Komnas Perempuan dorong RUU TPKS segera menjadi RUU inisiatif DPR
24 November 2021 12:09 WIB
Tangkapan layar Komisioner Komnas Perempuan Maria Ulfah Anshor dalam seminar nasional bertajuk “Urgensi Pengesahan RUU TPKS untuk Proteksi dan Perlindungan Perempuan dan Anak Menuju Keluarga Maslahah” yang disiarkan langsung di kanal YouTube TVNU Televisi Nahdlatul Ulama, dipantau dari Jakarta, Rabu (24/11/2021). ANTARA/Tri Meilani Ameliya.
Jakarta (ANTARA) - Komnas Perempuan mendorong DPR RI untuk segera menetapkan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) menjadi RUU inisiatif DPR.
Dorongan tersebut merupakan salah satu rekomendasi Komnas Perempuan yang disampaikan Komisioner Komnas Perempuan Maria Ulfah Anshor menanggapi rencana Rapat Pleno Badan Legislatif DPR RI pada 25 November 2021 terkait pengambilan keputusan terhadap naskah RUU TPKS.
Hal itu ia sampaikan saat menjadi narasumber seminar nasional bertajuk “Urgensi Pengesahan RUU TPKS untuk Proteksi dan Perlindungan Perempuan dan Anak Menuju Keluarga Maslahah” yang disiarkan langsung di kanal YouTube TVNU Televisi Nahdlatul Ulama, dipantau dari Jakarta, Rabu.
Baca juga: Ketua DPR: RUU TPKS cegah kasus kekerasan terhadap perempuan
“Semoga pimpinan panitia kerjanya tegas dan Ketua DPR RI mempunyai komitmen tinggi. Kalau RUU TPKS itu diketok, artinya DPR RI serius,” kata Maria.
Sebaliknya, tambah Maria, apabila RUU tersebut belum disahkan, maka masyarakat bisa kembali mempertanyakan keseriusan dan komitmen DPR untuk melindungi korban kekerasan seksual di Indonesia.
Di samping itu, ia menilai catatan kasus kekerasan seksual yang ada sejauh ini, khususnya dari catatan tahunan Komnas Perempuan belum merangkum semua pengaduan korban. Kenyataannya, ujar Maria, masih banyak kasus kekerasan seksual di Tanah Air yang belum dilaporkan korban.
Baca juga: Sahroni: RUU TPKS bantu penegak hukum tangani kasus kekerasan seksual
“Yang tidak terlapor itu jumlahnya lebih besar dari angka yang tercatatkan dalam catatan tahunan Komnas Perempuan yang rata-rata dalam satu tahun ada 5.000 kasus terlaporkan,” jelasnya.
Untuk itu, pengesahan RUU TPKS diharapkan dapat segera terlaksana untuk mengatasi permasalahan kekerasan seksual di Indonesia.
Selain itu, Maria Ulfah Anshor memaparkan rekomendasi lain dari Komnas Perempuan, di antaranya memperkuat lobi kepada Panitia Kerja RUU TPKS untuk menyempurnakan sejumlah ketentuan dalam aturan tersebut dengan mempertimbangkan manfaat berdasarkan pengalaman korban kekerasan seksual dan hambatan bagi mereka dalam mengakses keadilan.
Baca juga: Panja RUU TPKS: tidak ada "sexual consent" dalam draf
Kemudian, diperlukan langkah mengadvokasi pemerintah untuk memperkuat kelompok masyarakat yang bekerja langsung dalam penanganan korban kekerasan seksual dan mengadvokasi tokoh agama serta tokoh masyarakat untuk mendukung pengesahan RUU TPKS.
Yang terakhir adalah mendorong media, dunia usaha, dan pemangku kepentingan terkait untuk ikut memperkuat advokasi RUU TPKS.
Maria mengimbau seluruh elemen masyarakat untuk bergerak bersama mendorong RUU TPKS agar dapat segera disahkan.
“Mari, kita bersama-sama bergerak mendorong agar RUU TPKS segera disahkan,” imbaunya.
Dorongan tersebut merupakan salah satu rekomendasi Komnas Perempuan yang disampaikan Komisioner Komnas Perempuan Maria Ulfah Anshor menanggapi rencana Rapat Pleno Badan Legislatif DPR RI pada 25 November 2021 terkait pengambilan keputusan terhadap naskah RUU TPKS.
Hal itu ia sampaikan saat menjadi narasumber seminar nasional bertajuk “Urgensi Pengesahan RUU TPKS untuk Proteksi dan Perlindungan Perempuan dan Anak Menuju Keluarga Maslahah” yang disiarkan langsung di kanal YouTube TVNU Televisi Nahdlatul Ulama, dipantau dari Jakarta, Rabu.
Baca juga: Ketua DPR: RUU TPKS cegah kasus kekerasan terhadap perempuan
“Semoga pimpinan panitia kerjanya tegas dan Ketua DPR RI mempunyai komitmen tinggi. Kalau RUU TPKS itu diketok, artinya DPR RI serius,” kata Maria.
Sebaliknya, tambah Maria, apabila RUU tersebut belum disahkan, maka masyarakat bisa kembali mempertanyakan keseriusan dan komitmen DPR untuk melindungi korban kekerasan seksual di Indonesia.
Di samping itu, ia menilai catatan kasus kekerasan seksual yang ada sejauh ini, khususnya dari catatan tahunan Komnas Perempuan belum merangkum semua pengaduan korban. Kenyataannya, ujar Maria, masih banyak kasus kekerasan seksual di Tanah Air yang belum dilaporkan korban.
Baca juga: Sahroni: RUU TPKS bantu penegak hukum tangani kasus kekerasan seksual
“Yang tidak terlapor itu jumlahnya lebih besar dari angka yang tercatatkan dalam catatan tahunan Komnas Perempuan yang rata-rata dalam satu tahun ada 5.000 kasus terlaporkan,” jelasnya.
Untuk itu, pengesahan RUU TPKS diharapkan dapat segera terlaksana untuk mengatasi permasalahan kekerasan seksual di Indonesia.
Selain itu, Maria Ulfah Anshor memaparkan rekomendasi lain dari Komnas Perempuan, di antaranya memperkuat lobi kepada Panitia Kerja RUU TPKS untuk menyempurnakan sejumlah ketentuan dalam aturan tersebut dengan mempertimbangkan manfaat berdasarkan pengalaman korban kekerasan seksual dan hambatan bagi mereka dalam mengakses keadilan.
Baca juga: Panja RUU TPKS: tidak ada "sexual consent" dalam draf
Kemudian, diperlukan langkah mengadvokasi pemerintah untuk memperkuat kelompok masyarakat yang bekerja langsung dalam penanganan korban kekerasan seksual dan mengadvokasi tokoh agama serta tokoh masyarakat untuk mendukung pengesahan RUU TPKS.
Yang terakhir adalah mendorong media, dunia usaha, dan pemangku kepentingan terkait untuk ikut memperkuat advokasi RUU TPKS.
Maria mengimbau seluruh elemen masyarakat untuk bergerak bersama mendorong RUU TPKS agar dapat segera disahkan.
“Mari, kita bersama-sama bergerak mendorong agar RUU TPKS segera disahkan,” imbaunya.
Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2021
Tags: