealisasikannya," katanya.
Sedangkan Ketua Bidang Mineral dan Energi DPP Partai NasDem Kurtubi mengatakan transisi penggunaan energi fosil ke energi terbarukan harus dilakukan secara bertahap dengan strategi yang tepat.
"Harapannya pemerintah membuka kemungkinan pemanfaatan energi nuklir sebagai alternatif dari energi baru dan terbarukan yang memiliki keunggulan ketersediaan bahan bakunya yang memadai di tanah air," katanya.
Baca juga: Kadin serukan langkah nyata bagi kebijakan "net zero emission"
Baca juga: Kemenperin harapkan ada 3 juta kendaraan listrik pada 2030
Baca juga: Kementerian ESDM-IRENA tingkatkan kerja sama capai "net zero emission"
Pewarta: Aris Wasita
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2021
Tags: